Tampilkan postingan dengan label T. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label T. Tampilkan semua postingan

TUNJUNGBIRU

DEWI TUNJUNGBIRU adalah salah seorang dari tujuh bidadari upacara Suralaya yang terdiri dari ; Dewi Supraba. Dewi Lenglengdanu, Dewi Irimirin, Dewi Gagarmayang, Dewi Wilutama, Dewi Warsiki dan Dewi Tunjungbiru sendiri.

Karena kecerdasannya dan sifatnya yang murah hati, setia dan penyabar, Dewi Tunjungbiru pernah diperintahkan oleh Sanghyang Manikmaya/Batara Guru untuk turun ke marcapada, menjelma/menitis sebagai putri Bathara Kandikota (turun ke-empat dari Sanghyang Darmajaka). Dalam penitisannya itu ia menikah dengan Prabu Arya/Aya, raja negara Duryapura. Dari perkawinan tersebut, Dewi Tunjungbiru mempunyai seorang putra yang diberi nama, Dasarata. Putranya ini kelak menikah dengan Dewi Kusalya, pewaris tahta negara Ayodya, dan menurunkan Ramawijaya Bersama keenam bidadari upacara Suralaya lainnya, Dewi Tunjungbiru pernah ditugaskan Bathara Indra turun ke marapada, untuk membangunkan tapa Arjuna di Goa Mintaraga, di lereng Gunung Indrakila bergelar Bagawan Ciptaning. Namun tidak berhasil membangunkan kekhusukkan tapa Bagawan Ciptaning.
Baca SelengkapnyaTUNJUNGBIRU

TUNGGAL

SANGHYANG TUNGGAL adalah putra sulung Sanghyang Wenang dengan permaisuri Dewi Sahoti, putri Prabu Hari, raja Keling negara Hindu. Ia lahir dalam wujud "akyan" (badan halus/jin) dan mempunyai empat saudara kandung masing-masing bernama ; Dewi Suyati, Bathara Nioya, Bathara Herumaya dan Bathara Senggana.
Dalam segala hal, Sanghyang Tunggal merupakan personafikasi dari Sanghyang Wenang, karena hidup sejiwa dengan Sanghyang Wenang, ayahnya. Ia mempunyai pusaka pemberian Sanghyang Wenang antara lain ; Cupu Retnadumilah, Cupu Manik astagina, Lata Maha Usadi/Lata Mausadi dan Kayu Rewan Sanghyang Tunggal bersemayam di Kahyangan Alangalang Kumitir. Ia mempunyai dua orang permaisuri, yaitu Dewi Darmani, putri Sangghyang Darnayaka dari Selong dan Dewi Wirandi/Dewi Rakti/Dewi Rekatawati, putri Prabu Yuyut, seorang raja jin (dalam cerita pedalangan, Prabu Yuyut dikenal pula dengan nama Resi Rekatama, berwujud Ketam/Yuyu Raksasa). Dalam perkawinan itu Sanghyang Tunggal menurunkan tokoh-tokoh yang kemudian akan mewujudkan peran-peran yang akan menentukan di dalam dunia Pewayangan, Pedalangan dan Pakeliran.

Dengan Dewi Darmani, Sanghyang Tunggal berputra tiga orang masing-masing bernama; Sanghyang Rudra/Dewa Esa, Sanghyang Dewanjali dan Sanghyang Darmastuti. Sedangkan dengan permaisuri Dewi Wirandi/Rekatawati, berputra tiga orang, masing-masing bernama ; Sanghyang Tejamaya/Antaga, Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Manikmaya.
Baca SelengkapnyaTUNGGAL

TUHAYATA

ARYA TUHAYATA adalah patih negara Mandaraka sejak jaman pemerintahan Prabu Mandradipa. Jabatan tersebut terus dipegangnya hingga masa pemerintahan Prabu Mandrapati dan Prabu Salya. Ia berwatak sangat jujur dan sangat patuh kepada kewajibannya serta setia terhadap raja serta negara.

Arya Tuhayata sangat mahir dalam ilmu pemerintahan dan kenegaraan. Ia juga ahli dalam ilmu keprajuritan, sakti dan menguasai berbagai tata gelar perang. Pada awal perang Bharatayuda antara keluarga Kurawa dan Pandawa, ia terpaksa mengikuti kemauan Rukmarata, putra bungsu Prabu Salya dengan Dewi Pujawati, pegi menonton jalannya pertempuran ke Tegal Kurusetra. Mereka menonton dari luar garis pertempuran. Tuhayata telah mencoba memperingatkan dan mencegah tindakan Rukmarata yang berbuat usil mengganggu jalannya pertempuran. Namun nasehat dan larangannya tidak diindahkan oleh Rukmarata. Dengan sikap iseng, Rukmarata melepaskan anak panahnya ke arah tubuh Resi Seta, senapati perang Pandawa. Akibatnya Rukmarata terbunuh, tubuhnya hancur bersama kereta kendaraannya karena dihantam gada Kyai Pecatnyawa oleh Resi Seta.

Merasa bertanggung jawab akan keselamatan dan kehormatan junjungannya, Tuhayata maju menghadapi Resi Seta. Ia akhirnya tewas dalam perempuran , tubuhnya hancur dihantam gada Kyai Pecatnyawa.
Baca SelengkapnyaTUHAYATA

TRIYARTA

SANGHYANG TRIYARTA adalah Dewa Kesuburan, Keluhuran dan kemuliaan. Ia bersemayam di Kahyangan Argamaya. Sanghyang Triyarta adalah putra keempat dari enam bersaudara putra Sanghyang Wening/ Sanghyang Darmajaka dangan Dewi Sikandi. Kelima orang saudara kandungnya masing-masing bernama; Sanghyang Pancaresi, Sanghyang Narada – yang menjadi lurahnya para dewa –, Sanghyang Caturkanaka, Sanghyang Dermaya dan Dewi Dremani yang menjadi istri Sanghyang Tunggal.

Sanghyang Triyarta menikah dengan Dewi Suyati, saudara sepupunya sendiri, putri dari Sanghyang Wenang, adik Sangyang Wening, dengan Dewi Saoti.

Seperti sudah menjadi kehendak Sang Maha Pencipta, Sanghyang Triyarta dan Dewi Suyati menjadi perantara lahirnya para bidadari. Karena itu dari 77 (tujuh puluh tujuh) orang anaknya semuanya perempuan. Para bidadari putri Sanghyang Triyarta dengan Dewi Suyati inilah yang kemudian menjadi istri para dewa keturunan Sanghyang Tunggal, baik anak ketururan Sanghyang Ismaya maupun anak keturunan Sanghyang Manikmaya.

Dari sekian banyak putri Sanghyang Triyarta yang dikenal dalam pedalangan diantaranya Dewi Tunjungbiru yang pernah turun ke arcapada, menjelma/menitis sebagai putri Bathara Kandikota (turun ke-empat dari Sanghyang Darmajaka). Dalam penitisannya itu Dewi Tunjungbiru menikah dengan Prabu Arya/Aya, raja negara Duryapura dan mempunyai seorang putra yang diberi nama, Dasarata yang setelah dewasa menjadi raja negara Ayodya.
Baca SelengkapnyaTRIYARTA

TRIWATI

DEWI TRIWATI adalah bidadari Suralaya keturunan Bathara Indra dengan Dewi Wiyati. Oleh Sanghyang Manikmaya/Bathara Guru ia bersama dua bidadari lainnya, yaitu Dewi Tari dan Dewi Aswani, dianugerahkan kepada Prabu Dasamuka/Rahwana bersaudara sebagai sarana perdamaian atas kekalahan para dewa menghadapi serangan putra-putra Alengka.

Dewi Triwati menikah dengan Arya Wibisana, putra bungsu Resi Wisrawa dengan Dewi Sukesi. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra, masing-masing bernama ; Dewi Trijata dan Dentawilukrama. Putri sulungnya Dewi Trijata menjadi istri Resi Jembawan, pendeta wanara (manusia kera) dari pertapaan Gadamadana, melahirkan seorang putri benama Dewi Jembawati yang menjadi istri Prabu Kresna raja negara Dwarawati. Sedangkan Dentawilukrama, kelak sesudah Prabu Wibisana mengundurkan diri sebagai raja Singgela (nama baru negara Alengka), kemudian menggantkan ayahnya menduduki singgasana kerajaan Singgela tersebut bergelar Prabu Bisawarna.
Akhir riwayat Dewi Triwati diceritakan, setelah kematian suaminya, Prabu Wibisana, ia kembali ke Suralaya, kembali hidup sebagai bidadari.
Baca SelengkapnyaTRIWATI

TRIMURDA

Ditya TRIMURDA adalah putra Prabu Dasamuka/Rahwana, raja negara Alengka dengan Dewi Wiraksi, raseksi dari hutan Dandaka. Trimurda mempunyai beberapa orang saudara seayah lain ibu, diantaranya ; Indrajid/Megananda, putra Dewi Tari, Pratalamariyam/Bukbis putra Dewi Urangrayung, Trikaya dan Trimuka putra Dewi Wisandi, Saksadewa dari ibu Dewi Satiwati dan Trisirah dari ibu Dewi Tisnawati.

Ditya Trimurda sangat sakti. Memiliki sifat dan perwatakan ; pemberani, keras dalam pendirian, tegas dan pemarah. Selain ahli dalam tatagelar perang, ia juga mahir dalam mempermainkan senjata panah dan tombak. Apabila bertiwikrama, tubuhnya bisa menjadi sebesar bukit dan dari kedua matanya keluar gumpalan api yang daya kekuatannya dapat menghancurkan batu gilang.

Ketika pecah perang Alengka dimana negara Alengka diserang jutaan laskar kera Prabu Rama di bawah pimpinan Narpati Sugriwa, raja kera dari kerajaan Gowa Kiskenda dalam upaya membebaskan Dewi Sinta dari sekapan Rahwana, Ditya Trimurda maju ke medan perang membela negaranya. Sepak terjangnya sangat menakutkan, membunuh ratusan prajurit kera dan beberapa wanara (manusia kera) senapati Gowa Kiskenda.

Wibisana, adik Prabu Dasamuka yang berpihak pada Prabu Rama, yang mengetahui rahasia kemati Trisirah, segera menyuruh Lesmana untuk menghadapinya. Ditya Trisirah akhirnya tewas dalam peperangan setelah kekedua matanya secara bersamaan tertembus panah sakti yang dilepas Lesmana.
Baca SelengkapnyaTRIMURDA

TRIMUKA

Ditya TRIMUKA adalah putra Prabu Dasamuka/Rahwana, raja negara Alengka dengan Dewi Wisandi adik Prabu Wisakarma dari Gowawindu. Ia lahir kembar bersama saudaranya bernama Trikaya. Ditya Trimuka juga mempunyai beberapa orang saudara seayah lain ibu diantaranya bernama Indrajid/Megananda dari Ibu Dewi Tari, Pratalamariyam/Bukbis dari ibu Dewi Urangayung, Saksadewa dari ibu Dewi Satiwati dan Trisirah dari ibu Dewi Tisnawati.

Ditya Trimuka sangat sakti dan ahli menggunakan senjata racun. Trimuka bersama saudara kembanya, Trikaya, merupakan saudara satu guru sehingga hidup dalam satu jiwa. Apabila salah satu dari mereka mati dan mayatnya dilangkahi oleh yang masih hidup, maka yang mati akan hidup kembali.

Pada waktu pecah perang Alengka, negara Alengka diserang balatentara kera Prabu Rama di bawah pimpinan Prabu Sugriwa, raja kera dari Gowa Kiskenda, dalam upaya membebaskan Dewi Sinta dari sekapan Prabu Dasamuka, secara bersama-sama Trimuka dan Trikaya tampil senapati perang Alengka. Sepak terjang mereka sangat ganas, menakutkan dan tak tertandingi lawan. Hanya karena petunjuk Arya Wibisana yang mengetahui rahasia hidup wati mereka, Anoman akhirnya dapat membunuh kedua raksasa kembar tersebut. Kepala Trmuka diadu kumba (saling dibenturkan) dengan kepala Trikaya hingga pecah. Kedua raksasa kembar itu mati secara bersamaan
Baca SelengkapnyaTRIMUKA

TRIKAYA

Ditya TRIKAYA adalah putra Prabu Dasamuka/Rahwana, raja negara Alengka dengan Dewi Wisandi adik Prabu Wisakarma dari Gowawindu. Ia mempunyai saudara kembar bernama Ditya Trimuka. Trikaya juga mempunyai beberapa orang saudara seayah lain ibu diantaranya bernama Indrajid/ Megananda dari Ibu Dewi Tari, Pratalamariyam/Bukbis dari ibu Dewi Urangayung, Saksadewa dari ibu Dewi Satiwati dan Trisirah dari Ibu Dewi Tisnawati.

Trikaya selain sakti juga ahli menggunakan senjata racun. Trikaya dan Trimuka merupakan saudara satu guru sehingga hidup dalam satu jiwa. Apabila salah satu dari mereka mati dan mayatnya dilangkahi oleh yang masih hidup, maka yang mati akan hidup kembali.

Pada waktu pecah perang Alengka, negara Alengka diserang balatentara kera Prabu Rama di bawah pimpinan Prabu Sugriwa, raja kera dari Gowa Kiskenda, dalam upaya membebaskan Dewi Sinta dari sekapan Prabu Dasamuka, Trikaya dan Trimuka tampil senapati perang Alengka. Sepak terjang mereka sangat ganas, menakutkan dan tak tertandingi lawan. Atas petunjuk Arya Wibisana, Anoman dapat membunuh kedua raksasa kembar tersebut. Kepala Trikaya dan Trimuka diadu kumba (saling dibenturkan) hingga pecah. Trikaya dan Trimuka mati secara bersamaan.
Baca Selengkapnya TRIKAYA

TRIJATA

DEWI TRIJATA adalah putri sulung Arya Wibisana, dari negara Alengka dengan Dewi Triwati, seorang hapsari keturunan Sanghyang Taya. Ia mempunyai adik kandung bernama; Dentawilukrama. Dewi Trijata sangat cantik. Mempunyai watak; setia, murah hati, baik budi, sabar dan jatmika (selalu dengan sopan santun).

Dewi Trijata sangat berjasa dalam melayani dan mengasuh serta melindungi Dewi Sinta yang pada saat itu menjadi tawanan Prabu Dasamuka, di puri Taman Hargasoka negara Alengka. Ia dapat mempertahankan Dewi Sinta dari sentuhan tangan kotor Prabu Dasamuka yang akan memaksakan kehendaknya tuk memperistri Dewi Sinta. Prabu Dasamuka yang merasa sangat kesal karena keinginanya selalu dihalangi oleh Dewi Trijata, mengeluarkan kutuk saktinya, bahwa Trijata kelak akan bersuamikan monyet tuek (kera tua bangka). Dewi Trijata yang menangis sedih atas kutukan Prabu Dasamuka, akhirnya terhibur oleh janji Dewi Sinta yang akan memohon pada Dewata, walaupun bersuamikan kera tua, kelak anak perempuan Dewi Trijata akan diperistri satria titisan Bathara Wisnu.

Setelah berakhirnya perang Alengka, Dewi Trijata diperistri oleh Kapi Jembawan, kera tua pengasuh Resi Subali dan Anoman. Ia dan Kapi Jembawan kemudian tinggal di pertapaan Gadamadana. Dari perkawinan tersebut, ia mempunyai seorang putri yang diberi nama; Dewi Jembawati, yang setelah dewasa menjadi istri Prabu Kresna, raja titisan Bathara Wisnu, dari negara Dwarawati. Dewi Trijata meninggal dalam usia lanjut dan jenazahnya dimakamkan di pertapaan Gadamadana.
Baca SelengkapnyaTRIJATA

TRIGARTA

PRABU TRIGARTA adalah raja kerajaan Tunggulwenang. Ia masih keturunan Sanghyang Rudra, putra ketiga Sanghyang Tunggal dengan Dewi Dremani, yang mendapat julukan sebagai Dewa Angkara karena sifat dan perwatakannya yang keras hati dan cepat marah. Sanghyang Rudra juga sering turun ke Arcapada, menjelma sebagai raksasa dan melakukan perkawinan gandarwa dengan para raseksi yang kemudian melahirkan para raksasa sakti karena mendapat ilmu kesaktian darinya.
Prabu Trigarta pernah menyerang Negara Wirata dengan bantuan Kurawa. Penyerangan ini terjadi setelah kematian Rajamala, senapati perang Wirata yang sangat disegani ole lawan-lawannya karena kesaktiannya.

Dalam penyerbuan tersebut Prabu Trigarta berhasil menjebak Prabu Matswapati dan menangkapnya. Pada saat itu Pandawa sedang menyamar sebagai abdi negara WIrata dalam persembunyian di tahun ke-13 dari masa pembuangannya akibat kalah main dadu dengan Kurawa. Bima dan Arjuna segera turun tangan menyelamatkan negara Wifrata. Arjuna maju ke medan perang menghadapi balatentara Kurawa, sedangkan Bima menghadapi balatentara Tunggulwenang yang melakukan penyetrangan dari arah belakang. Berkat petolongan Bima, Prabu Matswapati dapat dibebaskan dari tawanan, dan Prabu Trigarta tewas dalam peperangan melawan Bima.
Baca SelengkapnyaTRIGARTA

TRIGANGGA

TRIGANGGA atau Trihangga berwujud wanara (manusia kera) berbulu putih. Ia putra Anoman dengan Dewi Urangrayung, putri Bagawan Minalodra dari pertapaan Kandabumi.

Ia mempunyai saudara seayah lain ibu, putra Dewi Purwati dari pertapaan Andonsumawi bernama Bambang Purwaganti. Trigangga juga mempunyai saudara satu ibu, yitu putra Dewi Urangrayung dengan Prabu Dasamuka, raja Alengka bernama Pratalamariyam atau Bukbis.

Sejak kecil Trigangga bersama Pratalamariyam tinggal bersama ibu dan kakeknya di pertapaan Kandabumi. Setelah dewsa, pada saat berlangsungnya perang Alengka, mereka pamit meninggalkan pertapaan Kandabumi untu mencari ayahnya, namun nyasar ke negara Alernga dan bertemu dengan Prabu Dasamuka. Dengan tipu muslihatnya, Trigangga diperintahkan untuk menculik Ramawijaya dan Laksmana di pesanggrahan Suwelagiri. Apabila penculikan itu behasil, ia akan diakui sebagai putranya

Dengan mempergunakan aji sirtep, Trigangga berhasil menculik Rama dan Laksamana yang dimasukkan ke dalam kendaga kencana dan diserahkan kepada Prabu Dasamuka. Perbuatan Trigangga ini diketahui oleh Anoman yang terus mengejarnya. Perang seru terjadi antara Anoman dan Trigangga, hinga kemudian dilerai oleh Bathara Narada. Setelah mengetahui dirinya putra Anoman dan telah diperalat Prabu Dasamuka, Trigangga kemudian kembali mencuri kendaga kencana berisi Prabu Rama dan Laksamana dari tangan Prabu Dasamuka untuk kemudian diserahkan kepada Anoman.

Perbuatan Trigangga diketahui oleh Pratalamariyam. Terjadilah perang seru antara saudara satu ibu. Dengan bantuan Anoman yang mempergunakan kacabengkala, Pratalamariyan yang bersenjatakan Topeng Waja dapat dibinasakan. Trigangga kemudian mengabdikan diri kepada Sri Rama sampai perang Alengka berakhir, setelah itu kembali ke pertapaan Kandabumi.
Baca SelengkapnyaTRIGANGGA

TRI SIRAH

Ditya TRISIRAH adalah putra Prabu Dasamuka/Rahwana, raja negara Alengka dari permaisuri Dewi Tisnawati. Ia mempunyai beberapa orang saudara seayah lain ibu, diantaranya ; Indrajid/Megananda, putra Dewi Tari, Pratalamariyam/Bukbis putra Dewi Urangrayung, Trikaya dan Trimuka putra Dewi Wisandi, Saksadewa putra Dewi Satiwati dan Trimurda putra Dewi Wiraksi.

Ditya Trisirah sangat sakti. Memiliki perwatakan pemberani, keras dalam pendirian, tegas dan cepat naik darah. Selain ahli dalam tatagelar perang, ia juga mahir dalam mempermainkan senjata gada dan lembing. Apabila bertiwikrama,kepalanya bisa berubah menjadi tiga. Ketika pecah perang Alengka, negara Alengka diserang jutaan laskar kera Prabu Rama di bawah pimpinan Narpati Sugriwa, raja kera dari kerajaan Gowa Kiskenda dalam upaya membebaskan Dewi Sinta dari sekapan Rahwana, Ditya Trisirah maju ke medan perang membela negaranya. Sepak terjangnya sangat menakutkan, membunuh beberapa wanara (manusia kera) senapati Gowa Kiskenda.

Wibisana, adik Prabu Dasamuka yang berpihak pada Prabu Rama, yang mengetahui rahasia kesaktian/hidup mati Trisirah, segera menyuruh Lesmana untuk menghadapinya. Ditya Trisirah akhirnya tewas dalam peperangan setelah ketiga kepalanya terpangkas secara bersamaan oleh panah sakti yang dilepas Lesmana.
Baca SelengkapnyaTRI SIRAH

TOGOG

TOGOG dikenal pula dengan nama Tejamantri atau Catugora. Ia diyakini sebagai pengejawantahan dari Sanghyang Antaga/Tejamaya, putra sulung dari tiga bersaudara, putra Sanghyang Tunggal dengan Dewi Rekatawati. Dua saudaraya yang lain adalah Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Manikmaya.

Karena melakukan suatu kesalahan, Sanghyang Antaga oleh ayahnya diperintahkan turun ke arcapada dengan tugas membina dan memberi tuntunan kepada golongan asura (golongan raksasa dan angkara). Ketika akan turun ke arcapada, Sanghyang Antaga meminta kepada Sanghyang Tuggal agar diberikan seorang kawan yang bisa mendjadi teman bertukar pikiran dan bercanda. Sanghyang Tanggal kemudian menyuruh Sanghyang Antaga mencari anak jin bernama Sarawita yang kala itu sedang bertapa di dasar samodra. Ketika menjumpa Sarawita, Sanghyang Antaga sangar terkejut karena anak jin itu bertapa dengan mulut terbuka lebar dan mulutnya penuh dengan binatang laut.

Sanghyang Antaga kemudian menghentikan tapa Sarawita dan memintanya untuk jadi pengikutnya. Sarawita yang merasa sakti menjadi marah apalagi ajakan Sanghyang Antaga sangat bertentangan dengan keinginannya yang ingin menguasai dunia. Mereka lalu mengadu kesaktian. Begiti kalah Sarawita lalu menyatakan kesediaannya menjadi pengkut Sanghyang Antaga dan bersedia jadi adik angkatnya. Mareka kemudian merubah wujudnya dan berganti nama, Sanghyang Antaga menjadi Togog dan Sarawita menjadi Bilung.

Togog digambarkan sebagai manusia bermata besar dan bermulut sangat lebar/luas mengkiaskan bahwa ia mempunyai pengetahuan yang sangat luas, karena banyak hal yang diketahuinya.
Togog hidup sampai akhir jaman Purwa. Bahkan pada awal jaman Madya, tokoh Togog masih sering ditampilkan, namun sudah sangat tua.
Baca SelengkapnyaTOGOG

TEMBORA

BATHARA TEMBORA dikenal pula dengan nama Bathara Patuk.Ia merupakan putra kedua Bathara Ismaya dengan Dewi Senggani. Bathara Tembora mempunyai sembilan orang saudara kandung, masing-masing bernama : Bathara Wungkuam, Bathara Kuwera, Bathara Wrahaspati, Bathara Syiwah,. Bathara Surya, Bathara Candra,. Bathara Yama/Yamadipati, Bathara Kamajaya dan Dewi Darmastuti.

Bathara Tembora mempunyai gaya penampilan yang jenaka. Ia sangat pandi melawak dan gaya penampilan yang lucu. Karena keahliannya melucu dan sikapnya yang jenaka, Bathara Tembora menjadi dewa kesayangan Sanghyang Manikmaya/Bathara Guru. Karena dialah satu-satunya Dewa yang dapat menjadi pelipur lara dan penghibur penghibur Sanghyang Manikmaya.
Baca SelengkapnyaTEMBORA

TEJAMAYA

SANGHYANG TEJAMAYA dikenal pula dengan nama Sanghyang Taga/Antaga (Serat "Purwacarita), Sanghyang Puguh (Purwakandal) dan Sanghyang Tejamantri (Pedalangan). Ia adalah putra Sanghyang Tunggal dengan permaisuri kedua Dewi Wirandi/Rekatawati, putri Prabu Yuyut/Resi Rekatama, raja Samodralaya. Sanghyang Tejamaya mempunyai dua saudara kandung bernama; Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Manikmaya. Ia juga mempunyai tiga orang saudara seayah lain ibu, putra Dewi Darmani, putri Sanghyang Darmayaka dari Selong, masing - masing bernama ; Sanghyang Rudra/Dewa Esa, Sanghyang Dewanjali dan Sanghyang Darmastuti.

Sanghyang Antaga bertempat tinggal di Kahyangan Sataluri. Karena ingin menjadi raja Tribuana, ia bertengkar dan berkelahi dengan Sanghyang Ismaya, yang juga mempunyai keinginan yang sama.

Mereka bertanding kesaktian dengan menelan gunung. Siapa yang dapat menelan dan memuntahkannya kembali, akan menjadi bukti dialah yang terkuat dan berhak menjadi raja Tribuana.
Sanghyang Tejamaya mendahului menelan gunung, tapi sampai mulutnya robek tidak dapat melaksanakan hal itu. Sanghyang Ismaya mendapat giliran berikutnya. Ia berhasil menelan gunung tersebut, tetapi tidak dapat memuntahkannya kembali. Atas perbuatannya yang tecela itu, oleh Sanghyang Tunggal, Sanghyang Tejamaya dan Sanghyang Ismaya mendapat hukuman, turun ke Marcapada. Sanghyang Tejamaya mendapat tugas memberi tuntunan para angkara dan berganti nama menjadi Togog. Sedangkan Sanghyang Ismaya mendapat tugas sebagai pamong trah/keturunan Witaradya, dan berganti nama menjadi Semar.
Baca Selengkapnya TEJAMAYA

TATAKSINI

DITYA TATAKINI adalah punggawa raksasa negara Alengka. Karena kesaktian dan keahliannya dalam hal menyelam, ia dan saudaranya bernama Wilkataksini oleh Prabu Dasamuka ditugaskan untuk menjaga keamanan lautan dan pantai negara Alengka.

Dengan kesaktiannya yang luar biasa. Tatakini berhasil menghisap tubuh Anoman masuk ke dalam perutnya. Waktu itu Anoman sedang terbang melintas di atas samodra menuju negara Alengka, sebagai duta Prabu Rama untuk mencari kebenaran keberadaan Dewi Sinta sebagai tawanan Prabu Dasamuka.

Berkat daya kesaktian Cupumanik Astagina, Anoman dapat bertiwikrama. Tubuh Anoman membesar sebesar bukit dan menjebol hancur dinding perut Tatakini. Ditya Tatakini mati seketika dengan perut hancur berantakan.
Baca SelengkapnyaTATAKSINI

TARI

DEWI TARI adalah seorang hapsari/bidadari, putri kedua Bathara Indra penguasa Kahyangan Kaindran (tempat tinggal para bidadari) dengan Dewi Wiyati. Ia mempunyai enam saudara kandung masing-masing bernama : Dewi Tara, Bathara Citrarata, Bathara Citragara, Bathara Jayantaka, Bathara Jayantara dan Bathara Harjunawangsa.

Oleh Sanghyang Manikmaya/Bathara Guru, Dewi Tari dan dua bidadari lainnya yaitu Dewi Aswani dan Dewi Triwati diberikan kepada tiga putra Alengka, yaitu Prabu Dasamuka, Kumbakarna dan Arya Wibisana. Mereka dijadikan persyaratan perdamaian karena kekalahan para Dewa menghadapi serangan Prabu Dasamuka dan balatentara negara Alengka. Dewi Tari menikah dengan Prabu Dasamuka, Dewi Aswani menikah dengan Kumbakarna dan Dewi Triwati dengan Arya Wibisana. Dari perkawinan tersebut, Dewi Tari mempunyai seorang putra bernama Indrajid/Megananda.

Setelah berakhinya perang besar Alengka dengan tewasnya Indrajid dan Prabu Dasamuka, Dewi Tari kembali ke Kahyangan Kaindran, hidup sebagai bidadari.
Baca SelengkapnyaTARI

TARA

DEWI TARA adalah seorang hapsari/bidadari, putri sulung Bathara Indra penguasa kahyangan Kaindran (tempat tinggal para bidadari) dengan permaisuri Dewi Wiyati. Ia mempunyai enam saudara kandung, masing-masing bernama; Dewi Tari (menjadi istri Prabu Dasamuka), raja negara Alengka), Bathara Citrarata, Bathara Citragara, Bathara Jayantaka, Bathara Jayantara dan Bathara Harjunawangsa.

Oleh Bathara Guru, Dewi Tara diberikan kepada Sugriwa, putra Resi Gotama dengan Dewi Indradi/Windradi dari pertapaan Grastina/Erraya sebagai imbalan atas jasa Subali (kakak Sugriwa) yang telah berhasil membunuh Prabu Maesasura dan Jatasura dari kerajaan Gowa Kiskenda. Belum lama menjadi istri Sugriwa, Dewi Tara direbut Resi Subali yang termakan hasutan jahat Prabu Dasamuka, raja negara Alengka. Selama menjadi istri Resi Subali, Dewi Tara hamil.

Setelah Resi Subali meninggal oleh panah Gowawijaya milik Ramawijaya, Dewi Tara kembali menjadi istri Sugriwa. Ia kemudian melahirkan putra berwujud kera berbulu merah yang diberi nama : Anggada, sesuai dengan pesan Resi Subali sebelum ajal. Setelah Prabu Sugriwa meninggal karena usia lanjut Dewi Tara kembali ke kahyangan Kaindran, kembali hidup sebagai bidadari
Baca SelengkapnyaTARA

TAMBAKGANGENG

ARYA TAMBAKGANGGENG adalah patih dalam negara Amarta di bawah pemerintahan Prabu Puntadewa/Yudhistira. Ia masih keturunan Gajahangunangun, manusia yang tercipta dari seekor gajah yang disabda oleh Resi Palasara pada waktu bertahta di kerajaan Gajahoya. Secara turun-temurun keturunan Gajahangunangun mengabdi pada keturunan Resi Palasara, mulai dari Prabu Kresnadipayana (Bagawan Abiyasa) menjadi raja negara Astina, Prabu Pandu sampai Arya Tambakganggeng mengabdi pada keluarga Pandawa di negara Amarta.

Arya Tambakgangeng memiliki perawakan tinggi besar, mempunyai sifat dan perwatakan ; jujur, setia, sangat berbakti dan pemberani. Selain menguasi ilmu pemerintahan dan ketatanegaraan, ia juga pandai dalam olah keprajuritan terutama memainkan senjata gada dan trisula.

Pada waktu perang Bharatayudha, patih Tambakganggeng memimpin pasukan Amarta terjun ke medan peperangan. Ia tewas dalam perempuran melawan Adipati Karna, raja negara Awangga.
Baca SelengkapnyaTAMBAKGANGENG

Popular Posts

Contact

Nama

Email *

Pesan *