Babat Wanamarta

Diwukir Retawu, Abiyasa menerima kedatangan utusan dari Wirata, Arya Seta , arya Utara dan patih Nirbita, demikian pula tak lupa menghadap Pandhawa, Puntadewa, Arjuna Naluka dan sadewa . Arya Seta berkata, "Duhai kakanda bagawan Abyasa, ramanda prabu Matswapati memohon kakanda Abyasa, berkenan merestui para Pandhawa yang telah diberi hutan Wanamarta, juga disebut Batanakawarsa atau, Cintakapura. Sabda dewa, siapa yang berkota di Wanamarta, kelak akan menjadi raja agung, dan menurunkan para ratu di tanah Jawa. Untuk itu, Arya Sena dan prajurit-prajurit Wiratha sedang menebang hutan Wanamarta. Kami pun segera akan menyusulnya ke Wanamarta". Abyasa merestuinya, dan akan segera menyusul dengan para Pandhawa ke Wanamarta, Seta, Untara, Wratsangka dan patih Nirbita memohon diri.

Syahdan arya Sena, Seta,Untara, Wratsangka dan patih Nirbita bersedih hati, karena para pekerja mendapat gangguan dari jim-jim hutan Wanamarta tak ada lain upaya kecuali Arya Sena memeranginya dengan bersemadi, memohon kepada dewa, agar terhindarlah mereka dari marabahaya.

Tersebutlah gandarwa-raja, yang mendapatkan sabda dewa,bahwa ia akan mendapatkan anugerah sejati, jika dapat manuksma sejati dengan Arya Sena dari Pandhawa. Ia mengetahui bahwa di hutan Wanamarta Arya Sena sedang berusaha menebang hutan-hutan Wanamarta. Didekatilah ia, dan berkata,"Raden, perkenankanlah hamba, gandarwa-raja, bersatu suksma dengan raden, itulah sabda dewa yang kuterima". Sebelum manunggal sejati, sang gandarwa-raja berusaha untuk menilai kesaktian arya Sena, dan terjadilah perang yang sangat seru dan ramai. Akhirnya gandarwa-raja dapat dikalahkan oleh Sena, dan berhasil pula manuksma sejati dengan Raden arya Sena.

Lajulah arya Sena, menuju ke sekitar Wringin kurung. Tak ayal lagi, pekerjaan menebang Hutan Cintakapura terhenti, terulang lagi gangguan-gangguan dari jim-jim Wanamarta. Raden Arjuna yang mengetahuinya, segera mendekat. Oleh arya Sena ia diperintahkan untuk menanggulanginya. Arya Prabu Kombangaliali, menerima laporan dari prajuarit - prajurit jim yang lari tunggang-langgang dari hutan Wanamarta karena kesaktian puja Arjuna, dan berkatalah Kombangaliali, Bahagia sekali aku dapat menemukan Raden ArJuna, wahai prajurit jim Wanamarta, aku yang akan menghadapi Arjuna", berangkatlah Kombangaliali ke hutan Cintakapura.

Setelah berhadap-hadapan dengan Raden Arjuna, Kombangaliali berkata, "Tak ayal lagi, Paduka Raden Arjuna yang patut kumuliakan, Raden, tak ada yang melebihi, kebahagiaan hamba perkenankanlah hamba, sejiwa dengan Rden. Dewa telah bersabda kepada hamba, raden"raden Arjuna menolakny, terjadilah peperangan. Hyang Narada datang dan berkata," Arjuna, Hyang Girinata bersabda, terimalah kakekmu sendiri si Kombangaliali, engkau Ajuna akan mendapatkan nugraha sejati. Dan kau Kombangaliali, lekaslah kau manuksma sejati dengan arjuna", demikianlah akhirnya Kombangaliali bersatu sejiwa dengan Raden Arjuna dan kembalilah Hyang Narada ke kahyangan.

Di dekat Wringin sungsang, arjuna, Semar, Nalagareng dan Petruk, bertemu dengan seorang pandita, yang tak lain adalah Prabu Partakusuma, raja jim seluruh Jawa, dan yang bermaksud akan membawa Raden Arjuna ke negaranya untuk anaknya, dyah Partawati yang bermimpi bersuamikan raden Arjuna. Semula Arjuna menolak , terjadilah peperangan. Arjuna dapat dikalahkan oleh Pandita Partakusuma dan dibawa bersama-sama dengan panakawan nya ke warngin sungsang. Ditemukanlah Dyah Partawati dengan raden Arjuna dan menjadi suami-istri. Partakusuma, setelah menarik keris Pulanggeninya Arjuna, bunuh diri untuk bersatu suksmasejati dengannya.

Untuk mengenang kejadian-kejadian ini raden Arjuna, lalu bernama Arya Parta atau Kombangaliali.

Matswapati dihadap oleh Seta, Utara, Wratsangka dan para Pandawa, membicarakan maksud Matswapati menobatkan Puntadewa menjadi raja. Berkatalah Srinata," Semua warga Wiratha, mulai saat ini cucuku Puntadewa kuangkat menjadi raja di Amarta dan bergelar Yudhistira atau Gunatalikrama. Undangkanlah hal ini,". Selesai diundangkan penobatan raja Yudhistira terpetiklah berita tentang kedatangan musuh dari Nuswakambangan. Prabu Kalasambawa dengan para prajuritnya ingin menumpas Pandawa, sebagai balas dendam atas kematian ayahandanya prabu Pragangsa yang terbunuh oleh Palasara. Untuk itu seluruh keturunannya, termasuk Pandawa, harus dibunuh. Patih Nirbita diperntahkan oleh Prabu Matswapati untuk menanggulanginya. Arjuna pun menerima perintah dari begawan Kresnadwwipayana, dan musuh dari Nuswakambangan dapat dikalahkan. Prabu Kalasambawa mati terbunuh oleh Arjuna. Bersuka citalah Prabu Matswapati, para Pandawa terhindar dari serangan musuh.
Baca SelengkapnyaBabat Wanamarta

Wisnu Rabi

Sang Hyang Pramesti Guru, akan mengawinkan Batara Wisnu dengan Dewi Pratiwi, putri Batara Ekawara dari Kahyangan Ekapratala. Untuk melaksanakan niat tersebut Batara Guru mengutus Batara Narada untuk menjemput Dewi Pratiwi. Namun ternyata Dewi Pratiwi menolak jemputan itu karena ia mempunyai permintaan atau syarat, ia hanya akan kimpoi dengan pria yang dapat membawakan bunga Wijayakusuma.
Sementara itu pada suatu malam Endang Sumarsi putri Begawan Kesawasidi dari Pertapaan Argajati - bermimpi kimpoi dengan Batara Wisnu.

Pagi harinya ia minta kepada ayahnya agar mencarikannya orang yang menjadi idamannya itu. Sang Begawan menuruti permintaan putrinya, pergi mencari. Tak berapa lama kemudian Begawan Kesawasidi bertemu dengan Batara Wisnu yang diiringi oleh Semar, Gareng dan Petruk. Kesawasidi mengutarakan maksudnya, tetapi ternyata Batara Wisnu menolak. Baru setelah dengan kekerasan, Wisnu menuruti kehendak Kesawasidi.

Setelah tiba di Pertapaan Argajati, Batara Wisnu segera dikimpoikan dengan Endang Sumarsi. Setelah beberapa hari tinggal di pertapaan, Batara Wisnu mengatakan kepada mertuanya bahwa ia mencari bunga Wijayakusuma dan minta pertapa itu membantunya. Sang Kesawasidi yang memiliki bunga itu tidak keberatan dan memberikan Wijayakusuma sebagai sarana untuk mengawini Batari Pratiwi.

Setelah Batara Wisnu mendapatkan bunga Wijayakusuma, segera menuju Ekapratala.
Sementara itu Prabu Wisnudewa, raja raksasa dari Garbapitu juga melamar Batari Pratiwi. Setelah mendengar laporan patihnya bahwa calon mempelai putri menginginkan bunga Wijayakusuma, ia sangat bergembira, sebab sang Raja mempunyai banteng yang berwarna biru hitam pada lehernya terdapat cangkok/cabang dari bunga Wijayakusuma.

Karenanya ia segera berangkat ke Kahyangan Ekapratala. Namun, betapa kecewanya karena setelah tiba di Kahyangan Ekapratala, ternyata Batari Pratiwi
telah dikimpoikan dengan Batara Wisnu. Hal ini membuat Prabu Wisnudewa murka.

Bersama bala tentaranya, Prabu Wisnudewa menyerang serta berusaha merebut Batari Pratiwi. Peperangan terjadi, Prabu Wisnudewa dan banteng yang aneh dapat dibunuh Wisnu dan keduanya menyatu (merasuk) pada tubuh Wisnu. Demikian pula, Cangkok Wijayakusuma akhirnya menyatu dengan bunganya.
0

Baca SelengkapnyaWisnu Rabi

Yudhisthira Rabi

Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh pendeta Durna, Patih Sakuni, Dursasana, Kartamarma, Jayadrata, Citraksa dan Citraksi. Pada kesempatan tersebut Raja mengungkapkan niatnya, ingin mengawinkan pendeta Durna. Senyampang ada sayembara untuk merebutkan putri Cempalareja yang bernama Dewi Drupadi Jayadrata ditugaskan untuk mengikuti sayembara di Pancalareja atau Cempalareja atas nama pendeta Durna. Setelah selesai perundingan, raja membubarkan pertemuan, lalu masuk istana.

Prabu Duryodana disongsong oleh permaisuri dan ibunya. Raja bercerita tentang rencana perkimpoian pendeta Durna. Mereka makan bersama Patih Sakuni mengumpulkan para Korawa, mereka diberitahu tentang kepergian ke Pancalareja dan pembagian tugas. Setelah siap mereka berangkat bersama perajurit untuk mengikuti sayembara.

Di negara Umbul Tahunan sang raja Prabu Kala Kuramba juga ingin mengikuti sayembara dan memperisteri Drupadi, putri raja Pancalareja. Raja menugaskan Kala Gragalba untuk menyampaikan surat lamaran. Kala Gragalba disertai Kala Gendhing Caluring, Kala Palunangsa, Wijamantri dan Tejamantri berangkat ke Cempalareja. Perjalanan Kala Gragalba bertemu dengan perajurit Ngastina. Terjadilah perang, Kala Gragalba dan perjuritnya terdesak, mereka menyimpang jalan.

Yudisthira dihadap oleh Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Mereka menemui Bagawan Abyasa. Begawan Abyasa memberi tahu, bahwa raja Drupada mengadakan sayembara. Yudisthira disuruh mengikuti sayembara itu, Bima diminta mewakilinya. Para Pandhawa menyetujuinya, Arjuna disuruh berangkat lebih dahulu. Arjuna berangkat bersama panakawan. Perjalanan Arjuna bertemu barisan raksasa. Terjadilah perkelahian, perajurit raksasa musnah.
Kakrasana raja muda di Mandura berunding dengan Patih Pragota dan Patih Prabawa. Patih menyetujuinya, Kakrasana segera berangkat.
Di Pancalareja, Prabu Drupada dengan Trusthaketu, sedang membicarakan persiapan sayembara. Patih Sakuni datang, minta ijin untuk mengikuti sayembara, dan akan diwakili oleh Jayadrata. Raja menyuruh agar peserta sayembara hadir di alun-alun. Kemudian raja menyuruh agar Trusthaketu menemui Gandamana memberi tahu, bahwa telah datang peserta sayembara. Gandamana segera pergi ke alun-alun. Jayadrata telah siap menanti. Gandamana dengan sigap menarik Jayadrata, kemudian dibanting. Jayadrata pingsan tidak berdaya, lalu ditarik mundur oleh para Korawa.

Selanjutnya datang Kakrasana yang menyamar sebagai pertapa. Gandamana menghadapi dengan tenang. Kakrasana digertak, terpental jauh dan jatuh terjepit batu. Kakrasana berteriak kesakitan, memanggil-manggil Narayana. Kebetulan Narayana lewat, mendengar panggilan atas dirinya. Batu penjepit diminta kembali, narayana meneruskn perjalanan , hendak menyaksikan sayembara.

Yudisthira sesaudara menghadap Prabu Drupada. Ia minta diperkenankan mengikuti sayembara. Raja merelakan Drupadi untuk diperisteri Yudisthira tanpa harus melalui sayembasara, tetapi Gandamana tidak merelakannya. Bima juga tidak ingin perkimpoian tanpa menempuh sayembara.

Bima datang dialun-alun, Gandamana siap melawannya. Mula-mula Bima dapat disergap kuat-kuat,sehingga tidak berdaya. Melihat Bima terdesak, Arjuna dari jauh memberi isyarat agar Bima menggunakan kuku Pancanakanya. Gandamana ditusuk dengan kuku Pancanaka dan jatuh tak berdaya. Sebelum meninggal Gandamana memberikan ilmu kesaktian dan pesan kepada Bima.

Narayana menggugat kemenangan sayembara untuk Yudisthira. Ia bertengkar dengan Arjuna. Trusthajumena datang melerainya, dan mengatakan jika yang bertikai berhasil membunuh Naga yang berada dipohon beringin dialah yang berhak memboyong Drupadi. Mereka mencoba membunuh seekor Naga. Narayana tidak dapat membunuhnya. Panah Arjuna berhasil memusnahkan Naga. Narayana masih belum terima, ia mengajak beradu kesaktian dengan Arjuna. Dan Arjuna meladeni tantangan Narayana. Narayana dipanah oleh Arjuna, terpental jauh, jatuh di luar kerajaan Pancalareja.

Prabu Drupada menyerahkan Drupadi kepada Yudisthira. Upacara perkwinan dan pesta besar akan dilaksanankan di kerajaan Pancalareja. Tiba-tiba raksasa Kala Karamba datang bersama perajurit raksasa. Bima ditugaskan untuk melawan musuh. Raja raksasa mati dan perajurit raksasa musnah tak bersisa. Prabu Drupada dan para Pandhawa mengadakan pesta perkimpoian di istana Pancalareja.
Baca SelengkapnyaYudhisthira Rabi

Manumayasa Rabi

Sang Hyang Girinata, berkehendak akan menjodohkan bidadari Dewi Retnawati dan resi Manumayasa, Dewi Kanastri dan Janggan Semarasanta. Menyadari bahwasanya Resi Manumayasa belum berkeinginan akan kimpoi, kedua bidadari diganti perwujudanya dengan bentuk dua ekor harimau, kepada sang Hyang Narada diserahkan agar segala kehendak sang Hyang Girinata terlaksana.

Di tengah hutan belantara, Resi Manumayasa dan Janggan Semarasanta, yang tengah berkelana, bertemu dengan kedua harimau jadian tersebut, akhirnya harimau dapat dibunuh, sehilangnya kedua harimau, tampak kedua bidadari tersebut, resi Manumayasa mengejarnya. Sang Hyang Narada yang merasa berhasil dalam mempertemukan resi Manumayasa dan Dewi Retnawati, Janggan Semarasanta dan Dewi Kanastri, segera mendekati sang resi, seraya berkata, Resi Manumayasa, dan kau Janggan Semarasanta, sudah takdir dewa, bahwasanya bidadari-bidadari, Dewi Retnawati menjadi jodoh Manumayasa, dan Dewi Kanastri dengan Semarasanta, terimalah.

Pada suatu hari Dewi Retnawati mengajak suaminya Resi Manumayasa, untuk berkelana mengelilingi wukir Retawu, ditengah-tengah hutan belantara, Sang Dewi melihat buah Sumarwana, berkeinginan sekali memakannya, kepada sang Resi dimintanya memetik.

Syahdan, buah Sumarwana itu milik gandarwa Satrutapa, sesuai dengan sabda dewa yang diterimanya, hai Satrutapa, jika istrimu menginginkan mempunyai anak, makanlah buah Sumarwana itu, maka ditungguilah buah Sumarwana itu sampai saat dapat dipetik dan dimakan.

Mengetahui bahwasanya buah Sumarwana telah hilang, berkatalah gandarwa Satrutapa kepada Resi Manumayasa, hai sang resi, jika kelak istrimu melahirkan anak lelaki, namailah Sakutrem hilanglah gandarwa Satrutapa, bersatu jiwa dengan Dewi Retnawati

Datanglah kemudian Prabu Karumba, raja raksasa dari Pringgadani dengan segenap prajuritnya, untuk menggempur wukir Saptaarga, dan menawan resi Manumayasa, sesuai perintah pamandanya raja Basumurti, dari Wirata, yang diperkirakan akan memberontak terhadap kerajaan pamandanya. Prabu Karumba mati oleh resi Manumayasa, demikian pula semua prajuritnya tewas.
Baca SelengkapnyaManumayasa Rabi

Aryapabu Rabi

Syahdan, Suralaya terancam ketentramannya oleh Prabu Sasradewa , raja dari negaa Guwamiring, yang
berkehendak mempersunting bidadari kahyangan, yang bernama Dewi Rumbini, apalagi setelah bala
tentaranya yang dipimpin oleh Kalasaramba, sama sekali tak mendapatkan hasil, segenap wadyabala
Guwamiring dikerahkan untuk menggempur ka-Endran, dan mendaratlah mereka digunung Jamurdipa.
Hyang Girinata, bersabda kepada Hyang Narada, hanya Arya Prabulah yang jago para dewa, untuk mengundurkan wadyabala dari Guwamiring, untuk membawanya arya Prabu ke kahyangan, 

Berangkatlah Hyang Narada mencarinya. Setelah didapatnya, dan menyatakan kesanggupannya, maka Arya prabu dibawa Hyang Narada ke Suralaya dimedan laga tak ayallah telah banyak berkumpul prajurit-prajurit dari Guwamiring, Arya Prabu untuk kali ini bisa dikalahkan oleh Sasradewa, dengan kesaktian raja Guwamiring, Arya Prabu dihembus melayang jatuh sangat jauh, Dikala Prabu Pandudewanata, raja Astina sedang mengadakan perburuan hewan-hewan dihutan Jatirokeh, didapatkannya adiknya Arya Prabu jatuh dari akasa, tak sadarn diri lagi Arya Prabu. Demikian pula Hyang Narada juga sudah berada disekitar tempat kejadian tersebut, Arya Prabu disembuhkan oleh Hyang Narada dan kepadanya pula oleh Pandudewanata dipesan banyak-banyak, yang akhirnya kmebali ke medan laga, Hyang Narada kembali terlebih dahulu.

Tak ayal lagi, Prabu Sasradewa, dapat dibunuh oleh Arya Prabu, demikian pula patihnya, Kalayaksa juga mati terbunuh, sisa prajurit dari Guwamiring melarikan diri. Oleh Hyang Girinata, kepada Hyang Narada diperintahkan untuk mengawinkan Arya Prabu dan Dewi Rumbini, dengan restu Hyang Endra terlaksanalah perkimpoian tersebut. Arya Prabu diperintahkan untuk segera kembali ke Mandura, dan mohon dirilah Arya Prabu beserta istrinya, Dewi Rumbini.

Prabu Basudewa, raja Mandura dihadap oleh adiknya Raden Arya Ugrasena, menerima laporan Patih saragupita, bahwasanya tugas untuk menemukan adik rajanya, Arya Prabu gagal . Tak lama, muncullah Arya Prabu beserta istrinya Dewi Rumbini, dilaporkankanlah mulai awal sampai akhir dari perjalanannya,
sukacitalah seluruh isi istana Mandura.

Musuh dari Guwamiring datang, untuk membalas dendam, oleh Prabu Basudewa, Ugrasena diperintahkan untuk mengundurkankannya, dan terlaksanalah, prajurit dari Guwamiring dapat dikalahkan.
Baca SelengkapnyaAryapabu Rabi

Arjuna Lahir

Syahdan Hyang Siwahbuja, menerima Hyang Narada dan mendengarkan laporannya, bahwasanya gara-gara terjadi, dikarenakan Dyah Maerah permaisuri raja Mandura dan Dyah Kuntinalibrata permaisuri prabu Pandudewanata dari kerajaan Astina, keduanya mereka mengandung dan sudah masanya bayi lahir, akan tetapi hal tersebut hanya menunggu sabda Hyang Siwahbuja.

Kepada Hyang Narada, Hyang Guru bersabda,”Wahai kakanda Hyang Narada, sampaikanlah pesanku kepada Hyang Wisnu dan Sri, bahwasanya kepada mereka saya perintahkan untuk menitis kepada Dyah Maerah dan Dyah Kuntinalibrata. Wisnu, seyogyanya kehalusannya nanti pada Pandawa, yaitu bayi yang akan terlahir berilah nama raden Arjuna, juga Pamadi, kewadagannya nantinya pada bayi yang akan terlahir dari Dyah Maerah, berikan nama raden Narayana, juga Kesawa. Sri juga demikian, kehalusannya
pada Dyah Wara Subadra, dan kewadagannya pada Dyah Jembawati berikan juga nama Dyah Nawangsasi.”, mundurlah Hyang Narada, dan setelah kepada mereka dijelaskan perintah Hyang Padawinenang, keduanya dibawa oleh Hyang Narada, turun ke bumi, bukan lagi berujud dewa, akan tetapi dalam bentuk cahaya.

Prabu Basudewa, raja Mandura, mendapatkan wisik dewata, bahwasanya kelak Dewi Maerah permaisuri raja, akan melahirkan bayi “gundangkasih”, satu nantinya berwujud putih dan satu hitam, pula dewa bersabda nantinya yang putih adalah penjelmaannya Hyang Basuki, adapun yang hitam Hyang Wisnu.
Adapun permaisuri yang muda, Dewi Badrahini, akan melahirkan seorang puteri, itu pula besok akan ada bidadari, Dewi Sri yang menjelmanya kepada sianak yang akan terlahir.

Terdengar berita, bahwasanya Dewi Kuntilanibrata, permaisuri raja Astina, Pandudewanata sudah masanya akan melahirkan bayi, akan hal itu sang prabu Basudewa berkehendak akan menghadirinya ke Astina. Di Astina Pandudewanata menungguhi Dewi Kuntinalibrata melahirkan bayinya. Hayu-hayu, bersabdalah Hyang Narada kepadanya dengan diiring para bidadari, dengan mengheningkan cipta, suatu cahaya berlalu sudah masuk ke kandungan Dyah Kunti, terlahirlah bayi dari kandunagn Dewi Kunti, dengan disaksikan pula bagawan Kresnadipayana, demikian pula Hyang Endra. Seorang bayi terlahir lelaki, oleh Hyang Endra bayi diangkat menjadi putera, diberinya nama Endratanaya, pula diberi senjata yang berupa panah bernama Bramasta. Hyang Endra dan Hyang Narada setelah selesai menunaikan tugasnya segera kembali ke kahyangan.

Pada kalanya prabu Pandudewanata menjamu prabu Basudewa, prabu Bismaka, dengan dihadap pula para punggawa kerajaan, seorang prajurit juga melaporkan kepada sang prbau, musuh dari negara Srawantipura, prabu Ardawalika datang, maksud akan membalas dendam kematian bapaknya dari Palasara.

Prabu Pandudewanata memerintahkan kepada segenap wadya supaya menanggulangi musuh yang datang, resi Abiyasa memerintahkan kepada Arya Widura, dan Arjuna supaya dibawa pula dalam medan peperangan melawan Ardawalika.

Prabu Ardawalika dapat dibunh Arjuna, dan mengancam,”Hai Arjuna, akan kubalas kematianku pada kalanya Baratayuda”’ sang Arjuna menjawabnya,”Besok ataupun sekarang, bagiku siap menanggulanginya.”
Widura dan patih Arya Gandamana memunahkan musuh-musuh dari Srawantipura, bala yaksa mati terbunuh kesemuanya. Seluruh istana Astina, sangat bersenang hati, musuh telah sirna, mereka merayakannya dengan segenap anggota keluarga istana.
Baca SelengkapnyaArjuna Lahir

Antarja Lahir

Di negara Saptapratala, Hyang Anantaboga, resi Abiyasa, para Pandawa, berkumpul untuk menunggu Dewi Nagagini yang akan melahirkan putera, berkatalah resi Abiyasa,"Hyang Anantaboga perkenankanlahnagagini saya bawa ke negara Amarta, jika bayi telah lahir, akan saya serahkan kembali ." Hyang Anantaboga menyetujuinya, dan berangkatlah Resi Abiyasa dengan Dewi Nagagini beserta pada Pandawa kembali ke Amarta. Sesampainya di Amarta telah hadir pula Hyang Kanekaputra dan para bidadari, berkatalah Hyang Narada,"gara-gara telah terjadi , tak lain dan tak bukan, titahku resi Abiyasa akan menurunkan ke-alusan-nya Gandamana, lagipula aku datang di Amarta atas nama Hyang guru, untuk menyaksikan kelahiran bayi Nagagini". Tak lama setelah Hyang Narada bersabda, lahirlah bayi dari kandungan Dewi Nagagini.

Resi Abiyasa diberitahu oleh Hyang Kanekaputra, bahwa Hyang Guru berkenan memberi nama kepada si bayi: Senaputra, Antarja, lagipula diberi wahyu kesaktian racun hru pada gigi taringnya si bayi. Untuk mendapatkan kelemasan ototototnya, diseyogyakan si bayi diadu perang, dikemudian hari bayi akan menjadi jagonya para dewa. Setelah Hyang Narada selesai bersabda, kembalilah ke Suralaya diiring pada bidadari . Negara Amarta pada waktu yang bersamaan , dikepung oleh musuh, raja dari Paranggumiwang, bernama Prabu Salksadewa, datang akan menuntut balas dendam kematian ayahnya prabu Kaskaya, yang dibunuh oleh prabu Pandudewanata, ayah dari Prabu Yudistira dari negara Wanamarta.

Berkatalah Hyang Anantaboga,"Biarlah si Antarja menghadapi musuh dari Paranggumiwang, Werkudara bimbinglah puteramu ke medan laga". Prabu Saksadewa mati oleh Anantareja, prajurit Paranggumiwang, patih Kalasudarga, emban Saksadewi tak dapat pula menandingi Antarja, mati kesemuanya oleh putera Raden Arya Werkudara, Antareja. Seluruh istana besukacita merayakan kemenangan, Hyang Ananboga membawa cucunya Raden Anatareja kembali ke Saptapratala.
Baca SelengkapnyaAntarja Lahir

Popular Posts

Contact

Nama

Email *

Pesan *