Pada suatu saat kahyangan geger kena pengaruh Batara Kanekaputra, cucu Sang Hyang Nurrada yang sedang bertapa sambil menggenggam Cupu Retna Dumilah. Batara Guru segera memerintahkan para dewa untuk menghentikan tapa Sang Hyang Kanekaputra. Namun, para dewa gagal menunaikan tugas itu karena kalah sakti.
Akhirnya, terpaksa Batara Guru turun tangan. Sewaktu keduanya sedang berperang tanding, datang Sang Hyang Nurada melerai mereka. Diambil kese-pakatan, Batara Guru harus mengakui Kaneputra sebagai saudara tua, sedang Kanekaputra harus membantu tugas-tugas Batara Guru. Agar cucunya itu berhasil dalam tugasnya, Sang Hyang Nurrada lalu menyatu dengan Kanekaputra. Selanjutnya, Kane-kaputra lebih dikenal dengan nama Batara Narada.
Sesudah kesepakatan itu, ternyata Batara Guru masih menginginkan Cupu Retna Dumilah yang dipegang Kanekaputra. Cupu itu dimintanya, tetapi Kanekaputra tidak memberikannya, malahan membuang cupu itu jauh-jauh. Para dewa lalu berusaha menemukan cupu itu, sampai ke bumi lapis ketujuh yang dikuasai Sang Hyang Antaboga. Terjadi perang antara para dewa dengan Sang Hyang Antaboga. Para dewa kalah, dan kembali ke kahyangan.
Ketika para dewa sedang melaporkan kega-galannya pada Batara Guru, datanglah Sang Hyang Antaboga menghadap dan menyerahkan Cupu Retna Dumilah. Namun, sebelum cupu itu sampai ke tangan Batara Guru, para dewa telah lebih dahulu mem-perebutkannya, sehingga cupu itu jatuh, pecah menjelma menjadi seberkas cahaya indah berkemilau. Cahaya itu kemudian berubah ujud lagi menjadi tiga bidadari cantik, masing-masing bernama Dewi Widowati alias Tisnawati, Dewi Sri, dan Dewi Lokati alias Dewi Rumingrat. Walaupun mereka bertubuh tiga, tetapi berjiwa satu, yang kemudian disebut Hapsari Triwati.
Suatu ketika, Batara Guru memeriksa keadaan alam raya, didampingi istrinya, Dewi Uma. Mereka mengendarai Lembu Andini.
Saat senja itu tiba-tiba Batara Guru menyaksikan betis istrinya, langsung timbul birahinya. Batara Guru mengajak istrinya berolah asmara di punggung Lembu Andini. Dewi Uma menolak, padahal saat itu nafsu birahi Batara Guru sudah hampir sampai pada puncaknya. Maka jatuhlah kama benih dewa itu ke permukaan samudra.
Peristiwa ini menyebabkan mereka bertengkar hebat. Batara Guru mengutuk Dewi Uma menjadi raseksi (raksasa perempuan) dan diganti namanya dengan Durga, sedangkan Dewi Uma mengutuk suaminya sehingga bertaring.
Sementara itu kama benih Batara Guru yang jatuh di samudra menjelma menjadi makhluk ganas dan rakus, yang ujudnya mengerikan. Makhluk itu segera pergi ke kahyangan dan minta pada Batara Guru agar diakui sebagai anaknya. Tuntutan itu dipenuhi, dan makhluk itu diberi nama Batara Kala. Untuk mengurangi kerakusan Batara Kala, Batara Guru memotong taring anaknya dan dari dua taring itu diciptanya senjata ampuh: Kaladite dan Kalanadah.
Popular Posts
-
ADIPATI KARNA yang nama lengkapnya Basukarna, adalah putra Dewi Kunti/Dewi Prita --- Putri Prabu Basukunti, raja Negara Mandura, dengan B...
-
ARYA SETYAKI juga dikenal dengan nama Arya Wresniwara, yang berarti perwira dari suku Wresni. Sedangkan julukan Singamulangjaya, karena a...
-
PANCAWALA dalam cerita pedalangan Jawa dikenal sebagai putra tunggal Prabu Yudhistira/Puntadewa raja negara Amarta dengan Dewi Drupadi, p...
-
PUNTADEWA adalah putra sulung Prabu Pandudewanata, raja negara Astina dengan permaisuri Dewi Kunti, putri Prabu Basukunti dengan Dewi Dayi...
-
DEWI ERAWATI adalah putri sulung Prabu Salya raja negara Mandaraka dengan permaisuri Dewi Pujawati/Setyawati putri tunggal Bagawan Bagasp...
0 komentar:
Posting Komentar