Tampilkan postingan dengan label Ringkasan Cerita Wayang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ringkasan Cerita Wayang. Tampilkan semua postingan

Ringkasan cerita Mahabharata

Di dalam naskah berbahasa Sanskerta, Mahabharata disajikan sebagai cerita berbingkai (cerita di dalam cerita), dengan tiga narator: Ugrasrawa, Wesampayana, dan Sanjaya. Dari narasi Ugrasrawa disampaikan bahwa kisah Mahabharata pernah dituturkan oleh Wesampayana kepada Maharaja Janamejaya dari Hastinapura. Pada awalnya, sang maharaja gagal mengadakan upacara pengorbanan ular. Untuk melipur duka sang maharaja, murid Byasa yang bernama Wesampayana diminta untuk menuturkan kisah kejayaan leluhur sang maharaja, yaitu raja-raja India Kuno yang berada dalam satu garis keturunan, di antaranya: Pururawa, Yayati, Puru, Bharata, dan Kuru.

Cerita utama Mahabharata berpusat pada riwayat seratus Korawa dan lima Pandawa yang merupakan keturunan raja-raja tersebut di atas, dengan konflik utama yaitu perang saudara di Kurukshetra. Baik Korawa maupun Pandawa merupakan dua kelompok pangeran dari Dinasti Kuru yang tinggal di keraton Hastinapura, India Utara. 

Korawa merupakan putra-putra Dretarastra, sedangkan Pandawa merupakan putra-putra Pandu, adik Dretarastra. Meskipun Korawa merupakan putra-putra keturunan Kuru yang lebih tua, tetapi usia mereka semua termasuk Duryodana, Korawa sulung lebih muda daripada Yudistira, Pandawa sulung. Baik Duryodana maupun Yudistira mengeklaim sebagai pewaris takhta yang pertama. Pertikaian memuncak menjadi sebuah perang di Kurukshetra, yang dimenangkan oleh pihak Pandawa.

Kisah Mahabharata diakhiri dengan wafatnya Kresna, kehancuran klan-klan Yadawa, dan diangkatnya para Pandawa ke surga. Peristiwa tersebut juga diyakini dalam kepercayaan Hindu sebagai permulaan zaman Kaliyuga, yaitu zaman peradaban manusia yang keempat sekaligus terakhir; zaman ketika nilai-nilai yang mulia dan berharga mulai luntur, dan orang-orang cenderung berlaku dengan mengabaikan kebenaran, moralitas, dan kejujuran. 

Baca SelengkapnyaRingkasan cerita Mahabharata

Ilmu Sapta Tunggal

Raden Harjuna adalah seorang ksatria yang gemar ‘tapa ngrame’, selalu siap sedia menolong sesamanya yang membutuhkan, melindungi yang lemah, membela yang teraniaya. Ia senantiasa memperjuangkan kebenaran dan menentang yang durhaka. Maka tidak mengherankan, jika pada saat Sang Harjuna menyusuri jalan-jalan pedesaan, mereka berebut untuk menawarkan agar Harjuna berkenan singgah di rumahnya, untuk memberikan cunduk bunga melati, lambang dari cinta dan kasih sayang. Oleh karenanya bagi keluarga yang dikunjungi Harjuna menjadi berkah akan berkelimpahan.

“Hore! Hore! Hore! Sang Pekik datang, kita sambut dia, kita taburkan bunga mawar warna-warni. Ayo jongkok, ayo jongkok, jongkok. Beri sembah hormat kepadanya. Sang Pekik mampirlah di gubuk kami, mangga pinarak Raden, Raden Harjuna. Horeee!”

Suara suka-cita para kawula pedesaan yang terngiang di telinga berhenti seketika. Demikian pula suasana penuh kasih yang pernah singgah di sanubari lenyap tak berbekas. Ketika sang Harjuna melihat anjing kesayangannya tergeletak mati ditembus tujuh anak panah sekaligus. Yang ditinggal adalah sebuah kemarahan, yang semakin menjadi besar.

“Kurang ajar! Siapa yang berani menghina Harjuna, ayo keluarlah! Perang tanding melawan panengah Pandawa.”

Suasana hening sepi, tidak ada suara yang menanggapi tantangan Harjuna. Puntadewa cemas akan keadaan adiknya.

“Dinda Harjuna, mengapa jiwamu menjadi ringkih, engkau tidak dapat mengendalikan amarahmu ketika melihat panah luar biasa.”

“Karena anjing kesayanganku dibunuh.”

“Bukan Dinda Harjuna, bukan karena anjing kesayanganmu yang telah mati, tetapi karena pembunuhnya adalah orang yang sangat luar biasa dalam menggunakan senjata panah, melebihi kemampuanmu. Bukankah begitu Harjuna. Seharusnya engkau menjadari, bahwa di atas langit masih ada langit.”

“Kakanda Punta, bukankah langit di atasku adalah Bapa Guru Durna? Mungkinkah yang melakukan ini adalah Bapa Guru Durna? Karena hanya Bapa Guru yang mempunyai ilmu panah Sapta Tunggal yaitu melepaskan tujuh anak panah pada satu titik sasaran. Namun selama aku menjadi muridnya, Bapa Guru Durna belum pernah memberi contoh ilmu panah Sapta Tunggal sesempurna kali ini. Bapa Durna! Aku datang menghadap.”

Sembari membopong anjingnya yang telah mati, Harjuna diiring oleh Puntadewa, Bimasena, Nakula dan Sadewa menuju ke Padepokan Sokalima. Di balik rimbunnya pepohonan yang dilaluinya, ada dua pasang mata memandang tajam rombongan Pandawa. Mereka adalah Aswatama dan Anggraeni. Sejak Anggraeni dan Ekalaya tinggal di Sokalima, Aswatama menyarankan kepada mereka berdua agar selalu berusaha untuk tidak bertemu dengan murid-murid lain, baik itu para Pandawa atau para Kurawa. Dan saran Aswatama tersebut dipatuhi oleh Ekalaya dan Anggraeni. Demikian juga para cantrik padepokan selalu patuh kepada Aswatama, ikut merahasiakan kehadiran Ekalaya dan Anggraeni. Sehingga sampai memasuki tahun ketiga tidak ada seorang pun tahu bahwa di padepokan Sokalima ada seorang murid luar biasa yang melebihi murid-murid yang lain.

Kedahsyatan murid Sokalima yang tersembunyi ini, telah dirasakan oleh Harjuna. Diawali dari lolongan anjing pelacak yang sangat mengganggu laku semedi yang sedang dijalani, sehingga Ekalaya terpaksa melepaskan panahnya untuk menghentikan lolongan anjing yang ternyata adalah milik Harjuna.

Kedatangan Harjuna dan saudara-saudaranya disambut Pandita Durna dengan wajah berseri-seri. Maklumlah, Harjuna dan Bimasena adalah murid-murid kesayangan yang menjadi andalan Sokalima. Namun rupanya keceriaan wajah sang guru terhenti. Dahinya yang memang sudah keriput semakin keriput ketika ditatapnya Harjuna membawa anjing yang mati tertancap panah di dahinya dengan ilmu Sapta Tunggal.

Hatinya berdesir. Ia tahu siapa yang melakukannya, siapa lagi kalau bukan Ekalaya. Tetapi bagaimana jika Harjuna tahu tentang Ekalaya?

“Apakah Bapa Guru yang telah melakukan ini?”

Durna menggelengkan kepalanya

“Lalu siapa yang telah menguasai ilmu Sapta Tunggal, salah satu ilmu panah andalan Sokalima dengan sempurna?”

Durna berusaha untuk menyembunyikan nama Ekalaya terutama di hadapan Harjuna. Karena ia tahu jika Harjuna mengetahui bahwa ada murid Sokalima yang lebih pandai dibandingkan dirinya, akan fatal jadinya.

“Harjuna, akhir-akhir ini hutan di sekitar Sokalima sering didatangi pemburu asing, mungkin salah satu di antaranya yang telah melepaskan panah itu.”

“Ampun Bapa Guru, apakah ilmu Sapta Tunggal juga diajarkan di luar Sokalima?”

“Tidak Harjuna, tetapi ada ribuan ilmu memanah yang diajarkan di luar Sokalima. Dan bisa saja beberapa di antaranya mirip dengan ilmu Sapta Tunggal.” 


Baca SelengkapnyaIlmu Sapta Tunggal

Gatotkaca Kembar

Di kisahkan bahwa pandawa menerima wangsit untuk mempersiapkan wisuda senopati senopati perangnya untuk berperang dalam bharata yudha. sementara itu ada syarat yaitu membangun jalan dari kayangan ke tegal kurusetra untuk menjadi jalan para dewa yang akan menyaksikan perang bharata yudha. nah jalan dari kayangan itu akan melewati alas tunggulrono yang menjadi kawasan penguasa gatotkaca.

Siapa bisa menyelesaikan tugas itu akan diwisuda menjadi senopatinya para senopati dan akan menjadi senopati andalan pandawa dalam perang bharata yudha. tugas diserahkan kepada gatotkaca yang digadang gadang pendawa untuk memimpin barisan pandawa saat melawan kurawa. sementara itu gatotkaca mendapat mimpi buruk,dalam mimpinya dia hanyut dalam sungai yang airnya kotor(keruh)dan bisa bertahan dengan cara memegang akar pohon cendana. merasa ada sasmita tak baik gatotkaca segera pamitan untuk menghadap gurunya eyang seto.

Sementara di trajutisna sutedjo aka boma narakasura merasa geram mendengar pandawa akan menobatkan gatotkaca menjadi senopati. boma narakasura memang musuh bebuyutan gatotkaca. dia kemudian bertekad merebut pekerjaan membuat jalan tersebut dari tangan gatotkaca. maka kemudian dia berhasrat untuk mneminta bantuan ayahnya prabu kresna di kerajaan dwarawati. rombongan trajutisna dipimpin oleh boma narakasura, patih pancatnyono dan punakawan (bilung dan togog) berangkat menuju dwarawati bersama ratusan prajurit raksasa.

Sementara di ngamarta puntodewo mengutus antaredja ke dwarawati menjemput prabu kresna dan abimanyu ke pertapaan eyang abiyasa.tujuanya untuk menghadiri dan memebri restu saat pelantikan sneopati muda pandawa. maka berangkatlah abimanyu dan para punakawan (semar,gareng,petruk,bagong) ke pertapaan eyang abiyasa. sementara antaredja berangkat ke dwarawati.

Di keraton dwarawati kresna menerima rombongan trajutisna. sutedja meminta kresna menerima permintaan dirinya untuk mengambil alih tugas dari gatotkaca untuk membuat jalan dari kayangan ke tegal kurusetra. dengan harapan bahwa boma narkasura aka sutedja bisa diangkat menjadi senopati pandawa. kresna condong kepada keinginan anaknya. kemudian datanglah rombongan ngamarta dibawah pimpinan antaredja, yang meminta prabu kresna untuk datang ke ngamarta.merasa bahwa ayahnya akan mendukung pihak gatotkaca dengan hadir ke ngamarta, boma naraksura membuat geger dengan menolak permintaan antaeja dan mengajaknya keluar dari paseban ke alun alun.

Bomanarakasura meminta antaredja balik dan melapor bahwa ayahnya kresna menolak untuk dibawa ke ngamarta.antaredja menolak karena prabu kresna sendiri belummemberi keputusan menolak atau menerima. karena samasama ngotot terjadi pertempuran. dalamperkelahian pertama bomanarakasura jatuh terlentang terkena pukulan antaredja. setelah dibangunkan bilung dan togog boma narakasura maju dan berhasil menggigit antaredja dengan siyung saktinya, giliran antaredja yang terkapar.

Bilung dan togog menasehatkan agar sutedja mundur,karena antaredja memiliki upas yang sangat sakti,dan menjelaskan bahwa kakek sutedja bhatara naga raja masih punya hubungan saudara dengan kakek antaredja bhatara anantaboga. tapi sutedja ngotot melanjutkan perkelahan karena yakin menang. antaredja bangun dan menyemburkan bisanya. bomanarakasura jatuh bergelimpangan. sutedja lalu memanggil patih pancatnyono dan memerintahkan bala raksasa trajustisna mengeroyok antaredja.

Patih setyaki keluar memisahkan perkelahian, antaredja mau berdamai tapi pihak trajutisna ngotot. ahirnya setyaki menghajar bala tentara raksasa trajutisna. boma narakasura tidak terima dan gantian berkelahi dengan setyaki. setyaki menghajar bomanarakasura sampai di pisah oleh prabu kresna. pada bomanarakasura kresna berpesan untuk datang ke pertapaan kakeknya dari pihak ibu, naga raja dan meminta bantuan padanya.sementara sri kresna ikut antaredja ke ngamarta.

Sementara di pertapaan resi seto, gatotkaca menghadap resi seta. disana gatotkaca bercerita tentang tugasnya membuat jalan dari kayangan sampai tegalkuru setra dan meminta restu sang resi. resi seto memberikan restunya dan sekaligus membabarkan arti mimpinya gatotkaca. arti mimpi itu adalah bahwa dia akan difitnah oleh orang dekat yang masih saudara dengannya, untungnya gatotkaca bersikap satria dan ahirnya selamat.resi seto memberikan perlambang bahwa yang bakal menghalanginya adalah orang yang menjadi musuh gatotkaca dalam lakon pecahnya topeng wojo.

Gatotkaca kemudian merasa bimbang mengetahui bahwa musuhnya adalah bomanarakasura dan berniyat melabraknya tapi dilarang resi seta.dia diutus untuk datang kengamarta karena dalam penglihatan resi seta,ngamarta kemasukan penyusup yang mempunyai sikap angkara murka.resi seta berjanji untuk mengikutidrai belakang dan memberikan pengawasan serta perlindungan kepada gatotkaca.

Gatotkaca meminta sifat kandel berupa ilmu tambahan kepada resi seta. gatotkaca meminta ilmu brajamusti, dan diberikan oleh resiseta dengan syarat syarat antara lain,mandi di 7 tempuran sungai, bersabar kepada segala mahluk, dan puasa ngalong mutih mbisu selama 40 hari plus menjauhi wanita selama dalam laku. halini disanggupi oleh gatotkaca.

Gatotkaca setelah menerima aji brajamusti pun undur diri kembali ke ngamarta. resi seta lalu mempunyai kehendak menguji mental muridnya gatotkaca. resi seta berubah malih rupa jadi cewek dan menggoda gatotkaca. untung gatotkaca yang digoda dapat bertahan,maka luluslah ujian gatotkaca. dan gatotkaca melanjutkan perjalanan ke ngamarta diikutin dari belakang oleh resiseta.

Alkisah di pertapaan eyang bhatara naga raja, kedatangan tamu cucunya raja trajutisna bomanarakasura. disana ada juga pertiwi istri kresna sekaligus ibu boma naraksura dan anak naga raja. bomanarakasura mengaturkan maksud kedatanganya. pertama kalinya bhetara naga rajamenolak permintaan cucunya dan menasehati supaya cucunya kembali ke jalan yang bener. tapi sutedja memaksa dan mengancam bunuh diri jika ditolak, pertiwi ibunya lalu mendukung kemauan anaknya dan berpamitan pada ayahnya untuk memebrikan bantuan kepada anaknya. ayahnya naga raja ahirnya menyetujui memberi bantuan setelah didesak anak dan cucunya.lalu naga raja yang berbentuk ular besar ini berubah wujud menjadi raja gagah berjuluk prabu slih warna supaya tidakdikenali dalam menolong cucunya mencapai cita citanya.maka bergeraklah rombongan trajutisna menuju alas tunggulrono untuk mulai membabat alas dan membuat jalan.

Di jalan, togog dan mbilung tahu bahwa naga raja menyamar, mereka menasehati naga raja untuk tidak meneruskan kelakuanya,tapi naga raja tetep berniyat terus membantu menolong anakny dan cucunya.anaknya pertiwi disuruh untuk bertapa dipantai dengan pesan jangan pulang jika belum mendengar kabar gatotkaca mati. di alas tunggulrono pasukan trajutisna bertemu gatotkaca dan perkelahian terjadi. gatotkaca berhasil memukul mundur balatentara trajutisna, sampai ahirnya prabu silih warna maju. dalam perang melawan prabu silih warna gatotkaca terlempar setiap kali terbang melewati kepala prabu silih warna.sampai ahirnya gatotkaca terlempar jauh kebelakang dan bertemu gurunya eyang seta.eyang seta dengan kewaskitaanya tahu bahwa yang dihadapi gatotkaca adalah dewa, maka eyang seta masuk ke tubuh gatotkaca dan ikut maju perang.

Kali ini prabu silih warna bisa dikalahkan, dan ahrnya pasukan trajutisna dimundurkan sementara. resi seta keluar dari wadag gatotkaca dan menyuruh gatotkaca meneruskan perjalanan ke ngamarta. sementara di pertapaan eyang abiyasa abimanyu dan punakawan telah sampai. eyang abiyasa memberikan suatu lamat atau perlambang bahwa akan terjadi peristiwa yang buruk terhadap abimanyu dan ngamarta. abimanyu dan punakawan disuruh segera kembali ke ngamarta.

Dijalan abimanyu bertemu denganbalatentara trajutisna, perang terjadi dan raksasa banyak yang tewas. tapi karena ketetapan dewata maka sekalipun sehari mati 7kali ada ketetepan bahwa raksasa raksasa trajutisna baru bisa mati jika tuannya sutedja aka bomanarakasura mati. maka setelah dibunuh raksasa itu hidupkembali dan berlarian kocar kacir meninggalkan abimanyu dan para punakawan.

Didalam hutan tunggul rono abimanyu bertemu gatotkaca, dan disitu gatotkaca membunuh abimanyu. abimanyu tak mau melawan dan tewas di tangan gatotkaca. punakawan kebingungan dan membawa mayat abimanyu ke istana ngamarta. di istana gatotkaca telah hadir bersama dengan para pandawa, prabu kresna juga ada dan baru berucap kata kata. prabu kresna mengusulkan agar mulai saat itu di ngamarta diadakan hukuman mati.puntodewo dan para pandawa menyetujui.

Suasana kaget ketika punakawan masuk dan membawa mayat abimanyu. pandawa kaget dan menanyakan siapa yang membunuh abimanyu.petruk menjawab yang membunuh adalah gatotkaca. kresna meminta gatotkaca dihukum mati atas kesalahanya. bimamarah dan menusukan kuku pancanaka ke tubuh gatotkaca dan melemparkanya ke angkasa. sadewa yang paling cerdik daripandawa mendekati petrukdan berkata bahwa petruk salah dalam melapor, dia yakin bahwa yang membunuh abimanyu bukan gatotkaca.

Sadewa lalu menemui resi seta dan menceritakan segalanya. resi seta lalu membuat rencana menangkap naga raja. dikisahkan naga raja yang berubah menjadi prabu silih warna kaget karena ada gatotkaca muncul dihadapanya. ternyata itu adalah anaknya raden pratiwi anggono adik dewi pratiwi. rupanya sri kresna sudah membuat rencana agar pratiwi anggono menyamar menjadi gatotkaca dan membunuh abimanyu ketika kresna masuk ngamarta untuk minta diadakan hukuman manti.

Abimanyu dibuang kelaut karena kresna mngaku kembang wijaya kesumanya hilang dan tak bisa menghidupkan kembali putra pandawa itu. sementara mayat gatotkaca jatuh di tempat nagaraja dan pratiwi anggono bertemu. karena kaget maka buta trajutsina menusuk nusuk tubuh gatotkaca dengan senjata.bukanya matimalah bangun dan melihat ada gatotkaca palsu, maka seketika ada gatotkaca kembar di tempat itu. gatotkaca berperang melawan gatotkaca.

Resi seta dan punakawan sampai di tempat kejadian.resi seta meringkus naga raja, dan gatotkaca asli meringkus gatotkaca palsu yang berubah wujud menjadi wujud aslinya raden pratiwi anggono. mereka dibawa ke ngamarta untuk diadili. sementara di tengah laut tubuh abimanyu dimainkan gelombang dan sampai ke tempat dewi pratiwi. dewipratiwi lalu menyembuhkan luka abimanyu dan bertekad menuntut gatotkaca.

Kraton ngamarta gempar, meua terbongkar, ahirnya naga raja dan pratiwi anggono dilepas karena abimanyu ditolong oleh dewipratiwi.sementara kresna diminta untuk membantu gatotkaca merampungkan tugansya bersama seluruh kekuatan naga raja, pratiwi anggono, dan balatentara trajutisna.dan kresna pun menyanggupi tugas tersebut.

Baca SelengkapnyaGatotkaca Kembar

Kelahiran Arjuna

 Dikisahkan Prabu Basudewa, raja Mandura sedang duduk di atas singhasana, dihadap oleh Raden Ugrasena, Raden Arya Prabu Rukma dan Patih Saragupita. Mereka membicarakan keinginan Dewi Badraini, isteri raja yang minta dicarikan Kidangwulung. Oleh karena itu raja ingin pergi ke hutan Tikbrasara untuk mencari Kidangwulung. Mereka lalu bubaran, bersiap-siap menghantar keberangkatan raja.

Raja Basudewa menemui Dewi Mahendra dan Dewi Badraini, untuk memberi tahu tentang rencana kepergiannya ke hutan Tikbrasara. Raja bersemadi dan berkemas akan pergi berburu. Arya Prabu Rukma, Arya Ugrasena dan patih Saragupita memimpin perajurit pengawal raja. Ugrasena tinggal di negara menjaga keamanan istana.

Di hutan Bombawirayang, Dewi Maherah dihadap oleh Suratimantra, abdi Kepetmega Togog dan Sarawita. Mereka membicarakan perihal kerisauan Dewi Maherah karena kematian Gorawangsa dan bayi dalam kandungannya. Ia minta dicarikan Waderbang Sisik Kencana (Ikan badar merah bersisik emas), pusaka kerajaan Mandura yang diperoleh sejak kelahiran Kakrasana. Suratimantra minta diri bersama Togog, lalu menghimpun perajurit dan menuju ke negara Mandura. Kemudian perajurit raksasa bertemu dengan perajurit Mandura. Terjadilah pertempuran. Perajurit raksasa menyimpang jalan.

Bagawan Abiyasa dihadap oleh Pandu, Yamawidura, Patih Kuruncana dan Kunthi. Kunthi mengajukan permohonan supaya dicarikan Kitiran Seta (Baling-baling Putih) sebagai syarat kelahiran bayi kandungannya. Pandhu ditugaskan untuk mencarikannya. Pandhu segera minta diri. Di tengah perjalanan Pandu bertemu dengan Suratimantra, lalu terjadi perkelahian. Suratimantra menyimpang jalan.

Pandu datang di Karangdhempel, disambut oleh Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Pandhu mengajak para panakawan pergi mencari Kitiran Seta. Mereka berangkat meninggalkan Karangdhempel. Perjalanan mereka masuk ke hutan. Seekor harimau datang menghadangnya. Terjadilah perkelahian antara harimau dengan Pandhu. Harimau musnah dan menjelmalah Dewa Kamajaya. Pandhu menghormat, Kamajaya memberitahu bahwa Kitiran Seta dimiliki oleh Ditya Kalapisaca yang tinggal di Krendhasara. Dewa Kamajaya kembali ke Suralaya. Pandhu dan Panakawan menuju ke Krendhasara.

Raja Basudewa, Arya Prabu dan Patih Saragupita berada di tengah hutan Tikbrasara. Mereka berunding tentang usaha menghalau binatang supaya masuk ke Pagrogolan. Perajurit beramai-ramai menghalau binatang buruan. Banyak binatang terperangkap dalam Pagrogolan, antara lain Kidangwulung. Kemudian Kidangwulung dibawa pulang ke negara Mandura.

Suratimantra berhasil masuk ke taman Randhugumbala di negara Mandura, dan berhasil mencuri Waderbang Sisik Kencana, lalu dibawa ke hutan Bombawirayang

Suratimantra dan Togog menghadap Dewi Maherah. Waderbang Sisik Kencana diserahkan kepada Dewi Maherah. Tak beberapa lama bayi dalam kandungan Dewi Maherah lahir dan diberi nama Kangsa. Kangsa dibawa oleh Suratimantra, agar diakui anak oleh raja Basudewa. Suratimantra dan Kangsa berangkat ke Mandura.

Disebuah gua di hutan Krendhasara tinggalah sepasang raksasa dan raseksi bernama Ditya Pisaca dan Pisaci tinggal di gua. Ditya Pisaci bercerita kepada Kala Pisaca, suaminya, bahwa semalam ia bermimpi kehilangan sebelah matanya. Tiba-tiba datang raja Pandu bersama panakawan, dan minta Kitiran Seta kepada Kala Pisaca. Kala Pisaca mempertahankan Kitiran Seta, terjadilah perkelahian. Kala Pisaca kalah, Pandu berhasil membawa Kitiran Seta, dibawa pulang ke Ngastina. Petruk diminta membawanya. Raja Basudewa, Pandhu dan Arya Prabu kembali ke kerajaan Mandura.

Bagawan Abyasa, Yamawidura, Kunthi, Madrim, Puntadewa dan Bima sedang di istana. Mereka menanti kehadiran Pandhu. Tak lama kemudian Petruk utusan Pandu datang menyerahkan Kitiran Seta, dan memberi tahu, bahwa raja Pandu sedang mengantar raja Basudewa ke Mandura.

Kunthi yang sedang hamil tua menerima kitirn seta, dan kemudian lahirlah bayi didalam kandungan. Mereka yang ada di ruangan itu gugup dan bingung, Bima kemudian membawa bayi yang sedang lahir ke Mandura menyusul Pandu. Begawan Abyasa dan Petruk mengawal dari belakang.

Ugrasena menghadap Dewi Mahendra dan Dewi Badraini. Mereka menanti kedatangan raja Basudewa. Kemudian datang raja Basudewa, Pandu dan Arya Prabu. Merela membawa Kidangwulung , seperti yang diminta Dewi Badraini. Kidangwulung diberikan kepada Dewi Badraini, tak lama kemudian lahirlah bayi di dalam kandungannya. Bayi tersebut lahir perempuan dan diberi nama Sumbadra.

Bima datang membawa bayi, Bagawan Abyasa dan Petruk mengikutinya. Bayi diserahkan kepada Pandu. Pandhu menerima, bayi diberi nama Parmadi. Bagawan Abyasa memberi nama Palguna. Bima memberi nama panggilan Jlamprong.

Bayi perempuan sembadra dan bayi laki-laki Parmadi dipangku oleh raja Basudewa. Sumbadra pada paha kiri dan Parmadi pada paha kanan. Basudewa berkata, kedua bayi ditunangkan, kelak supaya hidup sebagai suami isteri dan menurunkan raja besar.

Tiba-tiba datang Suratimantra membawa bayi bernama Kangsa. Suratimantra memberi tahu, bahwa bayi itu anak Dewi Maherah. Bagawan Abyasa menyuruh agar Suratimantra bersama bayi Kangsa menungu di alun-alun. Raja Basudewa menolak penyerahan bayi itu. Raja Basudewa ingat bahwa bayi itu anak dari Dewi Maherah isterinya dengan Gorawangsa.

Maka diutuslah Ugrasena untuk datang di alun-alun, memberi tahu, bahwa raja tidak mau menerima Kangsa sebagai putra raja. Suratimantra marah dan terjadilah perkelahian. Suratimantra tidak mampu melawan, Kangsa membelanya. Semua kalah oleh perlawanan Kangsa. Raja Basudewa terpaksa mau mengakui Kangsa sebagai anak, dan diberi tempat tinggal di Sengkapura. Suratimantra ditugaskan untuk mengasuhnya. Suratimantra memberi nama Kangsadewa.

Perajurit Bombawirayang mengira Suratimantra dan Kangsa mati di Mandura. Mereka berbondong-bondong menyerang negara Mandura. Bima ditugaskan melawan serangan musuh, dan berhasil baik. Musuh telah lenyap.

Setelah negara menjadi aman, mereka sidang di istana. Raja Basudewa cemas dan khawatir bahwa Kangsa yang sakti akan menguasai kerajaan dan mengkhawatirkan kedua putranya yang akan menjadi sasaran ambisi Kangsa. Bagawan Abyasa menyarankan agar dua putra raja disembunyikan ke Widarakandang. Raja setuju, agar kedua putranya yang bernama Kakrasana dan Narayana terhindar dari ancaman pembunuhan Kangsa, mereka berdua dititipkan kepada Nyai Sagopi dan Ki Antagopa di Widarakandhang.

Raja Basudewa mengadakan pesta, menjamu para tamu yang hadir di istana Mandura.

Baca SelengkapnyaKelahiran Arjuna

Kelahiran Bima

Raja Dhestharata dihadap oleh Arya Suman dan Patih Sanjaya. Mereka membicarakan anak Pandhu yang lahir, tetapi masih berada dalam bungkus. Bayi berbungkus itu diasingkan ke hutan Krendhawahana. Konon Premadi telah diutus menghadap Bagawan Abiyasa untuk minta pertolongan agar bayi segera keluar dari bungkus. Dhestharata minta agar Arya Suman dan Warga Korawa berusaha ikut memecahkan bungkus. Setelah pertemuan selesai Dhestharata masuk ke istana, memberi tahu kepada permasuri tentang bayi anak Pandhu.

Arya Suman menjumpai para Korawa dan bercerita tentang bayi bungkus. Ia diperintah raja untuk membantu memecahkannya. Dursasana usul agar bayi dalam bungkus dibunuh saja, dengan dalih pura-pura menolongnya.

Kala Dahana raja Batareta dihadap oleh Patih Kala Bantala, Kala Maruta, Kala Ranu dan abdi perempuan bernama Kepet Mega. Raja bercerita tentang mimpinya. Dalam mimpi raja bertemu dengan Citrawarsiti putri raja Karentegnyana di Tasikmadu. Raja Kala Dahana ingin memperisteri putri itu, lalu mengutus Patih Kala Bantala untuk menyampaikan surat lamaran. Patih Kala Bantala segera minta diri, berangkat ke Tasikmadu. Para perajurit raksasa ikut menyertainya. Di tengah perjalanan perajurit raksasa itu bertemu dengan perajurit Korawa. Maka terjadilah perselisihan, mereka bertempur. Perajurit Batareta menyimpang jalan, menghindari perang.

Premadi menghadap Bagawan Abiyasa, ia menanyakan peri hal kakaknya yang masih tinggal di dalam bungkus. Bagawan Abiyasa memberitahu, bahwa bayi dalam bungkus segera akan lahir. Premadi diwejang oleh Sang Bagawan, kemudian disuruh pergi ke hutan Krendhawahana. Premadi minta diri, lalu berangkat ke hutan. Para panakawan menyertainya. Di tengah perjalanan Premadi dihadang oleh beberapa raksasa. Terjadilah perkelahian, raksasa berhasil dikalahkan oleh Premadi.

Bathara Guru dihadap oleh Dewi Uma, Bathara Narada dan beberapa dewa lainnya. Bathara Narada memberi tahu, bahwa gara-gara terjadi karena seorang bayi dalam bungkus, yang tergolek di hutan Krendhawahana. Bathara Guru minta agar Bathara Narada mengajak Gajahsena turun ke Marcapada, membantu kelahiran bayi bungkus. Bathara Narada dan Gajahsena turun ke Marcapada.

Bathara Narada dan Gajahsena tiba di hutan Krandhawahana. Gajahsena diminta untuk memecah bungkus bayi. Bayi dalam bungkus dibanting, maka tiba-tiba dari dalam bungkus larilah seorang anak dewasa lengkap dengan dengan busana dan nampak gagah perkasa. Gajahsena mengejar dan berulang-ulang membanting anak itu, tetapi tidak hancur, bahkan semakin kuat.

Si bocah yang baru pecah dari bungkusnya merasa teraniaya hidupnya oleh Gajah Raksasa yang bernama Gajah Sena. Maka anak tersebut kemudian berusaha melawan Gajah Sena. Gajah Sena dibanting dan hancur, musnah dan menyatu dengan anak sakti itu, lalu diberi nama Bratasena. Oleh Narada, Premadi dan Bratasena disuruh kembali ke Ngastina.

Bathara Narada membawa bungkus bayi ke Banakeling, ditaruh di atas batu rata. Bungkus bayi diambil oleh raja Sempani, dan dicipta menjadi bayi. Selanjutnya bayi diberikan kepada Dewi Nandhi, isteri raja Sempani. Seketika payudara Dewi Nandhi keluar air susu untuk menyusui bayi itu. Maka bayi diberi nama Tirtanata. Bayi dimandikan dengan Banyu Gege. Seketika menjadi remaja. Tirtanata bertempat tinggal di Banakeling dan mendapat sebutan Jayadrata.

Kala Bantala telah menghadap raja Karentegnyana di kerajaan Tasikmadu. Surat lamaran diserahkan kepada raja. Raja menolak lamaran raja Batareta, Kala Bantala meninggalkan kerajaan Tasikmadu, dan mengancam kelak akan kembali untuk menyerangnya.

Patih Mandanasraya usul agar raja Tasikmadu minta bantuan kepada raja Ngastina. Raja mencari bantuan, Citrawarsita ditugaskan ke Ngastina.

Patih Kala Bantala melapor kepada raja Kala Dahana, bahwa lamarannya ditolak. Kala Dahana marah, lalu menyiapkan perajurit untuk menyerang negara Tasikmadu dan Ngastina.

Pandu menyambut kedatangannya para Korawa dan Arya Suman. Arya Suman berkata, bahwa kedatangannya disuruh Dhestharata untuk membantu memecahkan bayi nungkus. Tengah mereka berbincang-bincang Premadi dan Bratasena datang. Premadi bercerita tentang pecahnya Bungkus, yang sekarang isi bungkus itu telah ikut menghadap Pandhu. Pandhu merasa bahagia dan senang hati. Arya Suman dan Korawa kecewa, da iri melihat Bratasena yang gagah perkasa itu.

Citrawasesa datang, memberitahu tentang perajurit raksasa dari Bataretayang menyerang Tasikmadu. Pandhu diminta membantunya, lalu menawarkan kepada Bratasena. Bratasena menyanggupinya, lalu berangkat ke Tasikmadu bersama Citrawasita. Premadi minta diijinkan untuk membantu Bratasena. Mereka berangkat ke Tasikmadu, para Korawa minta ijin kembali ke Gajahoya.

Kala Dahana dan perajurit raksasa menyerang negara Tasikmadu. Bratasena dan Premadi menahan serangan musuh itu. Kala Dahana, Kala Bantala, Kala Maruta dan Kala Ranu mati terbunuh oleh Bratasena. Sukma mereka menyatu dengan Bratasena.

Premadi berhasil memusnahkan perajurit raksasa. Perang pun selesai, negara Tasikmadu aman dan damai. Raja Karentegnyana berjanji, kelak akan membantu Pandhawa bila terjadi perang besar.

Pesta kemenangan diadakan di negara Tasikmadu. Keluarga Ngastina diundang untuk ikut berpesta menyambut serta merayakan kemenangan Bratasena dalam memusnahkan musuh yang menyerang Tasikmadu. 

Baca SelengkapnyaKelahiran Bima

Kelahiran Pandhawa

 Pandhu dinobatkan menjadi raja oleh Bhisma. Ia naik tahta kerajaan untuk melindungi dunia. Negara disekitarnya takluk kepadanya, antara lain negara Magada, Matila, Kasi, Sukma dan Swendra.

Selama menjadi raja Pandhu pernah berburu di hutan yang terletak di gunung Himawan. Kunti dan Madri mengikutinya. Waktu berburu raja melihat kijang jantan dan betina sedang bercumbu-cumbuan. Kijang jantan itu jelmaan Begawan Kindhama yang ingin mencintai kijang betina berwarna putih dan cantik. Kijang yang sedang berwawanasmara itu dipanah oleh Pandhu. Kedua kijang terkena anak panah, musnah bersama. Kemudian didengar suara kutukan. Dikatakan Pandhu amat kejam, tidak menaruh belas kasihan kepada kijang yang sedang bercumbu-cumbuan. Pandhu akan menderita susah, akan mati bila berwawanasmara dengan istrinya. Tetapi Pandhu tidak berdosa meskipun telah membunuh barahmana, sebab ketika dibunuh Kindhama berwujud binatang.

Pandhu menjadi susah, lalu bercerita kepada kedua isterinya Kunti dan Madri ikut menangis dan ikut bersedih hati. Mereka berdua disuruh kembali ke istana, mengikuti Bhisma dan Widura, supaya memberitahu kepada Dhestarastra, Ambika dan Ambalika. Sedangkan Ia akan hidup bertapa. Kedua isteri tidak mau kembali ke negara, mereka mengikuti Pandhu hidup di pertapaan. Mereka melepas pakaian kebesaran dan mengenakan pakaian kulit kayu, menyusuri gunung Nagasthagiri, Citraratawahana, asrama Nagasthama, Indradyumna, Hangsakuta, berakhir di Saptarengga.

Pandhu dan dua isterinya tinggal di Saptarengga. Pada suatu ketika Kunti dipanggil, diberi ajaran masalah darma. Bertapa itu darma, tetapi tidak akan kembali ke sorga. Hasil tapa tidak akan dinikmati oleh orang yang tidak beranak. Maka Pandhu berkesimpulan bahwa tapa mereka tidak berguna, karena mereka tidak beranak.

Pandhu bercerita tentang Saradandayani yang dianugerahi anak karena mengadakan korban mohon anak. Cerita Badra isteri maharaja Wyusitaswa yang rajin memohon karunia anak, yang kemudian mendapat empat anak. Cerita tentang Bagawan Udalaka yang isterinya ditarik tangannya oleh seorang tamu, karena tamu itu tertarik kecantikan isteri tuan rumah. Anak Bagawan Udalaka marah, karena ibunya ditarik laki-laki tamu. Anak Udalaka yang bernama Swetaketu mengutuk dan membuat larangan bagi laki-laki yang mengambil wanita yang masih setia kepada suaminya. Laki-laki yang mengambil isteri orang lain akan mendapat malapetaka. Tetapi seorang isteri yang menurut darma tidak beranak boleh berusaha memperoleh anak, itu tidak mendatangkan sengsara, karena memperoleh anak itu menurut darma.Mendengar cerita Pandhu itu, Kunthi berkesimpulan, bahwa suaminya akan setuju bila ia berupaya untuk beranak. Ia lalu berkata, bahwwa sejak berguru kepada Begawan Durwasa ia mendapat anugerah ilmu bernama Adityahrdaya. Ilmu tersebut dapat untuk menghadirkan dewa yang mau menganugerahi anak. Maharaja Pandhu senang dan menyetujui usaha isterinya dengan menggunakan ilmu itu.

Pertama Pandu meminta Kunti agar mendatangkan dewa Dharma, agar dikaruniani anak yang mengerti kepada darma. Kunti mengucapkan ilmunya, maka datanglah dewa Dharma. Kunthi mengandung, kemudian melahirkan anak dan diberi nama Yudhisthira. Selanjutnya diminta menghadirkan dewa Bayu, agar memberi anak yang sakti. Kunthi hamil, dan ketika lahir bayi dipangkunya, tiba-tiba datang harimau dari belukar. Kunthi lari, bayi jatuh di batu karena lepas dari pangkuan Kunthi. Batu hancur, pandhu kagum, bayi diberi nama Bimasena. bersamaan dengan kelahiran Bimasena, Gendari mempunyai anak Duryodhana. Usaha yang ketiga, Kunthi mendatangkan dewa Indra. Kunthi hamil. Kemudian lahir bayi yang kemudian dinamai Arjuna. Sewaktu Arjuna lahir, Pandhu berkata kepada Kunti, bahwa anaknya akan sakti dan mempunyai keberanian seperti Arjunasasrabahu.

Madri minta agar diusahakan beranak juga. Atas persetujuan Kunthi, mereka mendatangkan dewa. Yang hadir adalah Aswino, dewa kembar. Madri hamil dan melahirkan anak kembar, diberi nama Nakula dan Sahadewa.


Baca SelengkapnyaKelahiran Pandhawa

Pandawa Lahir di Hutan

Di kisahkan , Pada suatu hari Raja Pandu pergi berburu di hutan. Di dalam hutan itu ada seorang resi yang sedang asyik bercengkerama dengan istrinya dan menyamar sebagai sepasang kijang. Pandu yang melihat sepasang kijang itu tidak menyangka bahwa mereka adalah jelmaan seorang resi dan istrinya. Dia mengangkat panahnya, membidik mereka. Dan... meluncurlah anak panah dari tangan Pandu, melesat cepat, tepat menancap pada tubuh si kijang jantan.

Kijang itu jatuh terguling. Luka berdarah-darah. Dalam keadaan sekarat, kijang jantan itu berubah menjadi resi dan mengucapkan kutuk-pastu terhadap Pandu, “Hai, lelaki penuh dosa, rasakan kutukanku. Engkau akan menemui ajalmu sesaat setelah engkau menikmati olah asmara dengan istrimu.” Setelah melontarkan kutukannya, resi itu menghembuskan napas yang penghabisan.

Pandu sungguh kaget mendengar kutukan sang resi. Dengan perasaan putus asa ia memikirkan akibat kutukan itu. Akhirnya ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari kerajaan dan menyerahkan semua urusan kerajaan kepada Bhisma dan Widura. Pandu memutuskan untuk hidup mengembara di hutan bersama kedua istrinya untuk menyucikan diri dengan bersamadi dan bertapa. Dewi Kunti sedih melihat suaminya terkena kutukpastu.Ia tahu, sebenarnya suaminya ingin sekali mempunyai keturunan tetapi tak kuasa mewujudkannya karena kutukan itu. Sebagai istri yang mencintai dan setia kepada suaminya, ia merasa wajib menolong Pandu. Karena itu ia menceritakan rahasia mantra gaib yang diterimanya dari Resi Durwasa.

Pandu mendesak kedua istrinya untuk menggunakan mantra itu guna memanggil dewa-dewa dari kahyangan. Dewi Kunti dan Dewi Madri menyanggupi permintaan suami mereka. Bersama-sama mereka mengucapkan mantra itu dan memohon agar mereka dikaruniai anak.

Demikianlah yang terjadi. Kedua istri Pandu mengucapkan mantra dan permohonan mereka dikabulkan. Lima dewa turun dari kahyangan menemui kedua wanita itu.

Kemudian, dengan cara gaib Dewi Kunti melahirkan tiga putra dan Dewi Madri melahirkan putra kembar. Kelima putra itu dibesarkan di tengah hutan dalam asuhan orangtua mereka, dibantu para resi dan para pertapa di hutan itu.

Putra Dewi Kunti yang tertua diberi nama Yudhistira, artinya ‘yang teguh hati dan teguh iman di medan perang’. Putra ini lahir sebagai titisan Batara Dharma, Dewa Keadilan dan Kematian, dan disegani karena keteguhan hatinya, rasa keadilannya, dan keluhuran wibawanya.

Putra kedua diberi nama Bhima atau Bhimasena, terlahir dari Batara Bayu, Dewa Angin. Bhimasena disegani sebagai penjelmaan wujud kekuatan yang luar biasa pada manusia.

Ia dilukiskan sebagai orang yang pemberani dan berperilaku kasar, tetapi berhati lurus dan jujur. Putra ketiga diberi nama Arjuna, terlahir dari Batara Indra, Dewa Guruh dan Halilintar. Arjuna, yang berarti ‘cemerlang, putih bersih bagaikan perak’ disegani sebagai penjelmaan sifat-sifat pemberani, budi yang luhur, dermawan, lembut hati dan berwatak kesatria dalam membela kebenaran dan kehormatan. Putra kembar Dewi Madri diberi nama Nakula dan Sahadewa dan terlahir dari Dewa Aswin yang kembar, putra Batara Surya, Dewa Matahari. Putra kembar itu melambangkan keberanian, semangat, kepatuhan, dan persahabatan yang kekal.

Kehidupan di alam bebas di dalam hutan itu memberi pengaruh sangat besar dan mendalam bagi pertumbuhan jiwa dan raga putra-putra Pandu yang disebut Pandawa.

Kelak, setelah mereka dewasa, kelima putra itu akan memegang peranan penting dalam sejarah dan membuat seisi dunia kagum. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Kehidupan di dalam hutan sangat tenang.

Pohon-pohonan dan bermacam-macam binatang hidup damai bersama manusia yang menghuni hutan itu. Mereka bagaikan satu keluarga besar yang hidup selaras dengan alam. Memang demikianlah seharusnya, karena Yang Maha Kuasa telah menciptakan alam semesta seisinya dengan tatanan yang adil bagi setiap makhluk ciptaanNya.

Pada suatu pagi di musim semi yang indah, Pandu dan Dewi Madri duduk termangu memikirkan kutukan yang membuat mereka sengsara. Mereka sedih merasakan gairah asmara yang terpendam dan tak mungkin tersalurkan, padahal alam di sekitar mereka sedang mengenakan busananya yang terindah. Bunga-bunga bermekaran menaburkan keharuman yang semerbak, burung-burung berkicau riang dan aneka margasatwa bercengkerama memuaskan nafsu berahi dalam udara musim semi yang segar.

Pandu memandang sekelilingnya, kemudian menatap Dewi Madri yang jelita. Terpengaruh oleh keindahan alam dan suasana musim semi yang penuh gairah, ia lupa diri.Dengan penuh gairah ia memeluk Dewi Madri dan mencumbunya. Dewi Madri berusaha menolaknya, tapi tak kuasa. Mereka segera tenggelam dalam olah asmara yang

menggebu-gebu. Tetapi... tiba-tiba Pandu roboh dan seketika itu juga menghembuskan napas yang penghabisan.

Kutuk-pastu, yang dilontarkan resi yang menjelma dalam rupa kijang yang mati dipanah oleh Pandu, menunjukkan kesaktiannya.

Dewi Madri sangat sedih, lebih-lebih karena ia merasa berdosa dan bertanggung jawab atas kematian Pandu. Ia segera menghadap Dewi Kunti, memohon agar wanita itu bersedia mengasuh anak-anaknya sebab ia akan menyusul suaminya dengan melakukan satya. Tak ada yang dapat mencegahnya. Dewi Madri melakukan satya dengan menerjunkan diri ke dalam api pembakar jenazah suaminya.

Para resi dan para pertapa yang iba melihat Dewi Kunti dan anak-anaknya kemudian mengantarkan mereka ke Hastinapura. Ketika itu Yudhistira, sulung di antara para Pandawa, baru berusia belasan tahun. Sampai di Hastinapura, rombongan itu menghadap Bhisma. Para resi dan pertapa itu mengabarkan mangkatnya Raja Pandu dan menyerahkan Dewi Kunti dan kelima putra Raja Pandu ke dalam asuhan Bhisma. Mendengar kabar itu, seisi kerajaan berkabung. Widura, Bhisma, Wyasa, dan Dritarastra kemudian melaksanakan upacara persembahyangan untuk mendoakan arwah Raja Pandu yang manunggal paratman kekal abadi

Bagawan Wyasa berkata kepada Satyawati, nenek Raja Pandu, “Masa lampau telah berlalu bersama suka dukanya, tetapi masa depan akan datang membawa kedukaan yang lebih menyakitkan. Dunia ini telah memikul kegairahan orang muda yang terbuai mimpi-mimpi. Sekarang dunia akan memasuki jaman yang penuh dosa, kepahitan, kesedihan, dan penderitaan. Tak ada yang bisa menghindarinya.

Waktu terus berjalan, menyusuri garis takdirnya. Engkau tak usah menunggu untuk menyaksikan semua malapetaka yang akan menimpa anak keturunanmu. Akan lebih baik bagimu jika kau meninggalkan Hastinapura dan melewatkan hari-harimu dengan bersamadi dan bertapa di dalam hutan.”

Satyawati menerima nasihat Bagawan Wyasa. Bersama Ratu Ambika dan Ratu Ambalika, ia pergi ke hutan. Ketiga ratu yang telah lanjut usia itu melewatkan hari-hari mereka dengan bersamadi dan menyucikan diri serta berdoa agar anak keturunan mereka terhindar dari malapetaka. Itulah yang mereka lakukan, hari demi hari, bulan demi bulan, sampai mereka mencapai moksha.

Baca SelengkapnyaPandawa Lahir di Hutan

Gandamana Gugur

Gandamana mengeluh lirih. Pusaka pancanaka yang berujud kuku dengan lembut telah melesak di dadanya. Benarlah apa yang diduga sebelumnya bahwa seorang berpakaian brahmana yang menjadi lawannya adalah Bima, salah seorang trah Bayu yang mempunyai pusaka andalan pancanaka. Gandamana telah terluka, namun tidak ada rasa sakit di tubuhnya. Ia masih mencoba untuk berdiri gagah dan tegar, namun usahanya tidak berhasil bahkan badannya yang tegap mulai menjadi lunglai. Pandangannya menjadi redup dan kabur. Ia merangkul Bima agar tidak jatuh terjerembab. Bima menyambutnya dengan keharuan. Ada banyak kesamaan diantara keduanya. Bima dan Gandamana adalah orang yang berwatak jujur, prasaja sederhana apa adanya dan mempunyai ketulusan dalam menjalankan tugas.

Oleh karena pengabdiannya yang tulus, Gandamana tidak merasa sakit di hatinya juga di sakit di tubuhnya ketika Kuku Bima melesak di dadanya dalam perang tanding sayembara. Ketulusan hati Gandamana itulah yang membuat cara memandang sebuah kematian pada saat menjalankan tugas negara berbeda dengan cara padang pada umumnya. Bagi Gandamana mati dalam tugas di medan laga adalah indah dan mulia. Indah karena ia telah menyelesaiakan tugasnya dengan baik dan sempurna. Mulia karena ia gugur pada saat menjalankan tugas. Kematian seperti yang dialami Gandamana juga dirasa merupakan pembebasan dari kegetiran yang selama ini menerpa hidup Gandamana, berkaitan dengan jabatan Patih.

Demikian pulalah Bima. dengan tulus ia menjalani tugas yang diberikan oleh eyang Begawan Abiyasa untuk mengikuti sayembara di Pancalaradya demi kakaknya Puntadewa. Jika sayembara dalam hal memanah yang ditugaskan untuk maju adalah Arjuna. Sedangkan jika sayembara berupa perang tanding maka Bima lah yang ditugaskan untuk mengikuti sayembara. Maka ketika sayembara yang semula diadakan adalah sayembara memanah dan kemudian diteruskan dengan sayembara perang tanding maka Bima lah yang bertugas naik ke panggung sayembara berhadapan melawan Gandamana eyangnya.

Sebagai seorang ksatria dalam arena perang tanding menang adalah merupakan pilihan. Dan Bima berhasil memenangkannya, dengan melesakkan pancanaka di dada Gandamana. Tidak ada sakit hati dan kebencian di sana. Yang terjadi adalah ketulusan dalam menjalanan tugas. Walaupun pada akhirnya keduanya mendapatkan hasil yang berbeda, Gandamana dan Bima telah menyelesaikan tugasnya dengan tuntas. Keduanya adalah pahlawan. Bima menjadi pahlawan dikarenakan telah memenangkan peperangan. Sedangkan Gandamana menjadi pahlawan karena ia gugur dalam tugasnya di medan perang.

Bima mendekap erat tubuh Gandamana yang mulai dingin dan lemas. Dengan tenaga yang masih tersisa Gandamana mencoba menyambut hangat dekapan Bima. Bima meneteskan air mata. Dengan terbata-bata Bima berkata “maafkan aku Eyang, maafkan.” Gandamana mengangguk-angguk. Tangannya bergetar lemah membelai kepala Bima untuk yang terakhir kali. Bibirnya mengulum senyum tipis tanda kebanggaan atas sebuah pribadi yang jujur, berani, teguh, tangguh dan tulus yang dimiliki oleh Bima cucunya.

Berada dalam pelukan Bima, Gandamana merasa tenang dan tentram untuk mengakhiri pengabdiannya, bahkan untuk mengakhiri hidupnya. Bima memperkokoh posisi kakinya agar kuat menyangga tubuh Gandamana yang semakin berat. Kesadaran Gandamana berangsur-angsur surut seiring dengan melemahnya detak jantung dan melambatnya aliran darah. Namun pada sisa kesadaran yang paling akhir Gandamana berniat melepaskan dua aji andalannya yaitu wungkal bener dan bandung bandawasa dan mewariskannya kepada Bima. Gandamana percaya bahwa Bima dapat menggunakan kedua ilmu sakti tersebut untuk memayu-hayuning bawana.

Panggung sayembara hening. Demikian pula lautan manusia yang berada di alun-alun Pancalaradya. Semuanya diam. Bahkan angin pun berhenti bertiup untuk sesaat. Semua memberi penghormatan terakhir kepada Gandamana sang pahlawan Pancalaradya.

Bersamaan berhentinya nafas Gandamana, matanya menutup untuk selamanya. Tidak ada tugas lagi yang diembannya. Ia beritirahat dalam damai

Gandamana telah mati. Gugur di medan laga. Namun semangat pengabdiannya, keberanian dan kejujuran serta ketulusan hatinya juga kesaktiannya telah diwarisi oleh Bima orang nomor dua dari Pandawa Lima, anak Prabu Panndudewanata.

Baca SelengkapnyaGandamana Gugur

Kalingga

Kahyangan Jonggringsalaka, terancam ketentramannya oleh Prabu Kalimantara, raja dari Negara Nusantara yang menginginkan mempersunting Dewi Supraba. Adik Prabu Kalimantara, yang bernama raden Hardadedali, dan patih negara yang bernama Sarotama, dengan para prajuritnya mengepung kahyangan sang Hyang Girinata.

Bambang Kalingga (Sakutrem), puteri resi Manumayasa, berubah wujudnya menjadi pustaka Kalimasada, raden Hardadedali tewas berubah wujudnya menjadi panah, demikian pula patih Sarotama, mati juga berubah menjadi panah.

Syahdan, ada seekor garuda, namanya Banarata, bertapa di awan menginginkan untuk menjadi raja segala burung, ditemuilah oleh sang Hyang Narada, dan dimintalah bantuannya untuk memerangi musuh kahyangan, yakni prabu Kalimantara.

Dikarenakn salah paham, resi Manumayasa yang telah membunuh prabu Kalimantara diserang dari angkasa, akhirnya garuda Banarata ditewaskan juga, berubah wujudnya menjadi payung Tunggulnaga.

Oleh sang Hyang Girinata, Bambang Kalingga diberi panah Hardadedali dan Sarotama, kelak dikemudian hari, pada keturunanya juga akan diberikan pusaka-pusaka lagi.

Baca SelengkapnyaKalingga

Wahyu Pandu Jadi Ratu

Di kisahkan bahwa prabu Abiyasa (Kresna Dipayana) sedang prihatin, oleh karena putranya yakni Pandu Dewanata, Drestarastra dan Yama Widura belum menjadi pangeran pati untuk menggantikan takhtanya.

Dewabrata alias Resi Bisma menyarankan agar ketiga ksatria bertapa di Sapta Arga. Selain itu Astina juga menerima ancaman musuh dari Timpuru, yakni Prabu Gendara dan Puruswaji. Musuh itu dihadapi Dewabrata, dalam peperangan Puruswaji takluk dan bergabung dengan Dewabrata.

Ketika peristiwa itu berlangsung, istri Puruswaji yakni Aswandari melahirkan anak kembar yang diberi nama Krepa dan Krepi. Kelak Krepa mengabi pada Kerajaan Astina, sedangkan Krepi menjadi istri Drona.

Sementara Pandu Dewanata, Yama Widura dan Drestarastra yang sedang bertapa menerima wahyu dari dewa masing-masing. Pandu menerima Wahyu Ratu, Drestarastra menerima Wahyu Kawicaksanan (Kebijaksanaan) dan Widura menerima Wahyu Ka-limpadan (kecerdikan), kemudian ketiga ksatria kembali ke Astina.

Tidak lama kemudian Prabu Gendara bersama bala tentaranya menyerang Kerajaan Astina, tetapi dapat dibunuh oleh Pandu Dewanata, sedangkan anak buahnya kocar-kacir melarikan diri.

Baca SelengkapnyaWahyu Pandu Jadi Ratu

Wahyu Manik Imandaya

 Boma Narakasura menghadap raja Kresna, memberitahu bahwa rakyat Trajutrisna terserang wabah penyakit . Rakyat biasa bebas dari wabah bila diperoleh Wahyu Manik Imandaya dan Getah Kumalasari. Kresna berkata, bahwa wahyu telah diminta oleh Pandawa. Tetapi Kresna menyarankan agar Boma Narakasura mencari ke Guwa Kori Sanga, yang dikuasai oleh Begawan Sukmaningrat. Boma narakasura berangkat, dikawani Samba.

Raja Puntadewa berunding dengan Werkudara hal mecari wahyu. Raja menganjurkan Sadewa yang mewakilinya. Sadewa bersama Gatotkaca pergi mencari wahyu, dikawal oleh Panakawan.

Begawan Durna menghadap Hyang Pramuni di Pasetran gandamayit. Durna berkata, bahwa kedatangannya ingin memperoleh wahyu. Permintaan itu diterima , Durna disuruh mencari dengan bantuan prajurit raksasa yang dipimpin oleh Hyang Jaramaya. Perjalanan mereka bertemu gatotkaca. Mereka berebut untuk memperoleh wahyu lebih dahulu. Terjadilah perang. Durna dan prajrit raksasa melarikan diri.

Sadewa datang di Karangbolotan, dan mengajak para panakawan pergi mencari wahyu.dikawal oleh Panakawan. Ditengah hutan Tukparibelis dihadang oleh raksasa, terjadilah perang. Raksasa dipanah , seketika menjadi Batara Kamajaya dan Dewi ratih. Kamajaya memberitahu tempat wahyu kepada sadewa.

Boma Narakasura dan samba menghadap Begawan Sukmaningrat di Guwa Kori Sanga. Sang Begawan akan memberikan wahyu bila Boma narakasura bisa menerangkan makna Wahyu Kayu Manik Imandaya, dan sebab wahyu itu dikuasai Begawan sukmaningrat. Boma Narakasura tidak dapat menerangkan makna wahyu lalu marah. Sang Begawan akan dibunuh, tetapi Boma Narakasura kena perbawa sang wiku, jatuh di luar pertapaan.

Sadewa datang dengan hormat, dan mengatakan tujuan kedatangannya. Sang Begawan menerima dengan senang, dan berkata seperti yang yang dikatakan Boma Narakasura. Sadewa memberi jawaban dan menerangkan makna wahyu Manik Imandaya.. Kayu lambing hidup, manik lambing kekuatan. Orang hidup hendaknya menjadi memaniking jagad (manikam dunia) dan bisa menjadi manikam dunia, bila mempunyai daya yang timbul dari imannya. Tlutuh Kumalasari (getah kumalasari) lambing air suci. Orang hidup di dunia hendaknya suci lahir dan batin, menjauhi ketamakan dan mendekati keutamaan. Guwa Kori sanga adalah lambnag dan yang dimaksud babahan hawa sanga (lubang hawa sembilan). Begawan sukmaningrat tidak lain manusia itu sendiri. Begawan Sukmaningrat berkenan hatinya, sadewa diberi wahyu Kayu Manik Imandaya. Begawan Sukmaningrat kembali menjadi sang Hyang Wenang. Para cantrik kembali menjadi dewa, dan mereka meninggalkan pertapaan.

Boma Narakasura jatuh di depan gatotkaca. Setelah thau maksud masing-masing terjadilah perkelahian. Samba lari ke Dwarawati.

Sadewa berjumpa Begawan druna di tengah hutan. Begawan Durna tahu bahwa Sadewa memperoleh wahyu, maka ia pura-pura meminjamnya sadewa menyerahkan wahyu dengan tiada rasa curiga. Setelah wahyu diterima, sadewa dikenahi pusaka Cundamani, seketika jatuh pingsan. Para Panakawan membuat desas-desus bahwa Durna dimakan babi hutan. Sadewa kembali ke Amarta.

abi hutan datang di Astina. Para kUrawa mengusirnya, Babi hutan lari ke Amarta.

Sadewa tiba di Amarta.kemudian bercerita bahwa ia telah memperoleh wahyu tetapi direbut oelh Durna. Babi huatn masuk ke istana Ngamarta, minta perlindungan dan wahyu yang dibawa diserahkan kepada raja Amarta, Babi hutan kembali m;enjadi Begawan Durna. Durna minta pamit dengan rasa malu.

Kresna datang ek Ngamarta atas hasutan Samba, Kresna Triwikrama hendak mengamuk ke Ngamarta, sadewa memberitahu kepada Puntadewa bahwa Boma Narakasura yang membegal bersama Samba, tetapi tak berhasil. Puntadewa juga Triwikramahendak menyambut kedatangan kresna yang telah berubah wujud sebesar gunung. Terjadilah perkelahian , tetapi akhirnya mengakui Samba yang bersalah. Mereka damai, Boma Narakasura disuruh kembali ke Trajutrisna.

Sang Hyang jaramaya membela Durnam, datang mengamuk di Ngamarta. Semar melawan amukan Sang Hyang Jaramaya, Semar matek aji, keluarlah angin besar. Sang Hyang Jaramaya bersama prajurit terbawa tiupan angin, jatuh di hutan Seragandamayit.

Baca SelengkapnyaWahyu Manik Imandaya

Wahyu Makutha Kencana

Dewa akan menurunkan wahyu Makutakancana yang akan diberikan Gatotkaca. Prabu Suyudana menghendaki wahyu tersebut dan minta bantuan Palgunasandi dari Paranggelung, agar membunuh Gatotkaca.

Sementara Prabu Yudistira bersama Kresna dan Bima, Arjuna akan pergi ke Pringgadani untuk memberikan wahyu, tiba-tiba Narada datang dan minta Wahyu Makutakancana yang akan diberikan sendiri kepada Gatotkaca. Dengan senang hati wahyu diberikan kepada Narada palsu, tiba-tiba Gatotkaca datang melaporkan bahwa Pringgadani diserang Kurawa. Bima berusaha mengejar Narada, dan terjadi peperangan, Narada berubah Palgunasandi dan kembali ke Astina.

Di sisi lain Bomanarakasura bertapa di Gunung Jamurdipa ingin menjadi Senopati Pandawa dalam Baratayuda, tetapi Indra mengetahui bahwa ia tidak boleh campurtangan, dan diminta membantu Pandawa merebut Wahyu Makutakancana yang dicuri musuh. Selanjutnya Bomanarakasura dapat merebut wahyu dan diberikan Gatotkaca, sedangkan Palgunasandi dibakar Arjuna atas bantuan Dersanala.

Baca SelengkapnyaWahyu Makutha Kencana

Wahyu Linggamaya

Di kisahkan di naegara Astina kedatangan Dewa Katong dan Dewa Kahana yang akan membantu Suyudana untuk membunuh para Pandawa. Sebagai usaha yang pertama adalah membunuh Semar dan Prabu Kresna.

Sementara itu Kresna menerima laporan dari Begawan Drona bahwa di Astina ada Pendeta, tiba-tiba datang Dewa Kahana yang meminta Prabu Kresna hadir di Astina.

Sementara Arjuna menerima wangsit bahwa dewa akan menurunkan wahyu, maka atas petunjuk Semar ia dibawa ke kahyangan karena kebetulan sekarang di Suralaya sedang kosong.

Arjuna menjadi Batara Guru, Gareng menjadi Narada dan Petruk menjadi Yamadipati. Sementara itu Yudistira kehilangan Prabu Kresna, oleh karena dibawa oleh Dewa Katong ke Astina maka Puntadewa berangkat menyusul ke Astina.

Setelah sampai di Astina, Prabu Kresna ternyata akan dibunuh, maka Puntadewa berubah ujud brahala putih, Dewa katong dan Dewa Kahana ketakutan, lalu cepat-cepat pergi menuju ke kahyangan. Dewa Katong dan Dewa Kahana melihat di kahyangan ada Batara Guru dan Narada, maka terjadi peperangan. Batara Guru berubah ujud menjadi Arjuna dan telah membawa Wahyu Linggamaya. Batara Narada dan Yamadipati berbah ujud menjadi Gareng dan Petruk. Dewa Katong dan Dewa Kahana berubah ujud menjadi Batara Guru dan Narada.


Baca SelengkapnyaWahyu Linggamaya

Turanggajati

Dalam Lakon ini menceritakan tentang Prabu Suyudana dari Kerajaan Astina, minta kepada Kartawijaya agar mencarikan bunga Turanggajati, sebagai sarana kemakmuran Astina.

Kartawijaya lalu mengutus Jayamurcita untuk mencari bunga Turanggajati. Jayamurcita pergi menjumpai Begawan Kesawasidi dari Pertapaan Jatiwangi. Kebetulan Kesawasidi mempunyai putri yang jatuh cinta kepada Jayamurcita. Setelah putrinya Setiawati kimpoi dengan Jayamurcita, ia memberikan bunga Turanggajati yang sebenarnya seorang wanita sulapan.

Endang Turanggajati dibawa ke Astina. Namun, pada waktu di istana keluarlah sesosok makhluk yang ujudnya mengerikan bernama Mabunsari. Sementara itu Begawan Kesawasidi datang di Astina, dan langsung menyerang Kartawijaya, maka peperangan terjadi.

Akhirnya Endang Turanggajati berubah ujud menjadi Dewi Srikandi, sedangkan Begawan Kesawasidi menjadi Prabu Kresna, dan Jayamurcita menjadi Angkawijaya. 

Baca SelengkapnyaTuranggajati

Korawa Lahir

 Hyang Narada melaporkan kepada sang hyang Girinata, bahwasanya, gara-gara terjadi disebabkan oleh sumpah Dewi Hanggendari, bahwa kelak putra-putranya akan berhadapan denagn putra-putra Dewi Kunti dan Dewi Madrim dalam perang Baratayuda. Syahdan di istana Astina berkumpullah para sesepuh, di samping prabu Kresnayana untuk menantikan kelahiran putra dewi Hanggendari.

Di kisahkan , Hyang Narada yang ditugaskan oleh Hyang Girinata untuk menghadiri akan kelahiran putra-putra Dewi Hanggendari berkata, Ketahuilah anakku Kresnadipayana, atas kehendak hyang Suksmana Kawekas, anakku Hanggendari akan melahirkan anak 100 jumlahnya diantaranya 1 akan terlahir wanita, itulah namanya Korawa, dan ketahuilah memang sudah menjadi kehendak dewa, putra-putra Hanggendari akan bermusuhan dengan putra-putra Dewi Kunti dan Madrim besok dalam perang Baratayuda segera terlahirlah kawah dari rahim Dewi Hanggendari, atas kehendak dewa pula suksma Dasamuka menjiwainya, sudah berujud bayi dan dinamakan Raden Arya Jayapitana ialah yang tertua, Darah mengalir mengiringi kelahirannya, pula ari-ari bayi keluar. Atas kehendak dewa genaplah bayi seratus terseling 1 wanita bernama Dursilawati, segera hyang Narada menyerahkan bayi-bayi tersebut kepada Sri Kresnadipayana. 

Raden arya Drestarasta tak dapat mengelak lagi akan nasib yang menimpanya atas kehendak dewa, bahwasanya kelak putra-putra beliau akan bermusuhan dengan saudara-saudaranya sendiri, Pandawa.

Sekembalinya hyang Narada, di Astina raja Kresnadipayana bersabda, Hari ini aku menyerahkan tahta kerajaan kepada putraku Pandudewanata, semoga dewa melindunginya.

Setelah menyerahkan tahta kerajaan, prabu Kresnadipayana berkehendak berdiam di gunung Retawu untuk bertapa, berganti nama Begawan Abiyasa.

Baca SelengkapnyaKorawa Lahir

Semar Mantu

Semar akan menikahkan anak angkatnya yang ditemukan ditengah hutan bernama Bambang Senet dengan Dewi Rara Temon, anak Prabu Kresna.

Perkimpoian ini akhirnya terlaksana setelah Bambang Senet yang dibantu para Pandawa dapat mewujudkan persyaratan yang diajukan Rara Temon diantaranya dalam perkimpoian nanti harus diiringi bunyi gamelan Lokananta, yang merias temanten seorang dewa tampan, disertai kera putih yang bisa menari dll.

Perkimpoian ini menimbulkan kekecewaan Prabu Baladewa yang sebenarnya juga ingin menjodohkan Rara Temon dengan Lesmana Mandrakumara anak Prabu Duryudana. Namun berhubung Lesmana Mandrakumara tidak dapat memenuhi persyaratan yang diajukan sehingga lamaran dari Astina gagal, maka dengan kemarahan Prabu baladewa ingin meng-gagalkan perkimpoian itu.

Akhirnya Baladewa menyadari kekeliruannya dan ternyata Rara Temon adalah penjelmaan Dewi Siti Sendari sedang Bambang Senet adalah penjelmaan Abimanyu

Baca SelengkapnyaSemar Mantu

Semar Boyong

Di wilayah kerajaan Pancawati terserang wabah penyakit karena ditinggalkan Semar. Demikian juga Astina dan Indraprasta dapat selamat dari merabahnya jika diikuti oleh Semar. Karena itu Sri Rama raja Pancawati mengutus Lesmana, Puntadewa raja Indraprasta mengutus Arjuna, dan Duryudana raja Astina mengutus Karna, untuk memboyong Semar.

Semar bersedia diboyong ke mana pun, asalkan mereka dapat mewujudkan berupa bunga pandan Tunjungbiru. Leskaman dan Arjuna segera menuju kahyangan untuk mencari permintaan Semar. Karena yang datang lebih awal adalah Lesmana, maka bunga pandan diberikan kepada Lersmana, sehingga menjadi perebutan antara Arjuna dan Lesmana. Lesmana mendapatkan bunganya, sedangkan Arjuna hanya mendapatkan kulitnya, kemudian diberikan kepada Semar.

Bunga dan kulit disambungkan oleh Semar, berubah ujud menjadi Betari Kanastren, istri Semar. Kanastren membawa mandat dewata agung, bahwa telah tiba saatnya Semar untuk mengikuti Pandawa. Mendengar ucapan Kanastren, Arjuna segera mengajak Semar ke Indraprasta. Hal tersebut dilaporkan Lesmana kepada Sri Rama.

Sri Rama kemudian memberangkatkan pasukan keranya untuk menyerang Indraprasta, sekalian mencari tempat penjelmaan kelak.

Baca SelengkapnyaSemar Boyong

Retna Paniti

 Lakon ini mengisahkan usaha Prabu Candiwasesa beserta adiknya Dewi Retna Paniti untuk membalas kematian ayahnya yakni Prabu Sri Pamungkas dari Kerajaan Candi Pura kepada Gatutkaca.

Usaha pembalasan dendam ini dapat digagalkan oleh Bambang Pamegatrisna, anak Arjuna hasil perkimpoiannya dengan Dewi Pamegatsih. Bahkan setelah Retna Paniti dapat ditaklukkan, diambil sebagai istrinya. Dalam perang tanding itu Prabu Candiwasesa mati terbunuh.

Tindakan Pamegatrisna memperistri Dewi Retna Paniti ini sebenarnya melanggar sumpahnya pada saat dia dapat mendamaikan Gatutkaca dengan Bomanarakasura dalam lakon Rebutan Kikis Tunggarana. Waktu itu ia berjanji tidak akan menikah maupun bersentuhan dengan wanita, maka pada saat Bambang Pamagatrisna merangkul Retna Paniti, tubuhnya berubah ujud menjadi seekor gajah dan setelah dapat membunuh Prabu Candiwasesa tubuhnya kembali ke ujud ksatria kembali. Ini disebkan karena Pamegatrisna telah mendapat ampunan dari dewa.

Dengan demikian terlaksanalah perkimpoiannya dengan Dewi Retna Paniti.

Baca SelengkapnyaRetna Paniti

Pulung Retna Pusara Catur

Pada Lakon ini menceritakan Prabu Anom Suyudana kehilangan istrinya, Dewi Banowati. Hatinya yang gundah menjadi tenang kembali ketika mendapat petunjuk dari Begawan Drona, bahwa Dewi Banowati akan muncul kembali bersamaan dengan turunnya Pulung Retna Pusara Catur.

Sementara itu Kerajaan Astina kedatangan Patih Mudabumi utusan Prabu Bumiwasesa yang menginginkan Dewi Lesmanawati untuk dijadikan permaisurinya.

Prabu Baladewa bertemu Resi Bisma dan diberitahu bahwa Pulung Retna Pusara Catur berada di Kerajaan Nuswakencana.

Prabu Cahyandewa menerima beberapa raja yang ingin melamar putrinya. Agar adil, diadakan sayembara, para pelamar yang dapat mengalahkan pamongnya putri raja berhak mengawini. Duryudana dapat mengawini Cahyasumirat, (pulung kesugihan), 

Prabu Baladewa mendapat mengawini Cahyadumilah (pulung kapra-wiran), Puntadewa kimpoi dengan Cahyaretna (pulung kasampurnan), dan Prabu Kresna dapat mengawini Dewi Cahyawulan (pulung kawiryan).

Prabu Bumiwasesa kena panah Arjuna berubah menjadi Antareja.

Baca SelengkapnyaPulung Retna Pusara Catur

Petruk Nagih Janji

Pada lakon ini mengisahkan tentang , Petruk nagih janji kepada Kresna oleh karena dulu Petruk dapat mengalahkan Pandu Bregola, dan akan dikimpoikan dengan putrinya yang bernama Subratawati.

Sementara itu, salah seorang putra Arjuna yang bernama Prabakusuma juga melamar Subratawati, dan telah diterima.

Petruk pergi dari Karangkedempel dan bertemu saudaranya Gandarwa, mengutarakan maksudnya ingin memperistri Subratawati. Petruk diberi busana menjadi ksatria bagus bernama Bambang Suksma Nglembara dan pergi ke Dwarawati bermain cinta dengan Subratawati.

Sementara Prabakusuma telah datang di Kerakjaan Dwarawati, tetapi menerima laporan bahwa calon temanten putri memadu cinta dengan seorang ksatria.

Setelah mendapat laporan itu Prabu Kresna marah. Suksma Nglembara terkena panah berubah ujud menjadi Petruk, dan akhirnya Subratawati dikimpoikan dengan Petruk, dengan syarat, bilamana akan kumpul dengan istrinya Petruk harus berubah ujud seorang ksatria.

Baca SelengkapnyaPetruk Nagih Janji

Popular Posts

Contact

Nama

Email *

Pesan *