Sumantri Gugur

Setelah Sumantri diangkat menjadi patih kerajaan Maespati mendampingi Prabu Arjunasasrabahu, Maespati semakin berkembang pesat. Prabu Arjunasasrabahu memerintah dengan sikap yang adil, arif dan bijaksana.

Prabu Arjunasasrabahu tetap hidup dengan satu permaisuri yaitu Dewi Citrawati dan 800 lebih selirnya. Ia sangat mecintai dan memanjakan istri-istrinya, terutama Dewi Citrawati. Apa pun yang menjadi keinginannya selalu berusaha dipenuhi oleh Prabu Arjunasasrabahu.

Suatu saat, Dewi Citrawati menyampaikan satu keinginannya kepada Sang Raja. Ia ingin mandi bersama dengan 800 orang selirnya di sebuah sungai atau danau. Keinginan yang sebenarnya sangat aneh dan sulit untuk dipenuhi pun akhirnya berusaha dipenuhi oleh Prabu Arjunasasrabahu.

Dengan disertai Patih Suwanda dan dikawal beberapa ratus prajurit, Prabu Arjunasasrabahu membawa Dewi Citrawati dan 800 orang selirnya lengkap dengan para dayangnya ke sebuah dataran rendah antara pegunungan Salva dan Malawa, dimana ditengahnya mengalir sebuah sungai.

Sesampainya di tempat yang dituju, Prabu Arjunasasrabahu berpesan kepada Patih Suwanda bahwa ia akan bertiwikrama untuk membendung aliran sungai agar tercipta sebuah danau agar bisa digunakan oleh Dewi Citrawati dan para selir untuk tempat mandi dan bercengkerama. Ia juga berpesan tanggung jawab keselamatan Dewi Citrawati dan para selir diserahkan kepada Patih Suwanda selama Sang Prabu bertiwikrama.

Prabu Arjunasasrabahu kemudian bertiwikrama, tidur melintang membendung  alira sungai. Tidak membutuhkan waktu yang lama, lembah antara pegunungan Salva dan Malawa berubah menjadi sebuah danau buatan yang sangat luas.

Dewi Citrawati, para selir dan dayang dengan penuh suka cita terjun ke dalam air. Mereka bercanda, bercengkerama mandi dalam satu danau. Namun luapan air sungai yang terbendung semakin lama semakin tinggi. Airnya semakin melebar, menggenangi perbukitan dan daerah sekitarnya. Sementara itu, diantara kedua betis raksasa jelmaan Prabu Arjunasasrabahu muncul daerah kering, dan disitulah dibuat pesanggrahan mewah sebagai tempat tinggal Dewi Citrawati dan para selir berikut dayang-dayangnya. Adapun Patih Suwanda, beberapa para raja dan prajurit Maespati membuat pesanggrahan di luar betis yang melintang itu.

Semakin lama, luapan air semakin meluas dan tak teduga luapan air bebalik arahke hulu, melanda lembah dan perbukitan, termasuk daerah perbukitan Janakya di wilayah Sakya, dimana Rahwana, raja Alengka beserta para hulubalangnya sedang membangun pesanggrahan.

Dalam sekejap, pesanggrahan yang dibangun Rahwana pun habis dilanda air bah. Rahwana dan para prajurit yang bisa terbang, segera menyelematkan diri terbang ke puncak gunung. Namun banyak pula para prajurit raksasa yang tidak sempat menyelamatkan diri dan mati hanyut.

Kejadian itu membuat Rahwana marah, ia segera menyuruh Kala Marica, abdi kepercayaannya untuk melakukan penyelidikan, apa yang menyebabkan hal itu bisa terjadi. Kala Marica segera menjalankan perintahnya dan dalam waktu singkat ia telah kembali menghadap Rahwana, melaporkan hasil penyelidikanya.

Kala Marica melaporkan bahwa yang menyebabkan aliran sungai meluap dan menghancurkan pesanggrahan adalah karena ulah Prabu Arjunasasrabahu, raja Negara Maespati yang tidur melintang di muara sungai.

Kala Marica juga melaporkan bahwa Prabu Arjunasasrabahu sedang melakukan Tiwikrama yang membendung aliran sungai untuk menyenangkan hati permaisuri dan para putri domas serta selir yang jumlahnya ribuan orang. Dan dari ribuan wanita-wanita cantik itu, yang paling cantik adalah Dewi Citrawati, puteri Magada yang pernah menjadi rebutan ribuan raja karena diyakini sebagai titisan Bathari Sriwidawati.

Mendengar penjelasan Kala Marica, tanpa pikir panjang, Rahwana ingin menantang Prabu Arjunasasrabahu dan ingin merebut Dewi Citrawati. Ia segera memerintahkan Aditya Mintragna, Karadusana dan Trimurda untuk menyiapkan pasukan perang, menggempur Negara Maespati.

Patih Prahasta sedikit kurang setuju dengan keputusan Rahwana. Dengan hati-hati ia berusaha menasihati dan mengingatkan Prabu Rahwana akan akibat yang akan ditimbulkan dari peperangan itu. Patih Prahasta juga mengingatkan bahwa Prabu Arjunasasrabahu dan Patih Suwanda adalah orang yang sulit tertandingi oleh lawan manapun, termasuk Rahwana sendiri. Namun niat Rahwana tetap kukuh untuk menyerbu Negara Maespati.

Peperangan pun tidak bisa dihindarkan, peperangan antara pasukan Alengka dan pasukan Maespati berlangsung seru. Ribuan raksasa dipihak Alengka dan Maespati jatuh bergelimpangan. Banyak para senopati perang Alengka mati dalam peperangan dan pasukan terdeesak mundur. Saat itulah, Rahwana akhirnya maju perang sendiri menghadapi para senopati perang Maespati.

Rahwana bertiwikrama, merubah wujudnya menjadi raksasa sebesar bukit, berkepala sepuluh dan bertangan sepuluh yang masing-masing memagang berbagai jenis senjata. Dalam sekejap ratusan prajurit Maespati menemui ajalnya oleh amukan Rahwana. Beberapa raja yang menjadi senopati perang Maespati, seperti Prabu Wisabraja, Prabu Kalinggapati, Prabu Soda, Prabu Candraketu dan Patih Handaka Sumekar, mencoba menghadangnya. Namun mereka semua bukanlah tandingan Rahwana. Para raja itu akhirnya gugur di tangan Rahwana. Patih Suwanda pun akhirnya maju sendiri memimpin pasukan Maespati.

Pasukan Maespati bergerak cepat memukul mundur dan memporak porandakan pasukan Alengka. Patih Suwanda sangat trengginas, tak satupun para Senopati perang Alengka seperti Tumenggung Mintragna, Karadusana, Trimurda, dan juga patih Prahasta mampu menandingi kesatian Patih Suwanda. Mereka lari tunggang langgang menyelematkan diri. Beberapa putera Rahwana yaitu Kuntalamea, Trigarda, Indrayaksa dan Yaksadewa yang nekad melawan Patih Suwanda, akhirnya pun mati di medan laga.

Mengetahui beberapa orang puteranya tewas dan tak satupun para senapati perangnya yang dapat menandingin kesaktian dan keperkasaan Patih Suwanda, akhirnya Rahwana maju sendiri ke medan laga.

Perang tanding antara patih Suwanda dan Rahwana berlangsung dengan seru. Berkali-kali patih Suwanda berhasil memenggall putus kepada Rahwana, namun Rahwana selalu dapat hidup kembali dari kematian. Hal ini dikarenakan ia memiliki Ajian Rawarontek, pemberian Prabu Danaraja, raja negara Lokapala, kakak Rahwana satu ayah, yaitu putera Resi Wisrawa.

Merasa kewalahan menghadapi patih Suwanda, Rahwana bertiwikrama, tubuhnya berubah menjadi raksasa sebesar bukit, berkepala sepuluh dan bertangan dua puluh. Tiwikrama Rahwana tidak membuat Patih Suwanda takut. Dengan cepat, Patih Suwanda melepaskan senjata Cakra, yang begitu melesat langsung menebas putus kesepuluh kepala Rahwana. Kepala Rahwana jatuh bergelimpangan di tanah , namun dalam sekejap menyatu kembali pada badannya.

Patih Suwanda mulai kehilangan akal untuk menghadapi kesaktian Rahwana. Sementara itu, arwah Sukrasana, adik Patih Suwanda , masih bergentayangan di Sorgamaya melihat pertempuran tersebut. Ia pun berkesimpulan, bahwa inilah saat yang tepat untuk membalas dendam pada kakaknya, dan sekaligus memenuhi janjinya untuk bersama-sama arwah kakaknya, Sumantri (Patih Suwanda) pergi ke Sorgaloka.

Arwah Sukrasana pun kemudian menyatu dalam taring Rahwana. Perang tanding antara Rahwana dan patih Suwanda kembali berlangsung. Kali ini Patih Suwanda sudah bertekad untuk mencingcang habis kepala Rahwana. Setelah ia berhasil membabat kepala Rahwana dengan senjata cakra, ia langusng memungut kepala Rahwana. Namun secara tak terduga, tubuh Rahwana kembali berkat kesaktian Aji Rawarontek. Begitu kepala Rahwana menggeliat dan membuka mata, karena pengaruh arwah Sukrasana, tangan Rahwana langsung mengangkat tubuh patih Suwanda dan menggigit lehernya hingga putus. Saat itu juga Patih Suwanda gugur dan arwahnya berdampingan dengan arwah Sukrasana, adiknya terbang menuju Sorgaloka.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Contact

Nama

Email *

Pesan *