Tampilkan postingan dengan label W. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label W. Tampilkan semua postingan

WIL KAMPANA

WIL KAMPANA adalah wadyabala raksasa negara Alengka yang terkemuka. Kampana tercipta dari ari-ari Jambumangli, putra Resi Maliawan, yang karena daya cipta kesaktian Resi Pulastya, brahmana raksasa dari pertapaan Hargajembatan, menjelma menjadi seorang raksasa bertubuh pendek gempal dan berambut merah.

Kampana memiliki sifat dan perwatakan; pemberani, jujur, setia dan sangat berbakti. Ia sangat sakti, tubuhnya kebal terhadap segala macam senjata tajam.. Karena selain menjadi murid Resi Pulastya, Kampana juga pernah menjadi murid Resi Wisrawa, ayah Prabu Dasamuka. Dalam perang Alengka antara balatentara wanara Prabu Rama melawan balatentara raksasa Prabu Dasamuka, Kampana maju ke medan perang sebagai senapati pendamping, mendampingi senapati utama Patih Prahasta. Ia berhadapan dengan Kapi Winata, kera berwujud raksasa hasil daya cipta Bathara Yamadipati.

Wil Kampana yang sangat tangguh dan sakti tersebut, akhirnya mati binasa ditimpa batu yang dijatuhkan oleh Anoman yang mengeluarkan kesaktiannya yang berwujud angin puyuh, sehingga menerbangkan beribu-ribu batu yang menimbun tubuh Wil Kampana.
Baca SelengkapnyaWIL KAMPANA

WIKATABOMA

ARYA WIKATABOMA adalah satu dari keluarga Kurawa yang berjumlah 100 orang, putra Prabu Drestarasta, raja negara Astina dengan permaisuri Dewi Gandari. Diantara keseratus orang saudaranya yang dikenal dalam pedalangan adalah ; Duryudana (raja negara Astina), Bogadatta (raja negara Turilaya), Citraksa, Citraksi, Citraboma, Citrayuda, Carucitra, Dursasana (Adipati Banjarjumut), Durmuka, Durmagati, Durgempo, Gardapati (raja negara Bukasapta), Gardapura, Kartamarma (raja negara Banyutinalang), Kartadenta, Surtayu, Surtayuda, Windandini (raja negara Purantara), Bomawikata dan Dewi Dursilawati.

Wikataboma memiliki hubungan yang sangat erat dengan saudaranya yang bernama Bomawikata. Mereka berdua merupakan saudara tunggal guru dan hidup dalam satu jiwa. Artinya apabila yang satu diantara mereka mati dan dilangkahi saudara yang masih hidup, maka yang mati akan hidup kembali.

Karena kesaktiannya itu, dalam perang Bharatayuda ketika Resi Drona menjadi Senapati Agung Kurawa dengan tata gelar perangnya ―Cakraswandana‖, Wikataboma dan Bomawikata diangkat menjadi senapati pengapit. Sepak terjang mereka sangat menakutkan keluarga Pandawa. Tapi akhirnya Wikataboma dan Bomawikata tewas dalam peperangan melawan Bima. Kepala mereka diadu kumba (saling dibenturkan) hingga hancur, dan keduanya mati secara bersamaan.
Baca SelengkapnyaWIKATABOMA

WIKARNA

ARYA WIKARNA dalam cerita pedalangan disebut dengan Arya Wisalaksa. Ia adalah putra Prabu Drestarasta, raja negara Astina dengan Dewi Gandari, putri Prabu Gandara dengan Dewi Gandini dari negara Gandaradesa. Ia mempunyai saudara sebanyak 100 orang (99 orang laki-laki dan 1 orang wanita) yang disebut Sata Kurawa. Diantara saudara-saudaranya yang dikenal dalam pedalangan adalah ; Duryudana (raja negara Astina), Bogadatta (raja negara Turilaya), Bomawikata, Wikataboma, Citraksi, Citraboma, Citrayuda,Citraksa, Carucitra, Dursasana (Adipati Banjarjumut), Durmagati, Durmuka, Durgempo, Gardapati (raja negara Bukasapta), Gardapura, Kartamarma (raja negara Banyutinalang), Kartadenta, Surtayu, Surtayuda, Windandini (raja negara Purantara) dan Dewi Dursilawati.

Wikarna memiliki perwatakan ; pemberani, jujur, suka berterus terang dan teguh dalam pendirian. Selain sakti, ia juga mahir mempergunakan senjata panah. Ketika menyaksikan Dewi Drupadi diperlakukan tidak manusiawi oleh Dursasana akibat Prabu Yudhistira kalah dalam permainan dadu melawan Arya Sakuni, dengan sikap gagah dan kesatria, Wikarna mengutuk perbuatan Dursasana. Ia juga membongkar kecurangan yang dilakukan Arya Sakuni, dan semua rencana jahat Kurawa yang akan memcelakakan keluarga Pandawa. Sikapnya itu ditentang oleh Adipati Karna, raja negara Awangga yang menyebabkan permusuhan diantara mereka.

Pada saat berlangsungnya perang Bharatayuda, Wikarna memihak kepada Pandawa dan menentang tindakan Kurawa yang dianggapnya keliru. Ia gugur dalam pertempuran melawan Adipati Karna. Tubuhnya hancur terkena panah Kyai Wijayacapa.
Baca SelengkapnyaWIKARNA

WIDAPAKSA

BAMBANG WIDAPAKSA atau Sidapaksa adalah putra Sahadewa dari kesatrian Bumiretawu/Bawenatalun, negara Amarta dengan Dewi Srengginiwati, putri Resi Badawanganala, kura-kura raksasa yang tinggal di sungai/narmada Wailu dengan Dewi Srunggarini. (menurut Purwacarita, Badawanangala dikenal sebagai raja negara Gisiksamodra/Ekapratala).

Sejak kecil Bambang Widapaksa tinggal bersama kakek angkatnya, Bagawan Tambapetra, ayah dari Dewi Prada, istri Sahadewa yang lain di pertapaan Prangalas. Ia sangat sakti, memiliki sifat dan perwatakan; berani tak mengenal takut, teguh, tangguh, cerdik pandai, waspada dan mempunyai rasa tanggung jawab yang besar.

Setelah berakhirnya perang Bharatayuda, Bambang Widapaksa pergi ke negara Astina untuk mencari ayahnya. Di negara Astina ia terlibat pertempuran dengan Dewi Sritanjung, yang ternyata saudara sepupunya sendiri, putri Nakula dengan Dewi Srengganawati. Setelah saling mengenal identitas masing-asing, kemudian bersama-sama membinasakan Prabu Ajibarang, raja raksasa dari negara Gowasiluman di hutan Tunggarana yang bermaksud menguasai negara Astina.

Oleh ayah mereka, Nakula dan Sahadewa, Bambang Widapaksa dan Dewi Sritanjung kemudian di perjodohkan. Mereka kemudian diangkat menjadi panglima-panglima Astina di bawah kekuasaan Prabu Parikesit.
Baca SelengkapnyaWIDAPAKSA

WIDANDINI

ARYA WIDANDINI adalah salah seorang dari 100 orang keluarga Kurawa (Sata Kurawa) yang terkemuka. Ia putra Prabu Drestarasta, raja negara Astina dengan Dewi Gandari, putri Prabu Gandara dengan Dewi Gandini dari negara Gandaradesa. Dari 100 orang saudaranya yang dikenal dalam pedalangan adalah ; Duryudana (raja negara Astina), Bogadatta (raja negara Turilaya), Bomawikata, Wikataboma, Citraksa, Citraksi, Citraboma,Citrayuda, Carucitra, Dursasana (Adipati Banjarjumut), Durmagati, Durmuka, Durgempo, Gardapati (raja negara Bukasapta), Gardapura, Kartamarma (raja negara Banyutinalang), Kartadenta, Surtayu, Surtayuda, dan Dewi Dursilawati.

Arya Widandini berwatak keras hati, cerdik pandai dan angkuh. Ia pandai dalam olah ketrampilan mempergunakan senjata gada dan trisula. Dengan kesaktiannya ia berhasil merebut negara Purantara dan mengangkat dirinya menjadi raja bergelar Prabu Windandini. Adik kesayangannya Anuwenda diangkat menjadi patih negara Purantara.

Pada saat berlangsungnya peran Bharatayuda, Prabu Widandini diangkat sebagai senapati perang Kurawa dan mengerahkan seluruh balatentara negara Purantara ke medan perang Kurusetra. Prabu Widandini dan Anuwenda tewas dalam peperangan melawan Arjuna.
Baca SelengkapnyaWIDANDINI

WICITRAWIRYA

WICITRAWIRYA atau Citrawirya (Adiparwa) adalah putra kedua Prabu Santanu, raja negara Astina dengan permaisuri Dewi Durgandini/Dewi Setyawati, putri Prabu Basuketi dengan Dewi Yukti dari negara Wirata. Wicitrawirya mempunyai kakak kandung bernama Citragada. Ia juga mempunyai saudara tua satu ayah bernama Resi Bisma/Dewabrata, putra Prabu Santanu dengan Dewi Gangga/Dewi Jahnawi,dan saudara tua satu ibu, yaitu Bagawan Abiyasa, putra Dewi Durgandini dengan Resi Palasara dari pertapaan Retawu.

Wicitrawirya kawin dengan Dewi Ambiki/Ambalika, putri bungsu dari tiga bersaudara putri Prabu Darmahumbara dengan Dewi Swargandini dari negara Kasi, yang berhasil diboyong ke Astina oleh Resi Bisma setelah memenangkan sayembara tanding di negara Kasi.

Wicitrawirya naik tahta kerajaan Astina menggantikan kakaknya, Prabu Citragada yang tewas dalam peperangan melawan raja gandarwa. Prabu Wicitrawirya tidak lama memerintah negara Astina. Ia meninggal karena penyakit, tanpa meninggalkan keturunan. Atas persetujuan Resi Bisma, Dewi Durgandini mengangkat Bagawan Abiyasa menjadi raja negara Astina dengan gelar Prabu Kresnadwipayana.
Baca SelengkapnyaWICITRAWIRYA

WENANG

SANGHYANG WENANG adalah putra Sanghyang Nur Rahsa/Nurasa dengan permaisuri Dewi Sarwati/Rawati, putri Prabu Rawangin raja Jin di pulau Darma. Sanghyang Wenang lahir berwujud "Sotan" (suara yang samar-samar) bersama adik kembarnya yang bernama Sanghyang Hening/Wening. Dalam cerita pedalangan, Sanghyang Wenang dikenal pula dengan nama Sanghyang Jatiwisesa. Saudara kandungnya yang lain ialah Sanghyang Taya atau Sanghyang Pramanawisesa, yang berwujud "akyan" (badan halus/jin)
Setelah Sanghyang Wenang dewasa, Sanghyang Nurasa kemudian Manuksma (hidup dalam satu jiwa) ke dalam diri Sanghyang Wenang setelah menyerahkan benda-benda pusaka : Kitab Pustaka Darya, Kerajaan, pusaka dan azimat berupa ; Kayu Rewan, Lata Maha Usadi, Cupu Manik Astagina dan Cupu Retnadumilah.

Sanghyang Wenang mula-mula berkahyangan di gunung Tunggal, wilayah Pulau Dewa. Di tempat tersebut ia menciptakan surga sebagai tempat bersemayam. Setelah itu menciptakan Kahyangan/Surga baru di pulau Maldewa sebagai tempat tinggalnya yang baru.
Sanghyang Wenang menikah dengan Dewi Sahoti/Dewi Sati, putri Prabu Hari raja negara Keling. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh lima putra, semuanya berwujud "Akyan" (makluk halus atau jin) masing - masing bernama ; Sanghyang Tunggal, Dewi Suyati, Bathara Nioya, Bathara Herumaya dan Bathara Senggana. Setelah Sanghyang Tunggal dewasa, Sanghyang Wenang menyerahkan tahta, kerajaan dan segenap pasukannya kepada Sanghyang Tunggal. Sanghyang Wenang kemudian tinggal di Kahyangan Ondar-Andir Bawana, karena berwujud "Akyan", maka Sanghyang Wenang hidup sepanjang masa, bersifat abadi.
Baca SelengkapnyaWENANG

WATUGUNUNG

PRABU WATUGUNUNG waktu mudanya bernama Radite atau Jaka Wuduk. Ia putra Prabu Palindriya, raja negara Purwacarita, empat keturunan dari Sanghyang Rudra, putra Sanghyang Tunggal dengan Dewi Darmani. Ibunya bernama Dewi Sita. Radite mempunyai saudara seyah lain ibu sebanyak 5 (lima) orang, masing-masing beranama : Anggara, Buda dan Sukra (dari ibu Dewi Soma), Dewi Setyawati dan Wukir (dari ibu Dewi Landep, adik Dewi Sita).

Karena kesaktiannya, Radite/Jaka Wuduk – setelah diusir oleh ibunya karena sesuatu peristiwa, berhasil menjadi raja negara Gilingwesi dan bergelar Prabu Watugunung. Tanpa sepengetahuan keduanya, ia kemudian memperistri ibunya sendiri, Dewi Sita dan mempunyai anak sebanyak l9 orang. Prabu Watugunung kemudian menyerang negara Purwacarita, membunuh ayahnya sendiri, Prabu Palindriya. Ia juga memperistri Dewi Landep, bibinya dan berputra 6 orang, serta memperistri Dewi Soma, berputra l orang.

Atas permintaan Dewi Sita, Prabu Watugunung menyerang Suralaya untuk memperistri Dewi Sri. Karena pasukan kadewatan tak dapat mengalahkannya, Bathara Guru kemudian meminta bantuan Prabu Satmata, raja negara Medangkamulan. Dalam pertenpuran tersebut, akhirnya Prabu Watugunung tewas ditangan Prabu Satmata yang dibandu putranya, Prabu Sri Mahapunggung, yang sesungguhnya penjelmaan Batara Wisnu dan putranya, Bathara Srigati.
Baca SelengkapnyaWATUGUNUNG

WARSIKI

WARSIKI mempunyai arti ; ―Seorang yang amat unggul akan kecantikannya.‖ Karena itu Dewi Warsiki ditetapkan sebagai salah seorang dari tujuh bidadari upacara Suralaya yang selalu mengiringi Sanghyang Manikmaya dalam setiap upacara resmi kedewatan. Keenam bidadai lainnya adalah ; Dewi Supraba, Dewi Lenglengdanu, Dewi Irimirin, Dewi Gagarmayang, Dewi Tunjungbiru dan Dewi Wilutama.
Dewi Warsiki adalah satu dari 40 (empat puluh) orang putri Sanghyang Nioya dengan Bathari Darmastuti. Salah seorang saudaranya, Dewi Urwaci, yang merupakan bidadari paling seksi di kahyangan, menjadi kecintaan Bathara Guru.

Dalam kisah ―Arjuna Wiwaha‖ Dewi Warsiki pernah turun ke arcapada bersama keenam bidadari upacara Suralaya lainnya melaksanakan perintah Sanghyang Indra, untuk membuyarkan atau menggagalkan Arjuna yang sedang bertapa di Goa Mintaraga, hutan Kaliasa di lereng gunung Indrakilo.

Karena kecantikannya, Dewi Warsiki pernah menggoncangkan Suralaya, ketika Bathara Kalagotama, putra Bathara Kala dengan Dewi Durga yang ingin memoeristri Dewi Warsiki ditolak Bathara Guru. Perang tak dapat dihindarkan antara para dewa Suralaya melawan para raksasa dari Setragandamyit. Perang baru berakhir setelah Sanghyang Narada turun ke arcapada dan meminta bantuan Resi Manumayasa dari pertapaan Retawu, gunung Saptaarga. Dalam peperangan tersebut Manumayasa berhasil mengalahkan Bathara kalagotama dan kelima saudaranya, yaitu Bathara Siwahjaya, Bathara Kalayuwana, Bathara Kartinea dan Bathara Dewasrani.
Baca SelengkapnyaWARSIKI

WARSASENA

WARSASENA adalah putra sulung Adipati Karna, raja negara Awangga dengan permaisuri Dewi Surtikanti, putri Prabu Salya dengan Dewi Pujawati/Setyawati dari negara Mandaraka. Ia mempunyai adik kandung bernama Warsakusuma yang menikah dengan Dewi Leksmanawati, putri Prabu Suyudana raja negara Astina.

Warsasena berparas cakap. Ia mempunyai sikap dan perwatakan ; pemberani, cerdik pandai dan sangat berbakti. Selain sakti, ia juga mahir dalam olah keprajuritan mempermainkan senjata panah dan trisula.

Warsasena ikut terjun dalam pertempuran perang Bharatayuda memimpin pasukan negara Awangga. Ia berhadapan dengan Arya Setyaki, putra Prabu Setyajid dengan Dewi Wresini dari negara Lesanpura yang menjadi senapati perang negara Dwarawati. Warsasena, tewas dalam pertempuran tersebut, hancur oleh hantaman gada Wesikuning.
Baca SelengkapnyaWARSASENA

WARSAKUSUMA

Warsakusuma adalah putra kedua Adipati Karna, raja negara Awangga dengan permaisuri Dewi Surtikanti, putri Prabu Salya dengan Dewi Pujawati/Setyawati dari negara Mandaraka. Ia mempunyai saudara kandung bernama Warsasena.

Warsakusuma berparas cakap, ia mempunyai sifat dan perwatakan: cerdik pandai, pemberani, pandai bicara dan sangat berbakti. Warsakusuma menikah dengan Dewi Laksmanawati, putri Prabu Suyudana / Duryudana, raja negara Astina dengan permaisuri Dewi Banowati, putri Prabu Salya dengan Dewi Pujawati / Setyawati dari negara Mandaraka. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh seorang putra bernama Arya Warsaka.

Warsakusuma ikut terjun di medan perang Bharatayuda membela keluarga Kurawa. Ia tewas dalam peperangan melawan Gatotkaca, raja negara Pringgandani, putra Bima / Werkudara dengan Dewi Arimbi.
Baca SelengkapnyaWARSAKUSUMA

Popular Posts

Contact

Nama

Email *

Pesan *