Perkawinan Yudhisthira

Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh pendeta Durna, Patih Sakuni, Dursasana, Kartamarma, Jayadrata, Citraksa dan Citraksi. Pada kesempatan tersebut Raja mengungkapkan niatnya, ingin mengawinkan pendeta Durna. Senyampang ada sayembara untuk merebutkan putri Cempalareja yang bernama Dewi Drupadi Jayadrata ditugaskan untuk mengikuti sayembara di Pancalareja atau Cempalareja atas nama pendeta Durna. Setelah selesai perundingan, raja membubarkan pertemuan, lalu masuk istana.

Prabu Duryodana disongsong oleh permaisuri dan ibunya. Raja bercerita tentang rencana perkawinan pendeta Durna. Mereka makan bersama

Patih Sakuni mengumpulkan para Korawa, mereka diberitahu tentang kepergian ke Pancalareja dan pembagian tugas. Setelah siap mereka berangkat bersama perajurit untuk mengikuti sayembara.

Di negara Umbul Tahunan sang raja Prabu Kala Kuramba juga ingin mengikuti sayembara dan memperisteri Drupadi, putri raja Pancalareja. Raja menugaskan Kala Gragalba untuk menyampaikan surat lamaran. Kala Gragalba disertai Kala Gendhing Caluring, Kala Palunangsa, Wijamantri dan Tejamantri berangkat ke Cempalareja. Perjalanan Kala Gragalba bertemu dengan perajurit Ngastina. Terjadilah perang, Kala Gragalba dan perjuritnya terdesak, mereka menyimpang jalan.

Yudisthira dihadap oleh Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Mereka menemui Bagawan Abyasa. Begawan Abyasa memberi tahu, bahwa raja Drupada mengadakan sayembara. Yudisthira disuruh mengikuti sayembara itu, Bima diminta mewakilinya. Para Pandhawa menyetujuinya, Arjuna disuruh berangkat lebih dahulu. Arjuna berangkat bersama panakawan. Perjalanan Arjuna bertemu barisan raksasa. Terjadilah perkelahian, perajurit raksasa musnah.

Kakrasana raja muda di Mandura berunding dengan Patih Pragota dan Patih Prabawa. Patih menyetujuinya, Kakrasana segera berangkat.

Di Pancalareja, Prabu Drupada dengan Trusthaketu, sedang membicarakan persiapan sayembara. Patih Sakuni datang, minta ijin untuk mengikuti sayembara, dan akan diwakili oleh Jayadrata. Raja menyuruh agar peserta sayembara hadir di alun-alun. Kemudian raja menyuruh agar Trusthaketu menemui Gandamana memberi tahu, bahwa telah datang peserta sayembara. Gandamana segera pergi ke alun-alun. Jayadrata telah siap menanti. Gandamana dengan sigap menarik Jayadrata, kemudian dibanting. Jayadrata pingsan tidak berdaya, lalu ditarik mundur oleh para Korawa.

Selanjutnya datang Kakrasana yang menyamar sebagai pertapa. Gandamana menghadapi dengan tenang. Kakrasana digertak, terpental jauh dan jatuh terjepit batu. Kakrasana berteriak kesakitan, memanggil-manggil Narayana. Kebetulan Narayana lewat, mendengar panggilan atas dirinya. Batu penjepit diminta kembali, narayana meneruskn perjalanan , hendak menyaksikan sayembara.

Yudisthira sesaudara menghadap Prabu Drupada. Ia minta diperkenankan mengikuti sayembara. Raja merelakan Drupadi untuk diperisteri Yudisthira tanpa harus melalui sayembasara, tetapi Gandamana tidak merelakannya. Bima juga tidak ingin perkawinan tanpa menempuh sayembara.

Bima datang dialun-alun, Gandamana siap melawannya. Mula-mula Bima dapat disergap kuat-kuat,sehingga tidak berdaya. Melihat Bima terdesak, Arjuna dari jauh memberi isyarat agar Bima menggunakan kuku Pancanakanya. Gandamana ditusuk dengan kuku Pancanaka dan jatuh tak berdaya. Sebelum meninggal Gandamana memberikan ilmu kesaktian dan pesan kepada Bima.

Narayana menggugat kemenangan sayembara untuk Yudisthira. Ia bertengkar dengan Arjuna. Trusthajumena datang melerainya, dan mengatakan jika yang bertikai berhasil membunuh Naga yang berada dipohon beringin dialah yang berhak memboyong Drupadi. Mereka mencoba membunuh seekor Naga. Narayana tidak dapat membunuhnya. Panah Arjuna berhasil memusnahkan Naga. Narayana masih belum terima, ia mengajak beradu kesaktian dengan Arjuna. Dan Arjuna meladeni tantangan Narayana. Narayana dipanah oleh Arjuna, terpental jauh, jatuh di luar kerajaan Pancalareja.

Prabu Drupada menyerahkan Drupadi kepada Yudisthira. Upacara perkwinan dan pesta besar akan dilaksanankan di kerajaan Pancalareja. Tiba-tiba raksasa Kala Karamba datang bersama perajurit raksasa. Bima ditugaskan untuk melawan musuh. Raja raksasa mati dan perajurit raksasa musnah tak bersisa.

Prabu Drupada dan para Pandhawa mengadakan pesta perkawinan di istana Pancalareja

Mangkunagara VII jilid IX, 1931:13-1
R.S. Subalidinata
Baca SelengkapnyaPerkawinan Yudhisthira

Pandhawa Dadu

Prabu Duryodana raja Ngastina duduk di atas singhasana dihadap oleh Patih Sakuni dan warga Korawa. Raja memperbincangkan rencana permainan dadu dengan para Pandhawa. Patih Sakuni memberi petunjuk rencana permainan dadu kepada raja dan warga Korawa. Kemudian raja meningalkan perundingan, masuk istana. Raja disambut oleh permaisuri dan putri raja, Lesmanawati. Kemudian raja bersamadi.

Patih Sakuni dan para Korawa menanti raja, mereka akan ke Balai Kencana, menyambut kedatangan para Pandhawa. Setelah raja keluar dari istana, mereka berangkat naik kereta.

Prabu Jayalengkara raja Parang Gumiwang duduk di atas singhasana, dihadap oleh Patih Jayahandaya dan Ditya Jayapracandha. Raja berkata, demi kebahagiaan negara dan rakyat, Prabu Darmakusuma yang menjadi sarana untuk tinggal di kerajaan. Maka raja mengirim surat kepada Prabu Darmakusuma raja Ngamarta. Ditya Jayapracandha ditugaskan untuk menyampaikan surat permintaan itu.

Ditya Jayapracandha dan perajuritnya bertemu dengan perajurit Ngastina. Terjadilah perang, perajurit Ngastina menyimpang jalan.

Arjuna menghadap Bagawan Abyasa di pertapaan Wukir Retawu. Arjuna memberi tahu, bahwa Pandhawa akan mengadakan pertemuan dengan Korawa yang dipimpin oleh Duryodana. Mereka akan bermain dadu. Bagawam Abyasa memberi banyak nasihat, Arjuna disuruh kembali ke Ngamarta. Arjuna bersama panakawan segera berangkat.

Perjalanan Arjuna dihadang oleh perajurit raksasa dari Parang Gumiwang. Terjadilah perkelahian, para raksasa musnah oleh panah Arjuna.

Bima menghadap Anoman di Kendhalisada, memberi trahu rencana permainan dadu bersama warga Korawa. Anoman meberi nasihat makna pertemuan para Pandhawa dan Korawa. Itu awal akan terjadinya perang.

Kresna raja Dwarawati dihadap oleh para isteri, Samba, Partajumena dan Setyaki. Raja memberi tahu, bahwa atas kehendak dewa akan terjadi awal mula timbul perang antara Pandhawa dengan Korawa. Raja Kresna ingin menyaksikannya, para putra diminta menjaga kerajaan.

Yudhisthira duduk bersama Kunthi, Drupadi, Nakula dan Sadewa. Mereka menanti kedatangan Duryodana dan para Korawa.

Duryodana datang, Yudhisthira menyambutnya. Patih Sakuni mengatur arena permaianan, siap dengan perlengkapannya.

Setelah dijamu mereka bersiap-siap main dadu, Yudhisthira selalu kalah, harta kekayaan habis untuk taruhan. Yudhisthira sesaudara sedih, para Korawa bersukaria mengambil seisi kerajaan Ngamarta.

Patih Sakuni hendak memboyong Kunthi, lalu menarik kain kemben. Dursasana menagkap Drupadi. Kunthi dan Drupadi berteriak keras. kunthi mengutuk dan berjanji, ia tidak akan berkain tutup buah dada, sebelum mendapat kulit Sakuni. Drupadi tidak akan bersanggul sebelum berjamas darah Dursasana.

Bima dan Arjuna datang bersama. Mereka heran mendengar tangis, setelah mengerti persoalannya mereka mengamuk. Para Korawa bercerai berai lari tunggang-langgang. Yudhisthira berdiam diri, datanglah angin kencang, membawa para Korawa jatuh ke kerajaan Ngastina. Warga Pandhawa menjadi tenang.

Kresna datang dan melihat situasi sesudah terjadi keributan. Kunthi memberi penjelasan segala sesuatu yang terjadi. Kresna memberi tahu, bahwa itu kehendak dewa Yang Maha Tinggi.

Bagawan Abyasa berbicara dengan Dhestharastra dan Widura tentang berita pertikaian Pandhawa dangan Korawa. Mereka setuju berkunjung ke Ngamarta.

Prabu Jayalengkara dihadap oleh Patih Jayahandaka dan Ditya Jayapracandha. Tengah mereka berbincang-bincang datanglah Togog memberi tahu, bahwa utusan musnah oleh Arjuna.

Prabu Jayalengkara marah, sang patih diminta mempersiapkan perajurit. Setelah siap, para perajurit raksasa berangkat ke Ngamarta.

Yudhisthira sedang berbicara dengan Kresna, Bima dan Arjuna, Nakula dan Sadewa. Kresna memberi nasihat agar para Pandhawa mau menyerah kepada kehendak Dewa Yang Maha Tinggi. Tengah mereka berbicara, datanglah Bagawan Abyasa bersama Dhestharastra dan Widura Mereka menghoramat bersama. Setelah tahu, bahwa di Ngamarta telah terjadi keributan, Bagawan Abyasa memberi nasihat agar para Pandhawa mau menerima nasib jeleknya. Kelak dewa akan melindunginya.

Perajurit raksasa yang dipimpin oleh Prabu Jayalengkara datang menyerang kerajaan Ngamarta. Bagawan Abyasa menugaskan Widura, Bima dan Arjuna untuk mengusir musuh.

Jayalengkara mati oleh Widura, Patih Jayahandaka mati oleh Arjuna, dan perajurit raksasa musnah oleh Bima.

Para Pandhawa mengadakan pesta bersama Abyasa dan para tamu yang hadir di Ngamarta.

R.S. Subalidinata
Mangkunagara VII Jilid XXVIII, 1932: 15-20
Baca SelengkapnyaPandhawa Dadu

Pandawa Gupak

Prabu Suyudana dihadap oleh Pendeta Durna dan Patih Sengkuni. Mereka berunding tentang perdamaian dengan Pandhawa. Tengah mereka berbicara Nakula datang, bertanya tentang rencana kehadiran raja Suyudana. Raja Suyudana minta agar Pandhawa menyiapkan Balai Kencana bertiang delapanratus. Nakula minta diri, raja suyudana masuk istana.

Prabu Suyudana menemui prameswari Dewi Banowati. Sang Raja bercerita tentang rencana perdamaian dengan Pandhawa. Mereka lalu santap bersama. Patih Sengkuni dan para Korawa menghantar Nakula sampai di perbatasan negara.

Sadewa menghadap raja Kresna di kerajaan Dwarawati. Raja diminta kehadirannya di Ngamarta. Kresna menyanggupinya, dan bersama Setyaki berangkat ke Ngamarta.

Yudisthira menerima kehadiran Nakula. Nakula memberitahu segala permintaan raja Suyudana. Yudisthira susah hatinya. Kresna dan Setyaki datang, Yudisthira menyambut dengan hormat. Kresna menyetujui rencana perdamaian Korawa dengan Pandhawa. Wrekodara disuruh ke negara Ngalengka, meminjam persyaratan yang diminta oleh raja Suyudana. Wrekodara berangkat ke Ngalengka, akan menghadap raja Wibisana. Bathara Bayu menemaninya.

Raja Wibisana menerima kehadiran Wrekodara. Wrekodara menyampaikan maksud kedatangannya. Wibisana mengajak Wrekodara ke tempat Balai Kencana. Balai Kencana dilihat oleh Wrekodara hanya tampak seperti Balai-balai bambu. Balai Kencana segera dibawanya.

Patih Sengkuni dan para Korawa mencegat perjalanan Wrekodara. Terjadilah perkelahian, Korawa tidak mampu melawan Wrekodara, lalu kembali ke Ngastina.

Perjalanan Wrekodara diketahui oleh Anoman. Anoman menjamu di Dhadhalisada. Kemudian Wrekodara meminta pamit, kembali ke Ngamarta.

Perjalanan Wrekodara lewat di Tegal Kuru. Baladewa mencegat, Balai Kencana disuruh meninggalkan di Tegal Kuru. Balai Kencana ditinggal oleh Wrekodara.

Wrekodara menemui Yudisthira, Kresna, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Wrekodara memberi tahu, bahwa Balai Kencana telah diperoleh dan sekarang ditinggalkan di Tegal Kuru atas permintaan Baladewa. Nakula disuruh memberi tahu kepada raja Ngastina. Semua warga Pandhawa berangkat ke Tegal Kuru.

Bathara Guru dihadap oleh Bathara Narada, Bathara Brama, Bathara Kuwera, Bathara Citragotra, mereka menanyakan sebab terjadinya gara-gara. Bathara Narada memberi tahu, bahwa Korawa akan mengadakan perdamaian dengan Pandhawa. Bathara Guru khawatir bila tidak terjadi perang Baratayuda. Empat dewa disuruh mendurhakai perdamaian lewat orang-orang Korawa. Para dewa turun ke Marcapada.

Prabu Suyudana dan para para Korawa menerima kedatangan Nakula. Nakula memberi tahu, bahwa permintaan raja telah siap di Tegal Kuru. Raja Suyudana dan para Korawa pergi ke pesanggrahan.

Baladewa memihak Korawa, Kresna dipihak Pandhawa. Masing-masih minta agar menyampaiakn janji. Pandhawa mendahului berjanji, bila memulai berbuat durhaka, sanggup menerima hukuman dari dewa, sengsara sampai anak cucunya. Korawa berjanji demikian itu juga.. korawa dan Pandhawa telah bersatu. Para dewa merasuki kepada Burisrawa, Dursasana dan Patih Sengkuni. Dewa lain merasuk kepada Satyaki dan Gatotkaca. Burisrawa pergi menggoda Sumbadra, Patih Sengkuni mencari Kunthi dan Dursasana mencari Drupadi.

Patih Senhgkuni mengejar Kunthi, dan berhasil menarik kain penutup buah dada. Kunthi mengutuk, kelak bila Patih Sengkuni mati jenasahnya akan busuk tidak seperti bangkai anusia.

Dursasana menggoda Drupadi, dan berhasil melepas sanggul. Drupadi berjanji, ia tidak akan bersanggul sebelum berjamas dengan darah Dursasana.

Burisrawa mengejar Sumbadra. Sumbadra lari, Srikandhi menghalanginya. Burisrawa diberi minuman keras. Setyaki memberi minuman keras kepada Baladewa. Setyaki dan Gathotkaca panas hati, karena Sumbadra digoda, lalu mencari sebab untuk menghantamnya. kain Burisrawa diinjak oleh Setyaki, terjadilah perkelahian. para Korawa memisahnya.

Patih Sengkuni ingin memukul Setyaki. Kartamarma disuruh menghina putra-putra Pandhawa. Kartamarma menghina Nakula, Sadewa, Pancawala, Angkawijaya dan Gathotkaca. Putra-putra Pandhawa mengamuk, terjadilah perkelahian.

Baladewa melihat lalu dilerainya. Baladewa marah terhadap Gathotkaca. Gathothotkaca dipukulinya. Wrekodara membela anaknya. Kresna datang melerai perkelahian mereka. Para Pandhawa berkumpul lalu kembali ke Ngamarta

R.S Subalidinata
L.Th. Mayer. Wajangverhalen, 1924: 237-247
Baca SelengkapnyaPandawa Gupak

Pandawa Dulit

Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh Patih Sakuni, Pendeta Durna, Dursasana, Burisrawa, Citraksa dan Citraksi. Raja merundingkan rencana pembunuhan terhadap Bima. Bima akan dimasukkan ke sumur Jalatundha. Sakuni ditugaskan menghadap raja Ngamarta, minta agar Bima datang di Ngastina untuk diangkat menjadi Adipati di Gajahoya. Perundingan selesai, Patih Sengkuni minta diri, Raja masuk ke istana permaisuri.

Prabu Duryodana masuk ke istana permaisuri disambut oleh permaisuri. Raja bercerita tentang rencana untuk mengundang para Pandhawa. Kemudian raja bersamadi.

Patih Sakuni bersama beberapa warga Korawa berbicara tentang rencana kepergian ke Ngamarta. Setelah siap mereka berangkat.

Yudisthira berbincang-bincang dengan Bima, Nakula, Sadewa dan Gathotkaca. Tengah mereka berbincang-bincang, datanglah Patih Sakuni. Patih Sakuni minta agar Bima diperkenankan untuk dinobatkan menjadi Adipati di Gajahoya. Yudisthira dan adik-adiknya menyetujui dan bersama-sama pergi ke Ngastina.

Yudisthira sesaudara diterima oleh Duryodana. Bima ditempatkan di Gajahoya. Yudisthira diminta bertempat di Ketandhan, menjadi Lurah Pasar. Nakula dan Sadewa ditempatkan di belakang kerajaan, disuruh menjadi penggembala itik.

Arjuna menghadap Bagawan Abiyasa, minta agar sang bagawan menghadiri penobatan Bima menjadi Adipati di Gajahoya. Bagawan Abiyasa tidak bersedia menghadiri penobatan. Arjuna minta diri dan mohon doa restu. Arjuna kembali ke Ngamarta diikuti para Panakawan.

Perjalanan Arjuna lewat di tengah hutan. Tiba-tiba dihadang oleh raksasa suami isteri. Terjadilah perkelahian. Raksasa berdua musnah terkena panah Arjuna, kemudian muncul Bathara Kamajaya dan Dewi Ratih. Arjuna dan Panakawan datang menghormat, Bathara Kamajaya memberi tahu bahwa Duryodana telah menipu saudara-saudara Pandhawa. Setelah memberitahukan hal tersebut, Bathara Kamajaya dan Dewi Ratih kembali ke Kahyangan. Arjuna meneruskan perjalanan.

Dursasana mencoba akan membunuh Dwijakangka, nama lain dari Yudisthira, tetapi gagal. Karena Dwijakangka tidak dapat dilukai dengan jenis senjata apapun. Dursasana melarikan diri, karena merasa tidak mampu membunuh Dwijakangka.

Duryodana sedang dihadap oleh para Korawa, Patih Sakuni dan Pendeta Durna. Arjuna datang dengan mengacungkan keris, akan membunuh Duryodana. Pendeta Durna membujuk agar Arjuna menyarungkan kerisnya. Dikatakan, bahwa Bima dikurung di Gajahoya, sebab ia akan dinobatkan menjadi adipati.

Banowati menemui Kunthi dan kedua anaknya, Nakula dan Sadewa. Ia menyampaikan suguhan untuk mereka. Duryodana ikut menemui Kunthi dan dua anaknya. Nakula dan Sadewa bangkit marahnya, Duryodana dipukul dengan batu dan mengenai kepalanya.

Arjuna menyamar sebagai penjual kinang atau kapur sirih di pasar. Baladewa, Banowati, dan para abdi membeli sirih dengan perlengkapannya.

Pendeta Durna menyuruh para Korawa agar mencuri gada Bima. Gada Bima ditunggu oleh Bajobarat. Para Korawa diserang oleh Bajobarat. Para Korawa ketakutan, mereka melarikan diri.

Bima dan Arjuna menemui Duryodana. Mereka mendakwa kejahatan Duryodana. Para Korawa mencoba meredakan kemarahan Bima. Terjadilah perkelahian. Bima dan Arjuna dikeroyok oleh para Korawa.

Prabu Kresna merelai permusuhan Korawa dan Pandawa. Mereka mengadakan perdamaian.

Selanjutnya Pandawa dan Korawa mengadakan pesta perdamaian

R.S.. Subalidinata
Pakem Balungan Lampahan Ringgit Purwa, Naskah PB A44:99-102
Baca SelengkapnyaPandawa Dulit

Lambangkara

Syahdan Prabu Dewalengkara dari negara Tabelaretna bermimpi negara tabelaretna akan kembali mulia, jikadapat diberi sesaji darahnya prabu Yudistira, raja negra Amarta. Kepada patih Endrajala, dan Lambangkara, diperintahkan untuk melaksanakan tugas tersebut, dan berangkatlah mereka menuju Amarta. Di negara Amarta Prabu Yudistira sedang membicarakan perihal kepergian Raden Arjuna yang tidak tentu dimana sekarang berada. Prabu Kresna yang hadis juga dalam pertemuan itu berkata, Adinda Prabu Yudistira, aku sanggupi untuk menemukan Dinda Raden arjuna, tetapi jangan malam hari ini. Selanjutnya Kresna memesan kepada raden Wekudara, serta Gatotkaca, hendaknya berjaga-jaga pada malam hari itu.

Menjelang larut malam, masuklah utusan prabu Dewalengkara, Patih Endrajalake Istana Amarta, menuju ke peraduan Prabu Yudistira. Patih Lambangkara menjaga di luar pintu peraduan Prabu Yudistira. Seluh istana Amarta , terkena aji sirep, kesemuanya jatuh pulas tertidur. Suatu ketika patih Endrajala merayap mendekat tempat peraduan Prabu Yudistira, pingsanlah ia. Prabu Yudistira terjaga dari tidurnya, dan ditanyailah patih Endrajala perihal maksud kedatangannya, berkatalah Yudistira,”Baiklah, jika ratumu menghendaki diriku untuk dijadikan sesaji di Tabelaretna, aku bersedia berangkat dengan kamu, dan Patih Endrajala segera m,embnawa Prabu Yudistira ke Tabelaretna.

Prabu Kresna segera memerintahkan kepada Raden Gatotkaca untuk mengejar Patih Endrajala. Diluar bertemu dengan Lambangkara, terjadilah peperangan, larilah Lambangkara, menghindari peperangan. Di Negara Tabelaretna, Prabu Dewalengkara menerima prabu Yudistira , segala maksudnya telah diutarakan. Namun demikian maksud semula dibatalkan karena tatkala Prabu Dewalengkara berusaha akan duduk sama tingginya dengan Prabu darmakusuma, pingsanlah ia. Oleh Yudistira disembuhkan, akhirnya prabu Dewalengkara mengakui Yudistira sebagai gurunya.

Raden Arjuna, ats petunjuk Begawan Abiyasa, akhirnya dapat menemukan parabu udistira dan dibawalah Prabu Yudistia ke s\istana Tabelaretna. Raden Angkawijaya turut serta bersama raden Arjuna. Prabu Dewalengkara menerima laporan di istna terjadi percurian, segera diperintahkan semua prajurit menuju ke negara Amarta.

Di pertengahan jalan, raden Arjuna bertemu dengan Sri Kresna, Werkudara, Nakula, dan Sadewa. Berangkatlah mereka untuk balik ke Amarta.

Musuh telah menanti di negara Amarta, demikian laporan Patih Tambak Ganggeng, para Pandawa menyongsongnya, keluar untuk bertempur.

Prabu Dewalengkara terbunuh oleh Raden Arjuna, Patih Endrajala dapat dimusnahkan oleh Raden arya Gatotkaca, patih Lambangkara berhadapan dengan Werkudar tak kuasa untuk melawan radn wekudara, akhirnya meminta ampun. Prabu Kresna berkata Hai Lambangkara, baliklah ke negara Tabelarena, kutugaskan engkau menjaga tete tenteramnya egara tersebut. Berangkatlah Lambangkara kembali ke Tabelaretna seluruh istana Amarta merayakan kemenangan.
Baca SelengkapnyaLambangkara

Kuntulwilaten

Prabu Jumanten, raja dari negara Gendhingkapitu, menerima kedatangan Sri Kresna, prabu Tudhistira, arya Wrekudara, dan para Pandhawa, di samping putra Prabu Jumanten : Janget Kekenceng, Gagak Bongkol, Dandang Winangsi. Berkatalah sri Kresna, “Prabu Jumanten, perkenankanlah kami atas nama Prabu Yudhistira melamar putra putri parbu Dewi Kuntulwilaten. Tak lain hanya dengan sarana inilah, praja Amarta kembali sejahtera.” Prabu Jumanten menerima lamaran tersebut, akan tetapi terlaksananya harus melalui peperangan sayembara dahulu. Untuk itu, arya Wrekudara dipilih untuk bertanding dengan putra-putra prabu Jumanten, semua putra prabu Jumanten dapat dikalahkan oleh arya Sena.

Dewi Kuntulwilaten akhirnya dikimpoikan dengan prabu Puntadewa, dan pada suatu ketika, berkatalah Dewi Kuntulwilaten kepadanya ” Berita yang kudengar kakanda mempunyai darah yang berwarna putih, untuk itu perkenankanlah dinda memilikinya”, hal tersebut diajukan oleh Dewi Kuntulwilaten sebagai syarat mutlak sebelum dipergaulinya oleh sang prabu Puntadewa. Segera sang prabu membuka, memperlihatkan badannya, sang Dewi menarik kerisnya, dan segera dihujamkan ke anggota badan sang prabu Puntadewa, darah putih mengalir keluar. Dewi Kuntulwilaten memohon untuk bersatu dengan prabu Puntadewa.

Terdengarlah laporan, Gendhingkapitu didatangi musuh, arya Wrekudara, dan segenap prajurit Gendhingkapitu melawan musuh. Prabu Lembusura dapat dibinasakan oleh arya Sena, sisa prajurit Guwabarang pun tak ada yang ketinggalan, semuanya dapat ditundukkan. Sri Kresna, meminta diri kepada prabu Jumanten, dan berangkatlah diiringi oleh para Pandhawa ke Amarta.
Baca SelengkapnyaKuntulwilaten

Kijing Wahana

Lakon ini dikisahkan terjadi sesudah Baratayuda. Prabu Sudarsono dari Kerajan Yawastina menuduh permaisurinya berlaku serong. Permaisurinya itu, Dewi Sutiknawati namanya, dikembalikan kepada abangnya, Patih Sutikna. Sang Patih lalu minta berhenti dari jabatannya.

Setelah Patih Sutikna pulang, Patih Danurdara diperintahkan oleh Prabu Su-darsono, untuk membujuk Patih Sutikna agar kembali menjadi patih. Namun bujukan itu tak berhasil, bahkan mereka berperang tanding. Patih Danurdara kalah, dan kembali ke istana.

Tak lama kemudian, Prabu Sudarsono pergi menghadap Begawan Anoman untuk memohon buah mangga Pratangga Jiwa untuk istri mudanya, Dewi Honi.

Mangga sakti itu lalu diberikan kepada Dewi Hoyi, tetapi Hoyi tidak memakannya sampai habis. Baru separuh, mangga sakti itu dibuang.

Ki Lurah Semar memungut sisa mangga itu lalu diberikan pada Dewi Sutiknawati, dan dimakan habis. Beberapa bulan kemudian Dewi Hoyi melahirkan seorang putri, sedangkan Dewi Sutiknawati melahirkan berbentuk kijing, semacam kerang air tawar yang dapat dimakan.

Sementara itu datang serangan dari Kerajaan Trajutrisna, dipimpin oleh Prabu Sarwaka, cucu Boma Narakasura. Setelah para senapati Yawastina kalah, kijing anak Dewi Sutiknawati maju ke gelanggang perang dan mengalahkan semua musuh dari Tra-jutrisna.

Setelah itu, kelopak kijing itu membuka, dan dari dalamnya keluar seorang ksatria muda. Anak muda yang keluar dari kijing itu lalu diaku anak oleh Prabu Sudarsana, dan diberi nama Kijing Wahana.
Baca SelengkapnyaKijing Wahana

Popular Posts

Contact

Nama

Email *

Pesan *