Kisah Raden Antareja

Kahyangan Saptapratala, Batara Anantaboga sedang dihadap Dewi Nagagini (putrinya) dan juga Raden Antareja (cucunya). Hari itu Raden Antareja mendesak ibunya agar mengatakan siapakah ayah kandungnya. Selama ini Dewi Nagagini memang tidak pernah bercerita dan kini ia tidak tahan lagi karena terus-menerus didesak. Maka, Dewi Nagagini pun mengajak Raden Antareja untuk meminta petunjuk kepada Batara Anantaboga.


Batara Anantaboga bertanya mengapa Raden Antareja ingin mengetahui ayah kandungnya, dan apa yang akan ia lakukan setelah tahu. Raden Antareja menjawab sudah sewajarnya seorang anak ingin mengetahui siapa orang yang telah mengukir jiwa raganya. Jika sudah tahu siapa orangnya, sudah tentu Raden Antareja akan datang dan menyembah kepadanya.

Batara Anantaboga berkata untuk apa Raden Antareja ingin mencari ayahnya jika memang orang itu sama sekali tidak pernah memikirkan dirinya. Bukankah lebih baik Raden Antareja tinggal nyaman di istana Jangkarbumi yang dulu ia dapatkan setelah mengalahkan Prabu Nagabaginda? Batara Anantaboga pun mengingatkan bahwa waktu itu Raden Antareja masih bayi saat Prabu Nagabaginda datang menyerang Kahyangan Saptapratala untuk merebut Dewi Nagagini. Batara Anantaboga lalu menggendong bayi Raden Antareja dan melumuri sekujur tubuh cucunya itu dengan air liur. Sungguh ajaib, Raden Antareja tiba-tiba tumbuh menjadi dewasa dan dengan gagah berani menumpas Prabu Nagabaginda beserta seluruh pasukannya. Istana milik Prabu Nagabaginda yang bernama Jangkarbumi pun kosong dan sejak saat itu menjadi tempat tinggal Raden Antareja.

Raden Antareja tidak pernah melupakan peristiwa itu. Ia merasa senang telah memiliki istana sendiri di Jangkarbumi, namun tetap saja siang malam selalu merindukan kasih sayang seorang ayah. Hari ini ia tidak tahan lagi dan mendesak ibunya supaya menjelaskan siapa ayah kandungnya dan di mana keberadaannya.

Dewi Nagagini sebenarnya takut jika Raden Antareja mengetahui tentang ayahnya, sehingga putranya itu akan pergi dan tidak kembali lagi ke Kahyangan Saptapratala ataupun istana Jangkarbumi. Raden Antareja berkata dirinya tidak mungkin seperti itu. Meskipun ia sudah mengetahui siapa ayah kandungnya, ia akan tetap pulang untuk menemui ibu dan kakeknya di kahyangan.

Batara Anantaboga merasa memang sudah waktunya Raden Antareja mengetahui soal ini. Ia pun bercerita bahwa ayah kandung dari cucunya itu adalah Raden Bratasena yang tinggal di Kesatrian Jodipati. Mungkin karena kesibukannya sebagai sentana Kerajaan Amarta, membuat Raden Bratasena tidak sempat lagi berkunjung ke Kahyangan Saptapratala. Dewi Nagagini membenarkan hal itu. Selama ini ia tidak pernah merasa kesepian meskipun tidak pernah ditengok Raden Bratasena, karena ia menyadari suaminya itu adalah milik negara, bukan miliknya secara pribadi.

Raden Antareja terkesan mendengar kisah tentang ayahnya. Ia pun mohon restu kepada kakek dan ibunya untuk berangkat menemui sang ayah di Kesatrian Jodipati. Setelah bertemu, ia pasti akan kembali lagi ke Kahyangan Saptapratala dan Kesatrian Jangkarbumi. Batara Anantaboga merestui namun tidak tega melepaskan sang cucu begitu saja. Ia lalu memberikan tiga jenis pusaka kepada Raden Antareja. Pusaka yang pertama adalah selongsong sisik naga milik Batara Anantaboga. Dulu saat berganti kulit, Batara Anantaboga tidak membuang kulit bekasnya begitu saja, tetapi membentuknya menjadi semacam baju rompi. Baju rompi itu kini diberikan kepada Raden Antareja dan seolah menyatu dengan kulit cucunya itu. Dari kejauhan, Raden Antareja akan terlihat seperti seorang pemuda yang kulitnya bersisik naga. Keistimewaan pusaka rompi sisik naga ini dapat membuat Raden Antareja kebal terhadap segala macam jenis senjata.

Pusaka yang kedua adalah berupa mantra ilmu kesaktian bernama Aji Kawastrawam. Dengan menggunakan ilmu ini, Raden Antareja dapat mengubah wujudnya menjadi apa saja yang ia kehendaki. Adapun pusaka yang ketiga adalah cupu berisi air kehidupan Tirta Mustikabumi. Khasiat dari air ini dapat menyembuhkan luka dan juga menghidupkan orang mati yang belum tiba ajalnya. Batara Anantaboga yakin ketiga pusaka yang ia berikan pasti bermanfaat bagi cucunya yang masih miskin pengalaman itu.

Raden Antareja sangat berterima kasih atas semua pusaka pemberian sang kakek. Ia lalu mohon restu kepada Batara Anantaboga dan Dewi Nagagini, juga kepada sang nenek, yaitu Dewi Supreti, kemudian berangkat menuju Kerajaan Amarta.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Contact

Nama

Email *

Pesan *