Kurawa yang dipimpin Raden Suyudana dan Raden Dursasana telah menunggu di luar istana. Begitu melihat Patih Sangkuni keluar, mereka segera maju menghadap sang paman. Patih Sangkuni tampak tersenyum senang karena usahanya akan segera berhasil. Tidak lama kemudian hadir pula kedua adiknya, yaitu Aryaprabu Anggajaksa dan Aryaprabu Sarabasanta dari Kerajaan Gandaradesa.
Aryaprabu Anggajaksa dan Aryaprabu Sarabasanta menyampaikan laporan kepada sang kakak bahwa usaha untuk mengadu domba Kerajaan Hastina dan Pringgadani telah berjalan baik sesuai rencana. Sejak peristiwa Patih Gandamana dikeroyok para raksasa Pringgadani dan diceburkan ke dalam Sumur Upas, hubungan antara kedua negara semakin renggang. Prabu Pandu sudah mengusahakan perdamaian, namun Patih Sangkuni justru memperkeruh keadaan.
Tanpa sepengetahuan Prabu Pandu, diam-diam Patih Sangkuni memerintahkan kedua adiknya untuk menyusup ke Kerajaan Pringgadani. Aryaprabu Anggajaksa dan Aryaprabu Sarabasanta pun mengerahkan pasukan untuk mengacau desa-desa pinggiran Pringgadani. Mereka merampok, memerkosa, dan menyebarkan minuman keras atau candu untuk meracuni pikiran rakyat Pringgadani. Pasukan ronda yang dikirim Prabu Tremboko berhasil menangkap orang-orang Gandaradesa itu. Namun, saat tertangkap mereka mengaku sebagai orang-orang Hastina yang sengaja disusupkan oleh Prabu Pandu demi merusak Kerajaan Pringgadani dari dalam.
Aryaprabu Anggajaksa dan Aryaprabu Sarabasanta melaporkan pula bahwa Prabu Tremboko sekeluarga telah berhasil dibakar amarahnya. Mereka pun berubah sikap dari yang dulu memuja Prabu Pandu, sekarang menjadi sangat benci kepadanya. Mereka menuduh Prabu Pandu seorang raja yang tampan parasnya tetapi busuk hatinya. Tidak hanya itu, bahkan Prabu Tremboko telah memerintahkan putra sulungnya, yaitu Raden Arimba untuk menyerang Kerajaan Hastina secara besar-besaran.
Patih Sangkuni sangat senang mendengar laporan dari kedua adiknya. Ia pun telah menyusun siasat untuk menyingkirkan Prabu Pandu. Ia berhasil membujuk Adipati Dretarastra dan Dewi Gandari supaya ikut mendesak Prabu Pandu agar naik ke Kahyangan Jonggringsalaka meminjam Lembu Andini, dan tidak perlu mengurusi Prabu Tremboko. Patih Sangkuni yakin Batara Guru pasti murka dan menghukum mati Prabu Pandu karena hal ini. Jika Prabu Pandu mati, maka takhta Kerajaan Hastina akan kembali pada yang berhak, yaitu Adipati Dretarastra selaku putra sulung Bagawan Abyasa.
Tiba-tiba datang Arya Bargawa yang melaporkan bahwa pasukan raksasa Pringgadani yang dipimpin oleh Raden Arimba telah datang menyerang dan memasuki wilayah Kerajaan Hastina. Patih Sangkuni menerima laporan itu dan berbalik memberikan perintah kepada sang senapati Arya Banduwangka agar memimpin langsung pasukan garis depan untuk menghadapi para raksasa tersebut. Arya Bargawa dan Arya Bilawa diperintah pula sebagai senapati pengapit kanan dan kiri. Arya Bargawa menerima perintah tersebut lalu berangkat menemui Arya Banduwangka dan Arya Bilawa.
Raden Suyudana bertanya apakah dirinya boleh ikut berperang membela negara. Patih Sangkuni berkata bahwa para Kurawa tidak perlu ikut berperang, tapi cukup menonton dari kejauhan saja. Jika Arya Banduwangka menang, maka Patih Sangkuni akan ikut mendapat nama baik. Tetapi, jika Arya Banduwangka gugur, maka Patih Sangkuni akan kehilangan saingan. Syukur-syukur jika Arya Bargawa dan Arya Bilawa juga ikut tewas bersama dengannya.
0 komentar:
Posting Komentar