Durna Tapa - Bagian dua

 Dalam perjalanan bertemu dengan hyang Kuwera, para Pandawa dipersilahkan kembali, menolak. Hyang Kuwera segera mengeluarkan kesaktiannya, batu sebesar gunung-gunung dan angin ribut keluar memalang menghalang para Pandawa, hanya kyai Petruk saja yang dapat lolos dari amukan ajinya hyang Kuwera, diikutinya hyang Yamadipati.

Di kahyangan Jonggringsalaka hyang Guru dihadap oleh hyang Endra, hyang Brama, hyang Panyarikan, hyang Kuwera, hyang Patuk dan hyang Temboro. Datanglah menghadap hyang Bayu dengan membawa serta pandita Durna yang sudah kembali sehat walafiat, kepadanya ditanyakan gerangan apakah yang menjadikan menggentur tapa di hutan pagedangan. Durna melapor bahwasanya dia menginginkan matinya kyai Semar, sebab selama kyai lurah Semar tidak mati terlebih dahulu, para Korawa dalam prang Baratayuda tak akan dapat mengalahkan para Pandawa, apalagi para Korawa hanya dijagoi oleh seorang saja ialah pandita Durna.

Kepada pandita Durna, ditanyakan akan bersedia bertanding dengan hyang Asmarasanta, dan disanggupinya. Datanglah hyang Yamadipati membawa kyai lurah Semar, demikian pula keadaannya sudah kembali sehat, kepadanya segera ditanyakan apakah bersedia diadu dengan pandita Durna, yang menyebabkan sakitnya Semar tadi, disanggupinya.

Demikian pula wasi Aswatama mendukung akan kelangsungannya, apalagi Petruk menjagoi pula bapaknya, kyai Semar. Bertandinglah kyai Semar dengan pandita Durna, Petruk dengan wasi Aswatama, sangat seru dan rame. Kedua pasangan serba bertanding dengan aji kesaktiannya, bergelut bergumul berguling-guling sehingga mereka lupa bahwasanya sudah terbenam di kawah siksaan Yomani, musnahlah mereka kesemuanya ditelan lumpur Yomani. Tak lama muncullah sepasang ksatriya rupawan dari kawah Yomani,agaknya ksatriya yang berjalan dahulu kelihatan lebih wibawa diiringkan ksatriya yang kemudian sedikit takut-takutan, wasi Aswatama dan Petruk mengiringkan pula kedua ksatriya tadi dari belakang, wasi Aswatama kelihatan pucat dan sangat takut.

Mereka segaera menghadap hyang Girinata, ksatriya yang satu bernama Cahyandadari dan dibelakangnya tak lain Kumbayana, kepada hyang Girinata Kumbayana berjanji tak berani lagi kepada kyai Semar, mundurlah sudah mereka dari hadapan hyang Girinata, kembali turun ke bumi.

Di praja Amarta, prabu Puntadewa dan Sri Kresna membicarakan sirnanya kyai lurah Semar, mereka yang mendengarkan termasuk arya Wrekodara, raden Janaka, raden Nakula dan Sadewa sangat sedih hatinya.

Tak lama berita terdengarm bahwasanya diluaran ada tampak ksatriya mengamuk, para Pandawa yang bertugas menghadapinya kalah, raden Janaka maju melayaninya. Ksatriya rupawan yang bernama Cahyandadari dipanah,babar kyai Semar.Adapun ksatriya Kumbayana ketika dipanah, babar pandita Durna. Dihadapan para Pandawa, kyai Semar bercerita dari awal sampai akhir perihal keadaannya, demikian pula Petruk yang turut hilang dengan kyai Semar, telah melapor pula. Keadaan pendita Durna meski sudah sehat, kelihatan kurus kering. Para Pandawa sangat iba hatinya, kepada Raden Janaka dan raden arya Wrekodara ditugaskan untuk mengawal mengantarkan kembali pandita Durna kekediamannya. Wasi Aswatama yang selalu setia kepada ayahandanya, tak turut ketinggalan, segera bermohon diri.

Di kerajaan Astina, prabu Suyudana dihadap oleh patih arya Sakuni dan adipati Wangga Karna. Kepada raja mreka melapor bahwasanya pandita Durna dibawa serta ke kahyangan oleh hyang Bayu, meski para Korawa telah berusaha untuk mencegahnya dan membawanya kembali, namun di pintu utama selamatangkep, mereka diubdurkan oleh hyang Cingkarabala. Selagi berbincang-bincang datanglah pandita Durna, diantar oleh raden arya Wrekodara dan raden Janaka.

Pendita Durna dihadap raja Suyudana, dan para Korawa menceritakan dari awal sampai akhir segala lelakonnya, manakala dewa telah bersabda kepadanya, jangan sampai memberanikan diri lagi mengusik kyai Semar, dan Sri Kresna. Selanjutnya jalan kerukunan sajalah yang harus ditempuh oleh para Korawa terhadap para Pandawa. Selagi mereka dengan asyiknya mendengarkan laporan pandita Durna, tersiarlah berita musuh dari Jurangparang datang, Janaka keluar memapakan raja yaksa Kalakalpika, terjadilah peperangan yang sangat rame. Prabu Kalakalpika dilepasi panah oleh raden Janaka, mati. Arya Wrekodara mengamuk, seluruh wadyabala Jurangparang dapat dimusnahkannya.

Di pendapa Astina, diadakan pesta pora memperingati kembalinya pandita Durna, dan tersingkirnya sudah marabahaya yang mengancam kerajaan Astina, disaksikan oleh prabu Suyudana, dipati Karna, arya Sakuni, raden Wrekodara, raden Janaka, dan segenap keluarga Korawa.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Contact

Nama

Email *

Pesan *