Di kisahkan raja Mandraka prabu Salya, berkehendak akan menjodohkan putrinya yang bernama Dewi Erawati dengan prabu anom Kakrasana atau wasi Jaladara. Pada suatu waktu, di praja Mandraka prabu Salya menerima kedatangan Prabu Kurupati dari kerajaan Astina, beserta patih Sakuni, tak lain yang dibicarakan juga masalah perkimpoian Dewi Erawati. Prabu Kurupati menyarankan kepada raja Mandraka prabu Salya, hendaknya dalam perkimpoian sang Dewi, kepada ca;on penganten laki, ditetapkan adanya upeti, syarat-syarat perkimpoian, adanya perlengkapan putri-putri remaja berjumlah 40, pengiring temanten hendaknya diiringi tetabuhan gamelan Lokananta, sepasang kembar-mayang yang berasal dari swargaloka. Prabu Mandraka sangat sedih hatinya mendengar usulan prabu Kurupati, namun dengan penuh kebijaksanaannya, diutusnyalah raden Rukmarata, untuk menyampaikan kelengkapan persyaratan perkimpoian temanten laki, ke praja Mandura, dan berangkatlah dengan diiringi raden Burisrawa, patih Tuhayata menunaikan tugas tersebut.
Prabu Kurupati beserta patih Sakuni, kembali ke praja Astina, raja Salya masuk ke dalam kraton, kepada permaisuri raja bercerita pula bahwasanya putranya, raden Rukmarata ke praja Mandura, menyampaikan usulan kelengkapan persyaratan temanten laki. Dewi Setyawati, dengan putri-putrinya Dewi Erawati, Dewi Surtikanti, dan Dewi Banowati segera mengiringkan raja Salya masuk ke ruangan bersantap di istana .
Konon, ada orang raja di kerajaan Giridasar, namanya prabu Rudradarimuka, jatuh cinta kepada putri Mandraka, Dewi Erawati. Diputuskannyalah oleh raja, mengutus menyampaikan surat peminangan kepada sang raja. Dan wadya yaksa yang diduta setelah menerima surat tersebut segera berangkat menuju praja Mandraka. Di pertengahan jalan wadyabala Giridasar bertemu dengan wadyabala dari Mandraka. Terjadilah perselisihan pendapat, dan peperangan. Untunglah bagi mereka tidak terlalu dalam melibatkan dalam pertempuran, sehingga kedua-duanya berusaha menghindarkan diri dari keterlibatan yang lebih dalam, sehingga kedua-duanya berusaha untuk melanjutkan perjalanannya masing-masing.
Di praja Mandura, prabu anom Kakarsana menerima kedatangan raden Rukmarata, yang menyampaikan titah raja Salya, bahwasanya kepada calon temanten laki, dibebani untuk kelengkapan perkimpoiannya, pengiring temanten nantinya para remaja putri berjumlah 40, diiringi dengan tetabuhan gamelan Lokananta, beserta sepasang kembar mayang yang berasal dari swargaloka. Prabu anom menyanggupkan diri, raden Rukmarata mengundurkan diri, kembali ke praja Mandraka. Kepada adiknya yang bernama raden Narayana, dan pula kepada patih Pragota diperintahkan untuk mencarikannya. Mereka bermohon diri, berangkat menuju Gandamadana.
Di tengah hutan, raden Pamade sedang duduk bersusah hati, merenungkan nasibnya. Raden Pamade sangat bersedih hati, manakala maksudnya akan memperistri rara Ireng, belum terlaksana juga,panakawan kayia Semar, Nalagareng dan Petruk berusaha melipur raden Pamade.
Setelah agak terhibur hatinya, raden Pamade segera meneruskan perjalanannua diikuti oleh para panakawan, ditengah-tengah hutan mereka berjumpa dengan wadyabala yaksa dari praja Giridasar, dan terlibatlah dalam peperangan, wadyabala raksasa dari Giridasar dapat ditumpas oleh raden Pamade. Dalam kelanjutan perjalanannya, sampailah di hutan yang sangat berbahaya, namanya Krendawahana. Agaknya penunggu hutan, yang menjadi wadyabala batari Pramuni, menggodanya. Raden Pamade tak kuasa digoda, akhirnya hyang Pramuni menemuinya, dan bertanya apa sebab susah hatinya. Raden Pamade menguraikan isi hatinya dari awal sampai akhir, hyang Pramuni sangat berkenan dalam hati, segera raden Pamade didandani menjadi seorang putri, dengan nama Endang Wrediningsih. Kyai Lurah Semar, Nalagareng dan Petruk dibusanani pula secara wanita, dengan berganti nama nyai Melik, Melok dan nyai Jagaplok. Kepada mereka diperintahkan untuk menuju ke praja Mandura, di mana hyang Pramuni menegaskan, itulah sarana yang harus ditempuh untuk bertemu dengan rara Ireng, mereka bermohon diri, melanjutkan perjalanannya. Di tengah jalan, Endang Wrediningsih beserta pengiring-pengiringnya bertemu dengan patih Pragota, kepada mereka dijalaskan maksud untuk dijadikan pengiring temanten, dan Endang Wrediningsih menyanggupkan diri, segera mereka berangkat menuju praja Mandura.
Di pertapaan Gandamadana, Kapijembawan beserta iatrinya Dewi Trijata,dihadap oleh putrinya bernama Dewi Jembawati, menerima tamu dari Mandura, raden Narayana beserta patih Udawa. Kepada Kapijembawan, raden Narayana menyampaikan maksud kedatangannya, yang tak lain mohon diperkenankan membawa Dewi Jembawati, utnuk dijadikan kelengkapan persyaratan perkimpoian kakanya wasi Jaladara, dijadikan patah pengiring temanten, dan Kapijembawan meluluskan permintaan raden Kakarsana, kepada raden Narayana Dewi Jembawati diserahkan, segera mereka bermohon diri, untuk kembali ke praja Mandura.
Raden Rukamarata setelah sampai di praja Mandraka, melapor keayahandanya prabu Salya, bahwasanya prabuanom Kakarsana menyanggupkan diri, untuk memenuhi segala persyaratan perkimpoian. Raja Salya sangat berkenan dihati, namun prabu Kurupati yang sudah hadir pula seakan-akan tidak mempercayainya, kalau prabu Mandura Baladewa kuasa mengadakan sarana-sarana perkimpoiannya. Sang raja Salya segera bertitah kepada anandanya raden Rukmarata, untuk segera mempersiapkan segala sesuatunya, khususnya terhadap diri Dewi Erawati sudah dimasukkan dalam pengawasan yang ketat, dalam menjelang perkimpoiannya.
Oleh raja Salya, yang telah berembug pula dengan permaisuri Dewi Setyawati, putrinya Dewi Erawati dimasukkan dalam sengkeran, disimpan ke dalam cincin saktinya, untuk menjaga keselamatan sanga putri menjelang hari-hari perkawainannya.
0 komentar:
Posting Komentar