Lakon ini menceritakan tentang usaha Prabu Palguna alias Bambang Ekalaya untuk dapat berguru pada Begawan Drona. Karena Drona menampiknya sebagai murid, ia belajar sendiri. Ternyata keahliannya memanah bisa melebihi kemahiran Arjuna, sehingga Arjuna marah pada Drona.
Suatu hari ketika Ekalaya sedang berlatih memanah, seekor anjing berburu menggonggonginya. Karena dianggap mengganggu, diambilnya tujuh buah anak panah, dipasangnya pada busurnya, dan dengan sekali bidik, ketujuh anak panah itu melesat lalu menancap tepat ke moncong anjing itu.
Tidak lama kemudian, datanglah pemilik anjing itu. Ia ternyata Arjuna. Waktu itu Arjuna memang sedang berburu ditemani anjingnya. Ketika melihat anjingnya mati dengan tujuh buah anak panah menancap sekaligus di moncongnya, ia marah. Namun, selain marah Arjuna juga merasa keahliannya memanah kini tersaing oleh seseorang. Sebagai orang yang selama ini dikenal paling ahli memanah, Arjuna tidak sanggup membidik sasaran dengan sekaligus tujuh buah anak panah seperti yang dilakukan oleh pembunuh anjingnya. Karena itu dengan hati amat penasaran Arjuna mencari orang itu. Setelah berjumpa dengan orang, yang ternyata tampan, itu Arjuna mendapat keterangan bahwa si Pemanah bernama Ekalaya dari negeri Nisada. Ekalaya juga mengaku, keahliannya memanah didapat dari Begawan Drona, yang dianggap sebagai gurunya.
Hal ini membuat Arjuna kemudian menuduh, Begawan Drona telah menyalahi janjinya untuk memberikan seluruh ilmunya hanya pada Arjuna. Untuk meyakinkan Arjuna bahwa Ekalaya bukan muridnya, Drona lalu menipu putra raja Paranggelung itu. Ekalaya disuruh memotong ibu jarinya sendiri, sebagai tanda bakti seorang murid pada gurunya. Pada ibu jari tangan kanan Ekalaya sejak lahir terpasang cicin Mustika Ampal pemberian dewa. Karena Ekalaya memang ingin sekali berbakti pada Resi Drona, permintaan itu dipenuhi. Ibu jari tangan kanannya dipotong dan diserahkan pada Drona. Namun dengan demikian sejak itu Ekalaya tidak dapat lagi memanah dengan baik.
Secara kebetulan suatu saat Arjuna berjumpa dengan Dewi Anggraini, istri Prabu Palgunadi. Melihat kecantikannya, Arjuna jatuh cinta, tetapi wanita cantik itu ternyata tidak melayani rayuan Arjuna. Ketika Arjuna mengejar-ngejar Dewi Anggraini, perbuatannya dipergoki oleh Aswatama, putra Begawan Drona. Aswatama menegur Arjuna, tetapi ksatria tampan itu tidak peduli, dan mereka pun berkelahi.
Kesempatan itu digunakan Anggraini untuk lari pulang ke Kerajaan Paranggelung dan mengadukan perbuatan Arjuna terhadap dirinya. Namun, Palgunadi tidak percaya. Sepengetahuannya Arjuna adalah ksatria utama, tidak mungkin melakukan perbuatan nista seperti yang dilaporkan istrinya. Palgunadi bahkan menuduh Anggraini sengaja mengadu-adu dirinya agar bermusuhan dengan Arjuna, dan bilamana ia mati akan ada alasan bagi Anggraini untuk bisa diperistri Arjuna. Prasangka buruk Palgunadi kepada Anggraini ini akhirnya lenyap setelah Aswatama datang dan membenarkan pengaduan istri Palgunadi itu.
Karena sudah jelas persoalannya, Palgunadi lalu mendatangi Arjuna dan menantangnya. Tantangan ini dilayani, walaupun sebenarnya hati kecil Arjuna merasa bersalah. Palgunadi alias Ekalaya akhirnya gugur dalam perang tanding itu, dan Dewi Anggraini bunuh diri sesudah mendengar berita kematian suaminya.
Sebelum gugur, Palgunadi sempat mengucapkan kutukan tertuju pada Drona, bahwa guru besar itu akan mati dalam Baratayuda.
0 komentar:
Posting Komentar