Tampilkan postingan dengan label M. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label M. Tampilkan semua postingan

MUSTAKAWENI

DEWI MUSTAKAWENI adalah putri Prabu Niwatakawaca/Arya Nirbita, raja negara Manikmantaka dengan permaisuri Dewi Sanjiwati. Ia mempunyai kakak kandung bernama Nilarudraka, yang menjadi raja di negara Tegalparung.

Walau ayahnya raksasa, Dewi Mustakaweni berwujud manusia biasa dan berwajah cantik. Berwatak pemberani, berjiwa prajurit dan pandai menggunakan senjata panah. Selain sakti, Dewi Mustakaweni juga memiliki Aji Kamayan, yang dapat beralih rupa sesuai yang dikehendakinya.

Atas perintah kakaknya, Prabu Nilarudraka, Dewi Mustakaweni pernah mencuri pusaka keluarga Pandawa, Jamus Kalimasada. Dengan beralih rupa menjadi Gatotkaca palsu, Dewi Mustakaweni berhasil mengelabuhi dan mengalahkan Dewi Srikandi.

Tapi usaha pencurian Jamus Kalimasada itu akhirnya dapat digagalkan oleh Bambang Prabakusuma /Bambang Priyambada, putera Arjuna dengan Dewi Supraba. Bahkan Dewi Mustakaweni jatuh cinta pada Bambang Priyambada, dan bersedia menjadi istrinya.
Baca SelengkapnyaMUSTAKAWENI

MUMPUNI

DEWI MUMPUNI adalah seorang hapsari/bidadari, putri Resi Kasyapa dengan Dewi Muni, putri Hyang Daksa. Ia mempunyai sifat dan perwatakan ; jujur, penurut dan penuh cinta kasih.

Oleh Sanghyang Indra, Dewi Mumpuni dinikahkan dengan Bathara Yama/Yamadipati, dewa pemegang kunci Yamani/neraka, putra Sanghyang Ismaya dengan Dewi Senggani. Dengan terpaksa Dewi Mumpuni melaksanakan perintah Sanghyang Indra dimana sebenarnya hatinya sama sekali tidak mencintai suaminya itu. Ia memaksakan dirinya karena patuhnya terhadap perintah Sanghyang Indra, yang tak dapat dibantahnya.

Pada suatu saat datang ke kahyangan Hargadumilah, tempat tinggal Dewi Mumpuni, Bambang Nagatatmala, putra Sanghyang Anantaboga dengan Dewi Supreti. Pertemuan tersebut mencetuskan api asmara yang tak terpadamkan dan menimbulkan kasih cinta asmara yang mendalam tiada terpisahkan. Setelah ada kata sepakat, Bambang Nagatatmala dan Dewi Mumpuni lari meninggalkan kahyangan Hargadumilah ke kahyangan Saptapratala.

Bathara Yama begitu mengetahui peristiwa tersebut segera menyusul istrinya ke Saptapratala. Peperangan tak dapat dihindarkan antara Nagatatmala melawan Bathara Yama. Akhirnya Sanghyang Maniikmaya turun ke Saptapratala melerai pertengkaran tersebut. Oleh Sanghyang Manikmaya dijelaskan, bahwa sesuai takdir Dewi Mumpuni memang harus bersuamikan Bambang Nagatatmala. Karena itu Bathara Yama harus merelakan Dewi Mumpuni diperistri Bambang Nagatatmala.
Baca SelengkapnyaMUMPUNI

MULATI

DITYA MULATANI adalah putra angkat Detya Maliawan, adik Prabu Sumali, raja negara Alengka. Ia tercipta dari ari-ari Detya Jambumangli, putra tunggal Detya Maliawan. Meskipun memiliki bentuk tubuh agak pendek menurut ukuran raksasa, karena ketekunannya bertapa, Mulatani menjadi sangat sakti.

Detya Mulatani berwatak pemberani, jujur, setia dan penuh pengabdian. Ia mengabdikan diri di negara Alengka sejak masa pemerintahan Prabu Sumali hingga masa pemerintahan Prabu Dasamuka dengan pangkat Tumenggung. Menjelang akhir perang Alengka, dimana negara Alengka diserbu jutaan laskar kera Gowa Kiskenda dibawah pimpinan Prabu Sugriwa yang membantu Prabu Rama dalam upaya merebut dan membebaskan Dewi Sinta dari sekapan Dasamuka, Detya Mulatani diangkat menjadi patih negara Alengka menggantikan Patih Prahasta yang tewas dalam peperangan melawan Anila.

Setelah Indrajid/Megananda, putra Prabu Dasamuka dengan Dewi Tari tewas dalam peperangan oleh panah Surawijaya yang dilepas Laksmana, Mulatani maju ke medan perang memimpin sisa-sisa laskar perang Alengka. Ia akhirnya tewas dalam peperangan melawan Anggada, putra Resi Subali.
Baca SelengkapnyaMULATI

MINTUNA

BAGAWAN MINTUNA adalah Dewa ikan air tawar. Ia mempunyai tempat kedudukan di pertapaan/kahyangan Kisiknarmada.

Ia mendapat hak sebagai dewa dan mendapat gelar Bathara dari anugrah Sanghyang Manikmaya/ Bathara Guru raja Tribuana. Ia diberi wewenang sama dengan Dewa seperti Anantaboga, karena jasa-jasanya telah membimbing cucunya, Anantasena membinasakan Prabu Kalalodra, raja negara Girikadasar yang menyerang Suralaya. Bagawan Mintuna juga diberi kekuasaan merajai makhluk yang hidup di seluruh air tawar.

Bagawan Mintuna mempunyai seorang putri, Dewi Urangayu yang kawin dengan Bima, salah satu dari lima satria Pandawa, putra Prabu Pandu. raja negara Astina dengan Dewi Kunti.

Bagawan Mintuna bertemu dan membantu Bima untuk memenangkan perlombaan kecepatan membuat sungai dengan keluarga kurawa. Bima kemudian dinikahkan dengan Dewi Urangayu. Dari perkawinan tersebut lahir seorang putra yang diberi nama, Anantasena

Bagawan Mintuna berumur sangat panjang, Hal ini karena ia telah minum air kehidupan dari Cupu Madusena yang mempunya kesaktian tidak bisa mati sebelum ia sendiri yang menghendakinya serta masih bersentuhan dengan air tawar.
Baca SelengkapnyaMINTUNA

MINTARAGA

Mintaraga, yakni Arjuna pada waktu bertapa mengasingkan diri. Minta berarti memisah, raga berarti badan yang kasar, jadi pada masa itu Arjuna menjernihkan pikirannya, supaya terpisah dari badan yang, kasar. Kehendak Arjuna bertapa itu supaya jaya nanti pada perang Baratayudha.

Pada umumnya, seorang bertapa mendapat godaan dari segala setan, supaya batal tapanya. Dalam cerita ini diriwayatkanlah seorang raja raksasa bernama Prabu Niwatakawaca di Ima-imantaka. Raja ini berkehendak akan meminang seorang bidadari di Suralaya (tempat dewa-dewa) bernama Dewi Supraba, tetapi permintaan itu ditolak oleh Hyang Indra. Karena penolakan ini, Prabu Niwatakawaca sangat murka, ia hendak merusak Kaendran (tempat Betara Indra). Pada masa kejadian ini, Raden Arjuna sedang bertapa di bukit Indrakila dengan bergelar Begawan Mintaraga.

Tetapi sebenarnya tapa Arjuna ini menjadikan khawatir Hyang Indra, karena Arjuna akan diminta bantuannya untuk melawan seorang raja raksasa Prabu Niwatakawaca itu, yang akan menempuh Kaendran. Maka Betara Indra menitipkan pada para bidadari untuk menggoda Arjuna, supaya batal dalam tapanya. Tetapi penggoda itu tak dapat membatalkan tapa Arjuna, malah sebaliknya mereka merindukan pada Arjuna.

Kesusul pula oleh kedatangan duta Prabu Niwatakawaca kepertapaan itu, berupa seorang raksasa sakti bernama Mamangmurka. Kedatangan raksasa ini berkehendak akan membinasakan Raden Arjuna. Setiba Mamangmurka di pertapaan itu lalu merusak daerah pertapaan. Setelah hal ini diketahui oleh Arjuna, berkatalah Arjuna sebagai menyumpahi pada Mamangmurka, katanya: Tingkah laku raksasa ini sebagai seekor, babi hutan.

Seketika itu juga Mamangmurka berganti rupa jadi babi hutan dan diikuti oleh Hyang Indra dengan mengganti rupa seperti seorang pendeta bernama Resi Padya dan berhajat akan membunuh babi. hutan itu. Ia melepaskan anak panahnya mengenai badan babi hutan itu, pun Arjuna mengikuti babi hutan itu dan memanahnya juga mengenai binatang itu.

Karena itu terjadi selisih antara keduanya, masing-masing mengakui, bahwa anak panah yang mengenai babi hutan itu anak panahnya. Tetapi sebenarnya Hyang Indra sangat sukacita akan kejadian itu karena Hyang Endra dapat memberatkan tapi Arjuna dan akan minta bantuan pada Arjuna untuk memusnakan Prabu Niwatakawaca. Kehendak Hyang Indra ini terlaksana, Niwatakawaca dibinasakan oleh Arjuna.

Untuk hadiah pada Arjuna, Arjuna diangkatlah sebagai raja di Kaindran untuk sementara hari lamanya. Menurut perhitungan Dewa sehari di alam manusia itu sama dengan sebulan di Kaindran. Arjuna bergelar prabu Kariti.
Baca SelengkapnyaMINTARAGA

MAYANGKARA

DITYA MAYANGKARA berujud raksasa salewah, artinya sebelah kulitnya berwarna hitam dan sebelah lagi berwarna putih. Ia adalah putra Ditya Wisnungkara raksasa hitam putra Ditya Rudramurti (penjelmaan Bathara Isnapura putra Sanghyan Wisnu dengan Dewi Sri Pujayanti). Sedangkan ibunya bernama Dewi Mayangsari, hapsari keturunan Sanghyang Nioya.
Meski berujud raksa, Ditya Mayangkara memiliki sifat dan perwatakan ; jujur, setia, baik budi dan suka menolong.

Oleh Bathara Wisnu ia mendapat tugas memelihara dan menjaga Taman Sriwedari di kahyangan Untara Segara bersama Sukasarana, putra Bagawan Suwandagni yang berujud raksasa bajang (kerdil).

Pada jaman Lokapala, Ditya Mayangkara pernah menis pada Anoman, hingga Anoman memiliki kekuatan yang luar biasa. Sedangkan pada jaman Mahabharata, Ditya Mayangkara pernah menitis pada Resi Pracandaseta, berwujud kera/wanara putih dan bertempat tinggal di pertapaan Pandansurat, di daerah kerajaan Jodipati, wilayah negara Mertani.

Resi Pracandaseta yang dikenal pula dengan nama Resi Mayanggaseta pernah diminta bantuannya oleh keluarga Pandawa agar bersedia menari di alun-alun negara Dwarawati sebagai persyaratan memeriahkan upacara perkawinan antara Arjuna dengan Dewi Wara Sumbadra, adik Prabu Kresna raja negara Dwarawati.

Ditya Mayangkara menikah dengan hapsari keturunan Sanghyang Darmayaka dan mempunyai seorang putra berujud raksasa berkulit hitam yang diberi nama Kalakresna, yang setelah dewasa dibawa Sanghyang Triyarta turun ke arcapada dan membangun kerajaan baru di tanah Astaka di tepi hutan Kamiyaka.
Baca SelengkapnyaMAYANGKARA

MAYANGGASETA

RESI MAYANGGASETA atau Resi Pracandaseta (cerita pedalangan) berwujud kera/wanara putih dan bertempat tinggal di pertapaan Pandansurat, di daerah kerajaan Jodipati, wilayah negara Mertani. Menurut purwacarita, Resi Mayanggaseta masih keturunan Resi Supalawa, kera putih andel kepercayaan Resi Manumayasa/Kanumayasa di pertapaan Paremana, salah satu dari tujuh puncak

Gunung Saptaarga. Ketika negara Mertani berhasil ditahklukkan dan dikuasi oleh keluarga Pandawa menjadi negara Amarta, dan kerajaan Jodipati berada dalam kekuasaan Bima/Werkudara, padepokan Pandansurat dimerdekakan, menjadi tanah perdikan yang bebas darti pembayaran pajak atau upeti.

Resi Mayanggaseta pernah diminta bantuannya oleh keluarga Pandawa agar bersedia menari di alun-alun negara Dwarawati sebagai persyaratan memeriahkan upacara perkawinan antara Arjuna dengan Dewi Wara Sumbadra, adik Prabu Kresna raja negara Dwarawati.

Untuk meminta kesediaan Resi Mayanggaseta, Bima mengutus patih Gagakbaka ke pertapaan Pandansurat.
Pada mulanya Resi Mayanggaseta menolak, karena ia merasa dihinakan/direndahkan martabatnya, sebab walau berwujud kera ia seorang brahmana yang juga bisa berbicara dan beradat istiadat sebagaimana manusia.
Selain itu ia juga masih keturunan Resi Supalawa, manusia kera kekasih dewata. Namun setelah ia kalah berperang melawan Gagakbaka, Resi Mayanggaseta akhirnya bersedia memenuhi permintaan Bima dan keluarga Pandawa untuk pergi ke negara Dwarawati, memperrtunjukkan kemahirannya menari. Akhir riwayatnya tidak banyak diceritakan. Konon ia mati moksa karena usia lanjut.
Baca SelengkapnyaMAYANGGASETA

MATSWAPATI

Prabu Matswapati yang pada masa mudanya bernama Durgandana adalah putra Prabu Basuketi dengan Dewi Yukti. Ia mempunyai seorang saudara kandung bernama Dewi Durgandini/Dewi Setyawati yang menjadi istri Resi Palasara, dari Pertapaan Srengga, Gunung Saptaarga, yang juga pendiri negara Gajahoya.

Prabu Matswapati menikah dengan Dewi Rekatawati/Ni Yutisnawati, putri angkat Resi Palasara dan Dewi Durgandini. Dari perkawinan tersebut, ia memperoleh 4 (empat) orang putra bernama : Resi Seta, Raden Utara, Raden Wratsangka dan Dewi Utari. Disamping memperistri Dewi Rekatawati, Prabu

Matswapati juga menerima pengabdian kelima saudara angkatnya, yaitu : Kencaka/Kencakarupa, Upakeca/Rupakenca, Rajamala, Setatama dan Gandawana.Prabu Matswapati berumur sangat panjang --- sampai lima generasi, dari jaman Resi Palasara sampai jaman Prabu Parikesit. Setelah Parikesit --- cucunya, putra Dewi Utari dengan Abimanyu, dinobatkan menjadi raja negara Astinapura menggantikan Prabu Kalimataya/Puntadewa, Prabu Matswapati merasa tugas hidupnya di dunia sudah selesai.

Ia dan istrinya, Dewi Rekatawati, kembali menjadi ikan mas, yang kemudian dilabuh di Sungai Gangga.
Baca SelengkapnyaMATSWAPATI

MANUMAYASA

Resi MANUMAYASA dikenal pula dengan nama Kanumayasa atau Kariyasa. Manumayasa lahir di Kahyangan Daksinageni (Kahyangannya Bathara Brahma). Ia putra kedua dari empat bersaudara putra Bathara Parikenan dengan Dewi Bramaneki, yang berarti cucu buyut Bathara Wisnu dan Bathara Brahma. Adapun ketiga saudaranya yang lain adalah : Dewi Kanika, Resi Manobawa dan Resi Paridarma.

Manumayasa turun ke Marcapada dengan tugas memelihara ketentraman dan kesejahteraan umat manusia. Atas seijin Prabu Basukesti, Raja negara Wirata, Manumayasa mendirikan padepokan Retawu di gunung Saptaarga. Ia menikah dengan Dewi Kaniraras/Dewi Retnowati, dan memperoleh tiga orang putra, yaitu : Bambang Manudewa, Bambang Sakutrem dan Dewi Sriyati.

Bersama Sakutrem, Resi Manumayasa menjadi jago Kadewatan membinasakan Prabu Kalimantara, Arya Dadali dan Arya Sarotama, tiga raksasa dari negara Nusahantara yang mengamuk di Suralaya karena keinginannya memperistri Dewi Irimirin ditolak Bathara Guru.

Jasad ketiga raksasa tersebut berubah wujud menjadi Kitab/Jamus Kalimasada, Panah Hrudadali dan Panah Sarotama. Sementara Paksi Banarasa yang karena kesalahan paham menyerang Resi Manumayasa, ikut pula menemui ajalnya dan berubah wujud menjadi Payung Tunggulnaga. Resi Manumayasa juga mendapat anugrah Dewa berujud panah sakti bernama Pasopati.

Setelah usia lanjut, Resi Manumayasa menyerahkan Padepokan Retawu kepada Sakutrem. Ia kemudian tinggal di pertapaan Paremana (Gunung yang subur), salah satu dari tujuh puncak gunung Saptaarga. Resi Manumayasa meninggal dalam usia sangat lanjut. Jenasahnya dimakamkan di Pertapaan Paremana.
Baca SelengkapnyaMANUMAYASA

MANDRAKESTU

PRABU MANDRAKESTU adalah raja negara Kidarba. Di dalam sarasilah Parisawuli, Mandrakestu disebutkan dengan nama Brahmakestu, putra Bathara Brahmanadewa (putra Sanghyang Brahma), dengan Dewi Srinadi, putri Sanghyang Wisnu dari permaisuri Dewi Srisekar/Dewi Sri Widowati.

Prabu Mandrakwestu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Prabu Meriya, raja negara Maespati dan dilanjutkan persahabatannya dengan Prabu Kartawirya, raja Maespati berikutnya.

Prabu Mandrakestu menikah dengan Dewi Isnawari, seorang hapsari keturunan Sanghyang Taya. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh dua orang putra kembar, masing-masing bernama Arya Suryakestu dan Arya Candrakestu, yang terus melanjutkan hubungan persaudaraan itu dengan pengabdiannya terhadap Prabu Arjunawijaya, raja negara Maespati yang termasyhur sebagai penjelmaan Sanghyang Wisnu dan mempunyai gelar yang sangat terkenal ; Prabu Arjunasasrabahu.
Setelah usianya lanjut dan merasa tidak mampu lagi memegang tampuk pemerintahan, Prabu

Mandrakestu menyerahkan tahta kerajaan Kidarba kepada Arya Suryakestu. Sedangkan Arya Candrakestu menjadi raja di negara Takiya, menggantikan kedudukan mertuanya.
Baca SelengkapnyaMANDRAKESTU

MANDRADIPA

PRABU MANDRADIPA adalah raja negara Mandaraka. Ia masih keturunan Prabu Mandrakestu, raja negara Kidarba. Di dalam sarasilah Parisawuli, Mandrakestu disebutkan dengan nama Brahmakestu, putra Bathara Brahmanadewa (putra Sanghyang Brahma) dengan Dewi Srinadi, putri Sanghyang Wisnu dengan permaisuri Dewi Srisekar.

Prabu Mandradipa menikah dengan Dewi Ayutanayi, keturunan Prabu Ruryana, raja negara Maespati. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh seorang putra yang diberi nama, Arya Mandrapati. Prabu Mandradipa bersahabat baik dengan Resi Jaladara , dari pertapaan Dewasana.

Persahabatan dan persaudraan ini terus dilanjutkan oleh putranya, Arya dengan gelar Prabu Matswapati, Arya Setatama tetap menjabat sebagai patih Wirata.

Arya Setatama menikah dengan Dewi Kandini, enam keturunan dari Batara Brahmanakanda putra Hyang Brahma. Dari perkawinan tersebut ia memperolehseorang putra yang bernama, Arya Nirbita, yang setelah dewasa Mandrapati dengan Bambang Anggana Putra, putra Resi Jaladara.

Dalam kisah selanjutnya, Bambang Anggana Putra yang setelah menjadi brahmana di pertapaan Argabelah bergelar Bagawan Bagaspati akhirnya mati dibunuh oleh Narasoma/Prabu Salya putra Prabu Mandrapati.

Setelah usianya lanjut dan merasa tidak mampu lagi mengendalikan tampuk pemerintahan, Prabu Mandradipa menyerahkan tahta kerajaan kepada putranya, Mandrapati. Ia kemudian hidup sebagai brahmana sampai akhir hayatnya.
Baca SelengkapnyaMANDRADIPA

MAMANGMURKA

Ditya MAMANGMURKA adalah patih negara Manikmantaka dalam pemerintahan Prabu Niwatakawaca. Konon ia masih keturunan Patih Sakipu/Kasipu dari negara Gilingwesi yang tewas dalam pertempueran melawan Bambang Tetuka/Gatotkaca di Suralaya.

Ditya Mamangmurka pernah diperintahkan oleh Prabu Niwatakawaca pergi menemui Bagawan Ciptaning yang sedang bertapa di Goa Mintaraga, hutan Kaliasa, gunung Indrakila untuk memintakan restu atas rencana perkawinan Prabu Niwatakawaca dengan Dewi Supraba. Karena tidak berhasil menemukan goa Mintaraga, Mamangmurka lalu mengobrak-abrik kawasan hutan Kaliasa.

Akibat dari perbuatan itu, Mamangmurka terkena kutuk Bagawan Ciptaning berubah wujud menjadi babi hutan/waraha. Mamangmurka semakin marah, mengamuk, membabi-buta merusak tatanan hutan Kaliasa.

Perbuatannya yang sudah keterlaluan itu menimbulkan kemarahan Bagawan Ciptaning yang segera memanahnya. Ditya Mamangmurka akhirnya mati oleh panah Bagawan Ciptaning dan panah Prabu Kilatawarna (penjelmaan Bathara Guru) yang tepat menancap di tubuhnyua pada satu sasaran.
Baca SelengkapnyaMAMANGMURKA

MAHADEWA

SANGHYANG MAHADEWA adalah Dewa Keluhuran, kemuliaan dan kepahlawanan. Ia bersemayam di Kahyangan Argapura. Sanghyang Mahadewa adalah putra kedua Sanghyang Manikmaya, raja Tribuana dengan Dewi Umarakti/Umaranti.

Ia mempunyai dua orang saudara kandung masing-masing bernama ; Sanghyang Cakra dan Sanghyang Asmara. Sanghyang Mahadewa juga mempunyai enam orang saudara seayah lain ibu, putra Dewi Umayi masing - masing bernama : Sanghyang Sambo, Sanghyang Brahma, Sanghyang Indra, Sanghyang Bayu, Sanghyang Wisnu dan Bathara Kala.

Perwatakan Sanghyang Mahadewa meliputi perwatakan semua saudara-saudaranya. Kejujurannya seperti Sanghyang Sambo, semangatnya seperti Sanghyang Brahma, tajam perasaannya seperti Sanghyang Indra, kebijaksanaannya seperti Sanghyang Wisnu, taat dan patuhnya seperti Bhatara Kala, bening dan telitinya seperti Sanghyang Cakra.Sanghyang Mahadewa bertugas untuk memberikan anugrah kepada para tapa dan selalu diutus/ditugaskan membawa pakaian raja dan tanda kebesaran kerajaan apabila ada penobatan raja yang direstui Sanghyang Manikmaya.

Seperti penyerahan jamang/mahkota yang terbuat dari emas kepada Prabu Pandu, raja negara Astina, dan Balai Kencana Soka Domas (balai yang terbuat dari emas yang bertiang delapan ratus) sebagai singgasana Prabu Rama di Suwelagiri.

Sanghyang Mahadewa diserahi wewenang untuk menguasai sorga. Ia juga merupakan seorang prajurit pilihan dan menjadi senapati angkatan perang Dewa.
Baca SelengkapnyaMAHADEWA

MAESASURA

PRABU MAESASURA adalah raja negara Guwa Kiskenda. Ia berwujud raksasa berkepala kerbau. Prabu Maesasura mempunyai seorang patih yang bernama Lembusura, raksasa berkepala sapi.

Prabu Maesasura sangat sakti karena mempunyai saudara seperguruan bernama Jatasura, seekor harimau yang memiliki rambut gimbal di lehernya. Prabu Maesasura dan Jatasura seolah-olah dua jiwa yang satu, artinya ; keduanya tidak dapat mati, apabila hanya satu dari mereka yang tewas.

Karena merasa sangat sakti, Prabu Maesasura datang ke Kahyangan Kaindran untuk melamar Dewi Tara, putri Sulung Bathara Indra dengan Dewi Wiyati. Kalau lamarannya ditolak, Prabu Maesasura dan Jatasura mengancam akan menghancurkan Kahyangan Keindran dengan seluruh bala tentaranya yang sangat kuat.

Bathara Indra kemudian meminta bantuan kepada Subali dan Sugriwa, keduanya putra Resi Gotama dengan Dewi Indradi dari pertapaan Grastina/Erraya, untuk mengahadapi dan membunuh Prabu Maesasura, Jatasura dan Lembusura.

Prabu Maesasura, dan Jatasura akhirnya dapat dibinasakan oleh Subali yang menantang masuk ke dalam Gowa Kiskenda.

Kepala Maesasura dan Jatasura diadu kumba (saling dibenturkan satu dengan yang lain) hingga pecah dan mati seketika di dalam saat yang bersamaan. Sedangkan patih Lembusura dapat dibinasakan oleh Sugriwa.
Baca Selengkapnya MAESASURA

MAERAH

DEWI MAERAH atau Dewi Mahira (Mahabharata) adalah putra Prabu Kurandapati, raja negara Widarba. Ia mempunyai adik kandung bernama Dewi Mahindra atau Dewi Maekah (pedalangan Jawa). Dewi Maerah dan Dewi Maekah.

Keduanya menjadi permaisuri Prabu Basudewa, raja negara Mandura.

Dengan tidak disengaja dan disadarinya, Dewi Maerah telah mengalami malapetaka, digauli oleh Prabu Gorawangsa, raja raksasa negara Gowabarong yang beralih rupa menjadi Prabu Basudewa palsu. Atas perbuatannya itu ia mendapat hukuman, diusir keluar dari negara Mandura. Dewi Maerah yang dalam keadaan hamil ditempatkan di negara Bombawirayang, diserahkan kepada ditya Suratrmantra, adik Prabu Gorawangsa.

Di tempat pengasingannya itu Dewi Maerah melahirkan seorang putra lelaki yang berwujud setenah raksasa yang diberi nama Kangsa atau Kangsadewa.

Setelah Kangsa dewasa dengan terus terang, Dewi Maerah menceritakan keadaan sebenarnya, bahwa ia sesungguhnya permaisuri Prabu Basudewa, raja negara Mandura. Kangsa tidak sepenuhnya putra Gorawangsa, tetapi juga putra Prabu Basudewa, sehingga berhak mendapat pengakuan sebagai putra Prabu Basudewa.

Dengan dukungan Suratrimantra, Kangsa pergi kenegara Mandura. Ia akhirnya diakui sebagai putra Prabu Basudewa dan diangkat menjadi Adipati di Sengkapura. Oleh Kangsa, Dewi Maerah diboyong ke Sengkapura. Ketika Kangsa tewas dalam peperangan melawan Kakrasana dan Narayana, Dewi Maerah ikut belamati, terjun ke dalam pancaka (api pembakaran mayat) demi kehormatan dan harga dirinya.
Baca SelengkapnyaMAERAH

MAEKAH

DEWI MAEKAH atau Dewi Mahindra (Mahabharata) adalah putri Prabu Kurandapati, raja negara Widarba. Ia mempunyai kakak kadung bernama Dewi Maerah atau Dewi Mahira (Mahabharata). Dewi Maekah dan Dewi Maerah, keduanya menjadi pernmaisuri Prabu Basudewa, raja negara Mandura.

Kedua putri itu mempunyai nasib yang berbeda. Dewi Maerah tanpa sengaja terkena tipu daya Prabu Gorawangsa, raja raksasa negara Gowabarong yang dengan beralih rupa menjadi Prabu Basudewa palsu berhasil menggauilinya dan menghamilinya.

Ia kemudian diasingkan ke Kadipaten Sengkapura dan melahirkan anak berwujud setengah raksasa yang diberi nama Kangsa. Sementara Dewi Maekah dalam perkawinanya dengan Prabu Basudewa memperoleh dua orang putra yang lahir kembar gondang kasih (berbeda warna) masing-masing bernama ; Kakrasana, berkulit putih/bule, dan Narayana yang berkulit hitam.

Akibat ancaman Kangsa yang ingin merebut kekuasaan negara Mandura dan membinasakan putra-putra Prabu Basudewa yang lain, Dewi Maekah terpaksa harus berpisah dengan kedua putranya sejak kecil. Demi keselamatan jiwanya, Kakrasana dan Narayana dititipkan di padepokan Widarakandang dalam asuhan Demang Antagopa dan Nyai Sagupi.

Dewi Maekah dapat berkumpul kembali dengan kedua putranya setelah Kakrasana dan Narayana dewasa, dan mereka telah berhasil membinasakan Kangsadewa. Dalam masa tuanya Dewi Maekah hidup dalam kebahagiaan. Kedua putranya berhasil menjadi raja besar.

Kakrasana menjadi raja negara Mandura bergelar Prabu Baladewa, sedangkan Narayana menjadi raja negara Dwarawati bergelar Prabu Kresna/Sri Bathara Kresna.
Baca SelengkapnyaMAEKAH

MADRIM

DEWI MADRIM atau Dewi Madri adalah putri Prabu Mandrapati, raja negara Mandaraka dengan permaisuri Dewi Tejawati.

Ia mempunyai kakak kandung bernama Narasoma, yang setelah menjadi raja Mandaraka bergelar Prabu Salya.

Dewi Madrim menikah dengan Prabu Pandu, raja negara Astina dan menjadi permaisuri ke dua mendampingi Dewi Kunti. Dari perkawinan tersebut, ia berputra dua orang kembar yang diberi nama Nakula dan Sadewa. Dewi Madrim berwatak penuh belas kasih, setia, sabar dan Wingit.

Akhir riwayat Dewi Madrim diceritakan, ia terjun kedalam Pancaka (api pembakaran jenazah) ikut bela pati atas kematian suaminya, Prabu Pandu.

Kedua putra kembarnya, Nakula dan Sadewa yang masih bayi kemudian diasuh oleh Dewi
Baca SelengkapnyaMADRIM

Popular Posts

Contact

Nama

Email *

Pesan *