Tampilkan postingan dengan label Ringkasan Cerita Wayang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ringkasan Cerita Wayang. Tampilkan semua postingan

Peksi Dewata

 Raja Pancalaradya, Prabu Drupadi mempunyai putri bernama Dewi Srikandi yang dilamar Pandita Drona. Dewi Srikandi akan menerima lamarannya asal dapat mengalahkan debat dengan Peksi Dewata yang sekarang berada di Keraton Pancalareja.

 Begawan Drona dan ia menyanggupi serta yakin akan dapat mengalahkan kepandaian burung Peksi Dewata. Sebagai calon pengantin pria ia pergi ke Pancala disertai Adipati Karna, Patih Sengkuni dan Kurawa. Setelah datang di Kerajaan Pancala segera dibawa ke tempat burung Dewata dan debat dimulai.

Ternyata perkiraan Begawan Drona meleset. Peksi Dewata sangat pandai berargumentasi sehingga Begawan Drona yang bijaksana itu kalah menyerah dengan lawannya yang berupa burung. Oleh karena tersinggung perasaannya, Begawan Drona melepaskan burung yang berada di dalam sangkar dan dengan cepat Peksi Dewata terbang meninggalkan Kerajaan Pancala, ia terbang jauh dan masuk hutan, maka raja Pancala menuntut agar Begawan Drona menangkap burung itu dan dibawa kembali ke pancala.

Sementara Arjuna mendapat perintah Abiyasa agar pergi ke Cempalaradya untuk mencari saudara-saudaranya. Dalam perjalanan ia bertemu dengan Batara Kamajaya dan Dewi Kamaratih yang menjelaskan bahwa Srikandi di sediakan sebagai calon istrinya, maka diminta meneruskan perjalanannya. di tengah jalan ia melihat Peksi Dewata yang datang dari udara dan hinggap di depannya.

Bersamaan itu pula Adipati Karna dan Kurawa juga datang meminta Peksi Dewata kepada Arjuna, maka terjadi perkelahian yang akhirnya Karna dan Kurawa dapat diusir Arjuna. Selanjutnya Arjuna membawa Peksi Dewata itu ke Cempalaradya. Setelah bertemu dengan Prabu Drupada dan Srikandi, maka burung dewata itu berubah ujud menjadi Yudistira.

Baca SelengkapnyaPeksi Dewata

Pandu Muksa

Kisah ini mengisahkan tentang kematian Prabu Pandu Dewanata, raja Astina. Pada awalnya Prabu Pandu sudah lama terkena penyakit yang sulit disembuhkan berbagai obat dan usaha telah ditempuh tetapi tidak berhasil menyembuhkan Prabu Pandu Dewanata karena memang sudah ditakdirkan akan kematiannya. Maka Batara Guru memerintahkan Batara Yamadipati segera mencabut nyawa Pandu dan dimasukkan ke dalam Kawah Candradimuka sebagai balasan atas keberanian Pandu meminjam Lembu Andini milik Batara Guru.

Prabu Pandu merelakan kematiannya tetapi mohon supaya menunggu anaknya berkumpul, tetapi setelah dipanggil Yamadipati sampai tiga kali belum pulang maka terpaksa Batara Yamadipati segera membawa Pandu beserta raganya ke kahyangan lalu dimasukkan ke Kawah Candradimuka. Tidak lama kemudian Permadi dan Bima tiba setelah mengetahui orang tuanya tiada ia menyusul ayahnya ke kahyangan dan masuk ke Kawah Candradimuka yang berkat bantuan Semar, Kawah Candradimuka menjadi dingin dan Para Pandawa dapat bertemu dengan Pandu beserta Madrim yang sebelumnya ikut bela pati.

Atas permohonan Bima, Pandu dan Madrim dapat dimasukan ke dalam surga

Baca SelengkapnyaPandu Muksa

Gugurnya Arimba

Di kisahkan bahwa, Perang tanding antara Prabu Arimba dan Bimasena tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan perang tanding sebelumnya. Ketika Prabu Arimba mulai mengetrapkan ajian andalanya yang dapat menyedot tenaga lawan, maka kekuatan Bimasena susut dengan cepat. Tidak hanya itu, selain dapat menyedot tenaga lawan, ajian andalan Prabu Arimba menjadikan kulitnya alot seperti janget, tidak luka oleh segala macam senjata tajam, termasuk juga kuku Pancanaka.

Bima menyadari bahwa lawannya mulai mengetrapkan ajian andalannya, yang dapat mencuri tenaga lawan dengan tidak diketahui dan dirasakan oleh lawannya. Dua kali Bima menjadi korban ajian tersebut, sehingga ia kehabisan tenaga di peperangan. Untunglah, pada saat itu Arimba tidak mengabiskan Bima pada saat Bima tak berdaya.

Namun untuk perang tanding yang ke tiga ini, jauh berbeda dengan perang tanding sebelumnya. Prabu Arimba tidak lagi menampakkan sifat kesatrianya, tetapi menonjolkan naluri raksasa yang ganas. Sepak terjangnya tidak lagi tenang dan mantap, tetapi kasar dan nagwur. Maka jika kali ini Bima sampai kehabisan tenaga di peperangan, pastilah Arimba akan melumatkannya. Bima tidak mau jatuh di peperangan melawan Arimba untuk ke tiga kalinya. Oleh karenanya Bima telah mempelajari bagaimana cara menghadapi ilmu andalan Prabu Arimba, yaitu dengan mengurangi sentuhan langsung dengan badan Arimba. Terlebih pada saat mengeluarkan tenaga besar, karena tenaga yang akan tersedot juga besar.

Selain mengurangi benturan langsung, Bima mengetrapkan ajian Angkusprana, angkus artinya kait dan prana artinya nafas atau angin. Dengan mengetrapkan aji angkusprana, Bima dapat mengkait dan menghimpun kekuatan angin dari Sembilan saudara tunggal bayu termasuk dirinya, yaitu: Dewa Bayu, Dewa Ruci, Anoman, Wil Jajagwreka, Gajah Situbanda, Naga Kuwara, Garuda Mahambira, dan Begawan Mainaka. Sembilan kekuatan angin yang dihimpun menjadi satu, membuat tenaga Bima mampu bertahan dan mengimbangi aji andalan Arimba. Sehingga perang tanding semakin panjang dan rame. Namun satu hal yang menggelisahkan Bima, bahwa Prabu Arimba tidak dapat luka oleh kuku pusaka Bimasena.

Menjelang tengah hari, Prabu Arimba meningkatkan serangannya dan sangat berambisi untuk segera menghabisi Bima. Bima kesulitan membendung serangannya dan mulai terdesak. Hantaman, tendangan dan gigitan acap kali menghampiri tubuh Bima. Hingga pada akhirnya Prabu Arimba berhasil menguasai Bimasena. Pada saat Bima akan dihabisi, tepat matahari bertahta pada puncaknya, Arimbi berteriak nyaring

Bima! Tusuk pusarnya!!

Keduanya sama-sama terkejut. Arimba memandang adiknya dengan ekspresi kemarahan. Jahanam Arimbi! engkau bocorkan titik kelemahanku. Sehabis hatinya mengumpat adiknya, Arimba memandang ke langit, kearah matahari yang persis berada di atas kepalanya. Pada saat itulah, Bima yang berada dalam cengkeramannya memanfaatkan kesempatan. Kuku ditangan Bima modot, muncul keluar dan segeralah ditusukkan di pusar Arimba. Raja raksasa sebesar anak gunung menggerang keras.. Bima kemudian menarik kukunya dan menjauhi lawannya.

Pusar Arimba menganga karena luka. Ia berjalan sempoyongan mendekati Arimbi adiknya. Bumi bergetar-getar karena langkahnya yang berat. Arimbi sangat kecemasan. Ia menanti dan pasrah apa yang akan dilakukan kakaknya, untuk menebus kesalahannya. Kunthi juga mencemaskan keselamatan Arimbi dan memberi isyarat kepada Arjuna untuk waspada. Semua mata tertuju kepada Arimba yang semakin gontai mendekati Arimbi.

Ketika tepat berada di depan Arimbi, raja Raksasa yang tinggi besar tersebut jatuh bertumpu pada dua tangan dan lututnya. Dugaan mereka yang mengamati peristiwa itu meleset. Prabu Arimba tidak menumpahkan kemarahannya kepada Arimbi. Dengan nada berat dan patah-patah ia berpesan kepada Arimbi, untuk menitipkan Negara Pringgandani dan merestui hubungannya dengan Bima yang sakti perkasa dan kesatria.

Tangis Arimbi memecah hutan Waranawata, mengiring gugurnya Kakanda Prabu Arimba, pengganti orang tuanya yang ia hormati dan cintai. Arimbi sangat bersedih, dirinya merasa berdosa, atas kepergian Kakanda Arimba ke alam keabadian

Siang hari itu, di saat matahari sedikit bergeser dari puncaknya, para pengawal Pringgandani membawa pulang rajanya yang sudah tidak bernyawa. Mereka tidak berani mengganggu Arimbi yang telah diwarisi kekuasaan Negara Pringgandani secara lesan oleh Prabu Arimba.

Sepeninggalnya para pengawal Pringgandani, Kunthi mendekati Arimbi, yang telah menyelamatkan nyawa Bimasena dan saudara-saudaranya. Sebagai tanda terimakasihnya, Kunthi membisikan mantra sakti ditelinganya. Dengan sepenuh hati Arimbi mendengarkan dan mngucapkan apa yang dibisikan Kunthi.

Sebentar kemudian keajaiban terjadi, Arimbi si raseksi perempuan berubah menjadi putri cantik, berkulit kuning langsat dengan postur tubuh yang tinggi besar. Naluri lelaki Bima terpana, ia mendekati Arimbi dan Arimbi pun segera menghaturkan sembah.

Semua mata memandang keduanya, dalam hati mereka berkata sungguh mereka adalah pasangan yang pantas dan ideal.

Baca SelengkapnyaGugurnya Arimba

Arjuna Wibawa

Prabu Matswapati yang berkuasa di Wirata sedang duduk di singgasana dihadap permaisuri Dewi Rekatawati, putrinya yakni Dewi Utari serta putranya yakni: Seta, Untara dan Wratsangka serta kedua patihnya yaitu Jaya Nirbita dan Nirmala. Pada per-temuan itu tiba-tiba datangnya Patih Sengkuni sebagai utusan Prabu Suyudana yang mengatakan bahwa raja Wirata ditunggu kehadirannya di Astina.

Prabu Matswapati merasa sakit hati karena kecongkakan Prabu Suyudana itu maka ia menolak undangan itu, dan terjadi peperangan. Prabu Mats-wapati mendapat bantuan Prabu Arjunawibawa dari Sriwedari serta Prabu Danumurti dari Rajegwesi. Dalam peperangan itu Kurawa sungguh hebat kedua raja suruhan itu kalah dan dipaksa untuk melawan raja Wirata.

Di tengah perjalanan Danumurti bertemu dengan Angkawijaya dan Gatotkaca, maka terjadi perselisihan, tetapi raja dari Rajegwesi itu kalah. Arjunawibawa yang semula dipihak Wirata sekarang akan menyerang Prabu Matswapati.

Pada waktu Prabu Yudistira, Kresna, Bima, Nakula dan Sadewa menjadi tamu Kerajaan Wirata, tiba-tiba Arjunawibawa menyerang Kerajaan Wirata, tetapi Kresna bertindak cepat serta memerintahkan Bima untuk membuka secara paksa pakaian Arjunawibawa dari Sriwedari itu, maka berubah ujud Arjuna. Raja Wirata dan Pandawa gembira sedangkan para Kurawa dapat diusir Bima.

Baca SelengkapnyaArjuna Wibawa

Wisnu Nitis

Dalam persidangan di Kerajaan Mandura, Prabu Basudewa berembug dengan adik-adiknya, Haryaprabu Rukma dan Ugrasena. Basudewa mengeluh karena ketiga permaisurinya merengek ingin mendapat putra.

Setelah mohon petunjuk para dewa di Sanggar Pamujan, Prabu Basudewa mendapat wisik agar berburu di hutan Kumbina. Diikuti adik-adiknya dan Patih Yudawangsa, raja Mandura itu pergi berburu.

Sementara itu di Kahyangan Jonggringsalaka, Batara Guru memerintahkan Batara Wisnu dan Batara Laksmanasadu agar segera menitis kembali ke dunia. Waktu Batara Wisnu dan Batara Laksmanasadu hendak turun ke dunia, Batara Basuki ikut.

Batara Wisnu menjelma sebagai harimau putih, sedangkan Batara Laksmanasadu dan Batara Basuki menyatu menjelma menjadi seekor naga. Mereka turun ke hutan Kumbina.

Waktu Basudewa menjumpai kedua binatang itu ia segera melepaskan panahnya. Harimau putih terkena panah, pecah menjadi dua. Raga harimau itu melesat masuk ke tubuh Dewi Mahindra, sedangkan badan halusnya masuk ke tubuh Dewi Kunti, istri Prabu Pandu Dewanata. Sedangkan sang Naga, tatkala terkena panah, lenyap dan kemudian menyatu dengan tubuh Dewi Rohini.

Setelah peristiwa itu Prabu Basudewa mendapat firasat tentang adanya peristiwa buruk yang terjadi di istana. Ia lalu memerintahkan Haryaprabu Rukma untuk menengok keadaan istana. Firasat Basudewa ternyata benar. Di Istana Mandura, Haryaprabu Rukma memergoki skandal yang dilakukan Dewi Maerah dengan Basudewa palsu yang ternyata Prabu Gorawangsa dari Kerajaan Guwabarong.

Sekembalinya dari perburuan, ketiga istri Basudewa telah mengandung. Namun karena adanya skandal itu, Dewi Maerah dibuang ke hutan. Kelak ia akan melahirkan Kangsa. Sedangkan Dewi Mahindra melahirkan Kresna, Dewi Rohini melahirkan Baladewa.

Baca SelengkapnyaWisnu Nitis

Wahyu Purbosejati

Syahdan, Raja Baladewa dating di Dwarawati menjumpai Kresna. Baladewa bercerita, bahwa dirinya menerima sasmita dari dewa. Dalam tidur bermimpi dilihatnya sinar memancar dikerumuni handaru. Krena diminta menjelaskan makna sasmita itu. Kresna tidak mau menerangkan sasmita, hanya dikatakan bahwa wahyu Purbasejati akan turun. Baladewa diajak mencari wahyu itu. Baladewa dan Kresna bersemedi di candi Gandamadana.

Raja di negara Tawanggantungan bergelar Prabu Dasakumara (sukma Dasamuka) menyuruh Megayitna (sukma Indrajid) mencari Sembadra di Dwarawati. Megayitna membawa prajurit jin pergi ke Dwarawati.

Arjuna menghadap Resi Abiyasa di wukir Ratawu. Arjuna disuruh ke Gandamadana, sebab wahyu Purbasejati akan turun. Arjuna berangkat bersama panakawan. Ditengah perjalanan diganggu Jin, tetapi dapat dihalau.

Raja Puntadewa minta kepada Bima agar mencari Arjuna, sebab sudah lama meninggalkan Amarta.

Hyang Guru dihadap oleh Hyang Narada, Ramawijaya dan Lesmana (yang telah berbadan halus). Lesmana dan Ramawijaya disuruh turun ke dunia. Hyang Narada dan Hyang basuki mengawalnya.

Bima berjumpa Anoman menanyakan tempat penjelmaan Wisnu. Bima berkata, ramawijaya telah menjilma pada Kresna. Anoman minta agar Bima mau menghantar ke Dwarawati. Bima mau menghantarnya tetapi Anoman diajak mencari Arjuna dahulu.

Juru Kuunci candi Gandamadana bernama Jembawan dan Trijata. Mereka berdua menunggu Baladewa dan Kresna yang sedang bertapa. Wahyu berkitar di atas candi, kemudian masuk ke tubuh Baladewa dan Kresna. Narada membangunkan Baladewa dan Kresna memberi tahu bahwa wahyu telah turun pada mereka. Narada menerangkan, bahwa Wahyu Purba jatuh pada Kresna, wahyu wahdat jatuh pada Baladewa, sedang wahyu sejati jatuh pada Arjuna. Baladewa bertanya, apa sebab yang yang bertapa dua oirang, Arjuna juga memperoleh wahyu. Narada menerangkan, Arjuna telah lebih dahulu bertapa memperoleh wahyu .

Arjuna datang dan menghormat Narada. Bima dan Anoman dating bertemu Jembawan. Mereka saling bercerita sejak berpisah sesudah perang Alengka. Anoman ingin mengabdi di Dwarawati. Kresna menerimanya. Mereka pulang ke Dwarawati

Raja Dwarawati menerima laporan , bahwa Sembadra hilang dicuri penjahat. Arjuna segera pergi mengejar pencuri. Penjayhat terseut tidak lain Megayitna yang melarikan Sembadra. Arjuna mengejar dan merebutnya. Setelah Sembadra dapat direbut, Anoman masuk ke kancing ke kancing sanggul tempat sembadra. Megayitna bisa lolos dan pulang ke Tawanggantungan. Megayitna tidak tahu bahwa Sembadra telah diganti Anoman. Maka setiba di istana berkata kepada raja bahwa Sembadra telah berhasil dibawanya. Setelah dikeluarkan dari anggul bukan Sembadra yang dipersembahkan kepada Prabu Dasakumara, melainkan Anoman. Raja dasakumara marah terjadilah perang. Dasakumara dapat ditangkap, lalu dimasukkan penjara besi di Gunung Ngungrungan. Raja Kresna dan keluarga Pandawa dating, perang melawan Megayitna. Megayitna dan prajuritnya kalah. Anoman disuruh bertapa di Kendalisada. Raja Kresna dan Pandawa bersyukuran di Dwarawati.

Baca SelengkapnyaWahyu Purbosejati

Wahyu Panca Budaya

Di kisahkan bahwa keluarga Pandawa sedih karena Parikesit pergi tampa pamit, Kresna menasehati agar kepergian Parikesit tidak dirisaukan lagii . Parikesit pergi mencari pengalaman. Keluarga Pandawa ingin mencari Parikesit.

Bogawikalpa (anak Bogadenta) akan membalas kematian ayahnya, dibantu oleh Kartiwindu (anak sengkuni) dan Susela (anak Aswatama).

Parikesit hidup di huttan bersama panakawan. Susela dan prajurit berjumpa parikesit di hutan. Parikesit dibunuh oleh Susela.

Di hutan itu para panakawan kebingungan.

Di kahyangan terjadi huru-hara, sebab Begawan Sabdajati tidak mengakui kekuasaan di kahyangan. Batara Narada disuruh menjatuhi hukuman kepada Begawan sabdajati. Batara Narada dan para dewa datang di padepokan Budiseta. Para Dewa akan menangkap Begawan Sabdajati, tetapi semua dewa kalah. Batara Guru turun tangan, tetapi tak mampu melawannya, lalu minta tolong kepada Pandawa bernama batara Narada.

Kresna, Bima, dan Arjuna ditemui Batara Guru, dan diminta membantu melawan Begawan sabdajati. Mereka berangkat ke pertapaan Budiseta. Ditengah perjalanan berjumpa Panakawan. Panakawan memberitahu kematian parikesit. Parieksit dihidupkan kembali oleh Kresna lalu diajak ke Budiseta.

Begawan sabdajati diserang oleh Bima, Arjuna dan Parikesit, tetapi semua kalah. Kresna tampil ke depan melawannya. Begawan sabdajati dicakranya hilanglah dari pandangan. Tiba-tiba muncul cahaya sebesar kelapa. Berputar-putar diangkasa, kemudian lenyap diatas Pparikesit. Mereka kebingungan. Batara Guru berkata, bahwa cahaya itu wahyu keraton bernama wahyu Pancabudaya dan telah masuk ke tubuh Parikesit. Para Pandawa dan parikesit disuruh kembali ke Astina . batara Guru dan narada kembali ke kahyangan.

Puntadewa menerima kedatangan Kresna bersama Bima, Arjuna dan Parikesit.

Prajurit Malaakapura datang mengamuk dan akan memusnahkan Pandawa. Brahoya, susela dan Bogawikalpa memimpin perang tetapi dikalahkan oleh para Pandawa.

Parikesit dan keluarga pandawa berpestaa menyambut anugerah Wahyu Pancabudaya.

Baca SelengkapnyaWahyu Panca Budaya

Wahyu Jayaningrat

Wahyu Jayaningrat juga di kenal dengan Wahyu Senapati, adalan wahyu yang diterima oleh Gatotkaca dan Abimanyu. Sedang jalan ceritanya sebagai berikut ;

Pendeta Durna usul kepada raja Suyudana agar Gatotkaca dibunuh dan Adipati Karna yang bertugas membunuhnya dengan Kunta. Usul itu disetujui raja. Adipati Karna naik kereta Kyai Jatisura bersama Patih Sengkuni menuju ke Poringgadani. Prajurit Kurawa mengawalnya.

Gatotkaca pergi dari pringgadani menyepi ke gunung Kelasa bersama Abimanyu. Antareja, Wisanggeni, Kala Bendana dan Braja Mikalpa tinggal di Pringgadani. Rencana pembunuhan terhadap gatotkaca telah mereka dengar. Wisanggeni mengusulakan agar Antarja menghalangi rencana Suyudana. Antarja oleh Wisanggeni diberi pakaian raksasa dan berganti nama Prabu Nagabagenda,. Kemudian menghadang prajurit Astina. 

Kalabendana dihias serupa gatotkaca dan Wisanggeni berhias serupa Abimanyu kemudian hendak membuat huru-hara di negara Amarta Dwarawati dan Astina, agar mereka tidak memperhatikan wahyu . Prabu Nagabagenda menghadapi Adipati Karna dan prajurit Kurawa. Setelah prajurit kurawa datang Prabu Nagabagenda triwikrama. Datanglah prajurit naga berikut pemimpinnya, beribu-ribu jumlahnya. Prajurit Kurawa lari tunggang-langgang dan bersembunyi ke Amarta.

Hyang Wenang berkenan menurunkan wahyu Jayaningrat kepada Gatotkaca dan Abimanyu, dua berkas cahaya turun dan masuk ke jasmani kedua ksatria. Gatotkaca dan Abimanyu telkah merasa memperoleh wahyu, mereka turun dari Gunung Kelasa, pulang ke negara.

Prajurit Kurawa tiba di Amarta, mencari perlindungan. Werkudara, Arjuna dan prajurit Amarta tidak mampu melawan serangan ular naga. Warga Kurawa dan Amarta hendak mengungsi ke Dwarawati, tetapi Dwarawati telah kedatangan musuh. Musuh tersebut amat sakti dan bisa beralih rupa sama dengan rupa lawan yang dihadapinya. Setyaki, Kresna, Werkudara dan Arjuna tidak mampu melawan. Kressna berusaha mencari bantuan. Di jalan berjumpa dengan gatotkaca dan Abimanyu./ Gatotkaca danAbimanyu bercerita, bahwa baru emmperoleh wahyu, dan berjanji akan menjaga keselamatan negara. Kresna minta agar Gatotkaca dan Abimanyu membantu melawan musuh yang sedang mengamuk di Dwarawati. Gatotkaca dan Abimanyu disambut musuh yang serupa Gatotkaca dan Abimanyu pula. Akhirnya Gatotkaca dan Abimanyu palsu berubah menjadi Kalabendana dan Wisanggeni.

Prabu Nagabagenda datang di Dwarawati bersama-beribu-ribu naga. Gatotkaca melawan Prabu Nagabagenda. Akhirnya Prabu Nagabagenda berubah menjadi Antarja. Naga-naga kembali ke asal kediamannya.

Wisanggeni matek aji, prajurit kurawa tertiup angin, kembali ke Astina. Warga Dwarawati dan Amarta bersuka-ria atas jatuhnya wahyu pada Gatotkaca dan Abimanyu.

Baca SelengkapnyaWahyu Jayaningrat

Wahyu Jatiwasesa

Mengisahkan tentang wahyu yang membuat siapa pun yang memilikinya akan menurunkan raja-raja yang berkuasa. Wahyu yang disebut Jatiwasesa itu dikuasai oleh Resi Mayangkara, yakni Anoman. Yang berusaha mendapatkan wahyu itu di antaranya adalah para Kurawa dan putra-putra Pandawa. Pihak Kurawa dipimpin Begawan Drona dan Adipati Karna, sedangkan para putra Pandawa diwakili Gatotkaca dan Wisanggeni.

Resi Mayangkara memberi syarat, barang siapa dapat memanah sasaran “mandrakresna” atau sasaran hitam dengan menggunakan gendewa yang tersedia, boleh mengambil Wahyu Jatiwasesa. Ternyata semuanya gagal.

Kegagalan ini tidak membuat Drona berputus asa. Ia berniat mencuri kendaga (peti kecil) tempat penyimpanan wahyu itu. Niat ini diketahui oleh Wisanggeni. Karenanya, Wisanggeni lalu mencipta sebuah kendaga tiruan dan ia masuk kedalamnya. Kendaga tiruan itulah yang akhirnya dicuri Drona.

Sementara itu, Resi Mayangkara memberitahukan kepada Gatotkaca, bahwa yang akan sanggup me-manah “mandrakresna” hanyalah Abimanyu. Ternyata benar. Abimanyu sanggup melepaskan anak panah tepat ke sasaran, dan seketika itu “mandrakresna” berubah ujud menjadi Prabu Kresna, sedangkan gendewanya beralih rupa menjadi Arjuna. Saat itu pula Wahyu Jatiwasesa masuk ke tubuh Abimanyu.

Di Kerajaan Astina, dengan gembira Drona melapor pada Prabu Anom Duryudana bahwa tugasnya berhasil. Dengan bangga ia membuka kendaga tiruan, ... ternyata isinya adalah Wisanggeni. Karena merasa dipermalukan Drona lalu mengutuk Wisanggeni, anak Arjuna itu akan mati muda sehingga tidak sempat menyaksikan Baratayuda.

Sebaliknya, Wisanggeni juga mengutuk Begawan Drona, kelak dalam Baratayuda akan mati berdiri.

Baca SelengkapnyaWahyu Jatiwasesa

Wahyu Dewandaru

Wahyu Dewandaru yang akan turun ke dunia. Wahyu itu berujud manusia, yang terkadang bisa dilihat, tapi ada kalanya tak dapat dilihat.

Untuk memperolah wahyu yang konon berada di Gunung Mahendra itu, Duryudana meminjam Aji Candrabirawa pada Prabu Salya. Mulanya Salya berkeberatan, tetapi setelah Begawan Drona mem-bujuknya, Aji Candrabirawa diserahkan.

Setelah itu Drona menyuruh Burisrawa untuk beralih ujud menjadi wanita cantik bernama Sri Sumilih. Tugasnya adalah menggoda Arjuna, agar Arjuna tidak bisa mendapatkan Wahyu Dewandaru.

Sementara itu di Kerajaan Tawang Gantungan, Prabu Godayitma merasa dengki pada Arjuna yang sering mendapat wahyu. Karena itu Prabu Godayitma lalu beralih ujud menjadi Arjuna, agar ia mendapat Wahyu Dewandaru.

Dalam perjalanan, Arjuna palsu bertemu dengan Sri Sumilih, tergoda akan kecantikannya dan mengejar wanita itu. Sri Sumilih lari ke hadapan Duryudana dan minta pertolongan. Duryudana melepaskan Aji Can-drabirawa sehingga Arjuna palsu berubah ujud menjadi Prabu Godayitma, yang lalu lari pulang ke Tawang Gantungan.

Wahyu Dewandaru sebenarnya bersemayam di pribadi Resi Dewandaru, di puncak Gunung Mahendra. Arjuna datang meminta wahyu itu, tetapi tidak diberikan. Terjadi perang tanding, Arjuna kalah dan lari pulang ke Kerajaan Amarta. Resi Dewandaru mengejar.

Di Amarta, Resi Dewandaru berhadapan dengan Prabu Puntadewa, dan kalah. Ia lenyap masuk ke pohon beringin di alun-alun Amarta.

Tak lama kemudian datang Duryudana yang meminta wahyu itu. Terjadi perang tanding antara Duryudana dengan Puntadewa. Duryudana mele-paskan Aji Candrabirawa, tetapi karena berhadapan dengan Puntadewa yang berdarah putih, Candra-birawa takut dan lari pulang kepada Prabu Salya.

Karena merasa tidak sanggup menghadapi Puntadea, Duryudana dan para Kurawa segera lari pulang ke Astina.


Baca SelengkapnyaWahyu Dewandaru

Utara dan Wratsangka Rabi

 Prabu Tasikraja dari negara tasikretna menyarankan sehubungan dengan musnanya putrinya Dewi Tirtawati, maka untuk itu perlu diundangkan adanya sayembara, kepada siapa saja yang menemukannya, akan dijodohkan dengan sang Dewi.

Prabu Abiyasa dari negara Astina, menerima kedatangan resi Narada yang menyampaikan pesan Hyang Girinata kepadanya dimintakan bantuannya untuk mengawinkan raden Utara dan wratsangka putera-putera dari negara Wirata. Demikian pula Prabu Abiyasa menerima kedatangan raden Wratsangka tak lain emnceritakan lolosnya raden Utara, untuk itu prabu Abiyasa diminta bantuannya untuk menemukan kembali, dan berangkatlah untuk mencarinya. Bertemulah merejka ditengah hutan dengan raden Utara, prabu Abiyasa menyarankan kepada raden Utara untuk mencari puteri di tasikretna, dengan iringan adiknya Wratsangka, berangkatlah raden Untarea menuju negara tersebut.

Syahdan sipencuri ulung, namanya raden Girikusuma, putera prabu Prawata dari negara Bulukapitu, sedang berusha mendekati Dewi Tirtawati. Dewi tirtawati berkata, akan bersedia melayani segala maksud raden Girikusuma, tetapi minta dimadu dengan adiknya Dewi Sindusari, hal itu disanggupi oleh raden Girikusuma, dan berangkatlah menuju negara Tasikretna.

Prabu tasikraja, menerima kedatangan raden Untara dan raden Wratsangka, yang menyatakan bahwa kedatangan mereka atas anama prabu Abiaysa yang memenuhi permintaan bantuan dari raja Tasikretna, dan kepada sang prabu , oleh raden Untara diuraikannya, bahwasanya malam nanti si pencuri julig, akan memasuki istana lagi, untuk tertangkapnya sipencuri, kepada raden Untara dan Wratsangka, ditugaskan untuk menyelesaikannya.

Pada malam hari, raden Girikusuma, yang akan mencuri Dewi Sindusari, dapat ditangkap oleh raden Untara, Wratsangka, terjadilah peperangan. Girikusuma dapat dienyahkan dan melarikan diri.

Prabu Abiyasa memerintahkan kepada Untara Wratsangka untuk mengejarnya, dan di Bulukapitu raden Girikusuma dapat dikalahkan oleh kedua ksatria Wirata, demikian pula Dewi tirtawati diselamatkan oleh Prabu Abiyasa . Ayahandanya Girikusuma prabu Prawata, mengamuk atas kematian anaknya, tetapi juga dapat dikalahkan oleh raden Untara, Wtarsangka.

Prabu tasikraja, menepati janjinya,. Dewi Tirtawati dikimpoikan dengan raden Untara, Dewi Sindusari dengan raden Wratsangka. Demikian pula kedatangan musuh lainnya, dari negara Binggal adapoat ditumpas.

Baca SelengkapnyaUtara dan Wratsangka Rabi

Tugu Wasesa

 Di Kerajaan Gilingwesi yang berkuasa Prabu Tugu Wasesa dihadap putranya yakni Antasena, ia bermaksud menaklukkan Kerajaan Astina. Segera memerintahkan seluruh balatentaranya pergi ke Astina, setelah tiba terus melakukan penyerangan. Prabu Suyudana tidak kuat melawan musuh maka melarikan diri dengan Dewi Banowati. Demikian juga Karna dengan istrinya, Surtikanti juga ditangkap dan dipenjara di Gilingwesi.

Sementara itu Suyudana terluka di bawah pohon beringin di hutan, tiba-tiba Arjuna, Gatotkaca dan Angkawijaya datang bersama Samba dan Setyaki. Mereka memberikan pertolongan kepada Suyudana. Selanjutnya raja Astina itu bersama istrinya dibawa ke Mandura oleh Samba dan Setyaki untuk mencari tempat yang aman. Para raksasa utusan Antasena datang menyerang tetapi dapat diusir oleh Angkawijaya dan Gatotkaca.

Antasena mengetahui bahwa tentaranya terbunuh segera maju ke medan perang dan kena panah Arjuna terlempar jauh. Selanjutnya ketiga ksatria itu menuju ke Gilingwesi, disana Angkawijaya dapat memikat Antawati adik Antasena. Sedangkan Arjuna membebaskan Adipati Karna dan Dewi Surtikanti serta dapat memikat para istri raja yakni: Dewi Nawangsih, Nawang Wulan, Nawang Kencana, dan Nawang Resmi yang kemudian dibawanya ke Mandura.

Arjuna melepaskan panah pada mahkota Tuguwasesa dan berubah ujud Bima, sedangkan Anoman kembali ke Kendalisada. Demikian juga Antasena dipeluk Gatotkaca karena sebagai saudaranya.

Baca SelengkapnyaTugu Wasesa

Sugatawati Rabi

 Raja Astina prabu Duryudana, dihadap oleh resi Durna, patih arya Sakuni, dipati Karna, para Korawa tampak antaranya raden arya Dursasana, raden arya Kartamarma, raden arya Durmagati,raden arya Jayadrata, raden arya Citraksa dan raden arya Citraksi. Raja berkenan menyampaikan maksudnya, akan pergi ke praja Madukara memenuhi undangannya raden Janaka, mempunyai hajad mengawinkan putrinya Dewi Sugatwati dan raden Samba. Seluruh nalapraja yang hadir diperintahkannya untuk mempersiapkan diri, beserta barang-barang bawaan untuk disumbangkan.

Permaisuri ratu, Dewi Banowati pun ikut serta dalam perjalanan raja ke praja Madukara. Wadyabala Astina mengiringkan kepergian raja beserta permaisuri ke praja Madukara.

Di kerajaan Garbaruci, raja yaksa bernama prabu Durgangsa, dihadap oleh pengasuhnya emban Kepetmega dan patih Duryasa. Raja menceritakan perihal keinginannya untuk mempersunting Dewi Sugatawati putrinya raden Arjuna, demikian tutur raja sesuai dengan hasil impiannya. Semula untuk mencapai maksudnya, raja berkehendak akan menyerang praja raden Arjuna, bahkan dengan maksud akan meluaskan jajahannya sekaligus, akan tetapi maksud demikian itu dihalang-halangi oleh patih Duryasa, sebaiknya mengutus saja wadyabala untuk menyampaikan lamaran ke Dewi Sugatawati. Raja menyetujuinya, dan kepada wadya yaksa Kalapragangsa, Kaladirgasa, dan Kaladurmeya, beserta pandunya kyai Togog dan Sarawita, diberi tugas ke Madukara, menyampaikan surat lamaran ke raden Arjuna. Perjalanan mereka di tengah jalan, bertemu dengan wadyabala Astina, terjadilah perselisihan, dan peperangan. Mereka masing-masing berusaha untuk menghindarkan diri dari keterlibatan yang tidak henti-hentinya, akhirnya terlerai juga, dan mereka menruskan perjalanannya masing-masing.

Di pertapaan Retawu, begawan Abyasa menrima kedatangan cucundanya raden Abimanyu, yang diutus oleh raden Janaka untuk menyampaikan permohonan kehadiran resi Abyasa, dalam rangka perkimpoian putri raden Janaka dari Tasikmadu, yang bernama Dewi Sugatawati dan raden Samba, putra mahkota kerajaan Dwarawati. Sang begawan menyanggupi diri, untuk hadir, segera raden Abimanyu memohon diri, untuk kembali, diikuti oleh para panakawan, kyai Semar, Nalagareng, dan Petruk.

Di tengah hutan Gandamayu, raden Abimanyu terlibat peperangan dengan wadyabala raksasa dari Garbaruci, kemenangan ada dipihak yaksa Garbaruci dapat dimatikan kesemuanya. Lajulah raden Abumanyu, diikuti oleh kyai Lurah Semar, Nalagareng, dan Petruk.

Konon di kerajaan Dwarawati, sri Kresna mempersiapkan diri, bersama-sama dengan permaisuri raja, sri Baladewa, pamandanya raden arya prabu Bismaka dan raden arya Ugrasena , dalam mempersiapkan iring-iringan keberangkatan temanten. Setelahselesai segala sesuatunya, berangkatlah iring-iringan temanten. Sungguh suatu tontonan yang jarang terjadi bagi warga kerajaan Dwarawati.

Demikian pula, di kerajaan Tasikmadu, prabu Madusudana beserta kakandanya retna Gandawati, dihadap putra mereka raden Gandawardaya, raden Gandakusuma, dan dyah Gandawati. Setelah segala upeti dipesiapkan, berangkatlah segera raja Tasikmadu ke praja Madukara.

Raja Garbaruci, prabu Kaladurgangsa menerima laporan Kyai Togog dan sarawita, bahwasanya duta raja mati dibunuh oleh seorang kesatria di tengah perjalanannya. Marahlah raja, kepada wadyabala Garbaruci diperintahkan bersiap-siap untuk mengikuti raja ke tanah Jawa. Berangkatlah mereka, tak ketinggalan patih Duryasa dan emban Kepetmaja.

Di kerajaan Trajutrisna, Prabu Bomanarakasura sedang merenungkan kesedian hatinya, menurut perkiraan prabu Bomanarakasura, ayahnya prabu Kresna, melupakannya. Patih Pancadnyana dan Yayahgriwa selalu menghiburnya, mengatakan kepada raja, bahwasanya sri Kresna tak mungkin lupa kepada prabu Bomanarakasura, sebab sudah menjadi kewajiban orang tua, untuk menjodohkan putra-putra lainnya pula. Sadarlah prabu Bomanarakasura dan memerintahkan untuk segera mempersiapkan sumbangan, yang akan dibawa ke praja Madukara, akan tetapi diperintahkannya untuk menuju terlebih dahulu ke praja Amarta, segera raja berangkat, diikuti oleh segenap wadyabalanya.

Denikian pula raja Amarta, Sri Yudhistira mempersiapkan diri untuk berangkat ke praja Madukara, bersama-sama dengan prabu Drupada,arya Sena, arya Gatutkaca, Dewi Arimbi, beserta Dewi Drupadi.

Di praja Madukara, telah lengkap hadir pata pinisepuh dan tamu-tamu agung lainnya, tampak antaranya resi Abyasa, prabu Suyudana dari Astina, prabu Spalya dari Mandraka, prabu Sadana dari Tasikmadu, prabu Bomanarakasura dari Trajutrisna, adipati Awangga, dari Wirata tampak arya Seta, Untara dan Wratsangka, juga kelihatan resi Dewabrata, dan prabu Drupada. Datanglah sudah saat temanten lelaki arya Samba dipertemukan, sungguh suatu suasana yang sangat khusuk, Dewi Sugatawati berjajar dengan raden Samba, tak ubahnya mereka bagaikan Dewa Ratih beserta permaisurinya Dewi Ratih, sungguh suatu pasangan temanten yang sangat serasi, seluruh praja Madukara diliputi suatu suasana yang sungguh menggairahkan.

Sedang mereka merayakan hajad perkimpoian agung itu, dan lagi enak-enaknya mereka bersantap bersama-sama, datanglah melapor wadya Madukara bahwanya musuh dari kerajaan Garbaruci datang, dipimpin oleh rajnya sendiri prabu Kaladurgangsa. Raden Arya Wrekudara, raden Janaka, prabu Boma, raden arya Setyaki dan arya Gatutkaca menerima perintah dari prabu Dwarawati, untuk menyongsong kedatangan musuh. Keluarlah mereka menjemput kadtangan prabu Kaladurgangsa, dan dapat membunuhnya, arya Sena mengalahkan patih Garbaruci Duryasa, emban Kepetmega dipukul mundur oleh raden arya Gatutkaca, wadyabala diobrak-abrik oleh raden arya Setyaki, sisa prajurit Garbaruci lari tunggang- langgang .

Kembalilah mereka yang menang perang, malpor kepada sri Kresna, kembali suasana di praja Madukara damai, seluruhnya bersyukur telah terhindar dari marabahaya.

Baca SelengkapnyaSugatawati Rabi

Sucitra Krama

Pada suatu hari Sucitra saudaranya raja pendeta Resi Baratmaja yang berkuasa di Argajembangan, mendengar berita bahwa di Cempalareja diadakan sayembara perang untuk memperebutkan putri raja yang bernama Gandawati. Yang bertindak sebagai jago adalah kakaknya yakni Gandamana, maka Sucitra pergi ke Jawa untuk mengikuti sayembara perang tanding.

Sementara di Cempalareja telah dimulai sayembara perang dan sebagian dari alun-alun dikelilingi dengan garis, sedangkan di luar garis digali beberapa lubang untuk mengubur jago yang terbunuh.

Di antara yang mengambil bagian sayembara itu terdapat Bambang Sucitra dari Kerajaan Atasangin. Ia berperang tanding melawan Gandamana dengan menggunakan gada serta berlangsung sengit dan cukup memakan waktu yang lama. Akhirnya ia berhasil melemparkan Gandamana ke luar garis dan jatuh di tempat yang jauh. Patih Trustaketu segera lari ke tempat jatuhnya Gandamana dan selanjutnya ia memberi isyarat agar Sucitra dikimpoikan dengan Gandawati serta diangkat sebagai raja di Cempalareja. Sedangkan Gandamana tidak kembali ke istana, tetapi ia masuk ke hutan.

Baca SelengkapnyaSucitra Krama

Sridenta

Pada suatu hari Prabu Yudistira menerima kedatangan Prabu Sridenta dari Kerajaan Jumapala yang menyaru sebagai Batara Narada. Ia datang untuk meminjam jimat Kalimasada, tanpa dipikir Yudistira memberikan dan Narada palsu segera meninggalkan Amarta.

Baru saja Narada pergi Prabu Kresna datang berkunjung di Amarta serta menerima laporan dari Yudistira mengenai kedatangan Batara Narada. Mendengar apa yang telah terjadi Prabu Kresna curiga serta memerintahkan Bima, Nakula dan Sadewa mengejarnya.

Akhirnya perampok itu dapat ditangkap tetapi Bima tidak kuat melawan kesaktian Sridenta, ia dibanting dan tertanam di dalam tanah dan tidak dapat bergerak.

Melihat kejadian itu Nakula dan Sadewa segera minta pertolongan Arjuna di Madukara. Seketika Arjuna berangkat dengan putranya yakni Jaya Windu, cucu dari Begawan Sidimulya dari Andong Wilis.

Sridenta sangat senang karena dapat memiliki Kalimasada, dalam perjalanan ia singgah di tempat mertuanya yakni Begawan Ciptarasa di Pertapaan Ringin Putih.

Setelah mengakui bahwa menantunya berhasil membawa jimat sakti, ia ingin mengetahuinya dan memegangnya, maka setelah menerima Kalimasada seketika Ciptarasa berubah ujud menjadi Jaya Windu, maka perang tanding terjadi. Namun Jaya Windu tidak kuat melawannya segera Arjuna memberi pertolongan dan Sridenta lari meninggalkannya.

Tiba-tiba Gatotkaca datang mencari ayahnya dan menemukan di dalam lumpur serta berusaha menariknya ke luar dari dalam tanah. Setelah itu semua pergi ke Jumapala. Setibanya di keraton, Arjuna dapat memikat Dewi Ciptawati istri Sridenta, sedangkan Sridenta dan Ciptarasa mati terbunuh oleh Bima.

Baca SelengkapnyaSridenta

Sri Pepitu

Raden Samba, Raden Setyaki, Patih Udawa dan Prabu Kresna di kerajaan Dwarawati sedang mengadakan persidangan yang intinya ingin membantu pihak Pandawa yang menginginkan Sri Pepitu.

Sementara itu Prabu Dasa Wasesa, Patih Gerjitapati serta diiringi bala tentara Pracimalayantaka menuju ke negeri Amarta untuk meminta Dewi titisan Sinta, Dewi Wara Sumbadra namun ditengah perjalanan bertemu dengan R.Angkawijaya menjadi murka setelah mengetahui orang yang dihadapannya akan membuat masalah di negerinya sehingga terjadilah peperangan yang dimenangkan rombongan Prabu Dasa Wasesa. Maka dengan kekalahan itu, R. Angkawijaya melarikan diri ke kahyangan memohon kepada dewa agar Sri Pepitu diijinkan dibawa ke Amarta.

Setelah semua Dewa setuju, maka R. Angkawijaya diijinkan membawa Sri Pepitu ke negeri Amarta. Prabu Kresna, para Pandawa bersuka cita mengetahui R. Angkawijaya berhasil membawa pulang Dewi Sri Pepitu, tiba-tiba datanglah rombongan dari negeri Pracimalayantaka yang dipimpin langsung rajanya Prabu Dasa Wasesa yang berkeinginan memboyong Dewi Sumbadra untuk diperistri. Kedatangan dan maksud Prabu Dasa Wasesa menjadikan perselisihan yang akhirnya peperangan tak dapat dihindari. Patih Gerjitapati dan bala tentara negeri Pracamalayantaka dapat dikalahkan pihak Pandawa namun rajanya Prabu Dasa Wasesa tak dapat dikalahkan oleh Senapati dam prajurit Pandawa maka dipanggilah Resi Hanoman untuk mengalahkan Prabu Dasa Wasesa. Menghadapi Resi Hanoman Prabu Dasa Wasesa tak dapat berkutik dan dapat dibinasakan.

Pada saat jasad Prabu Dasa Wasesa diam tak berkutik, Resi Hanoman bersiap-siap menggempur dengan Aji Mundri agar hancur berkeping-keping, tetapi sebelum aji Mundri mengenai tubuh Prabu Dasa Wasesa, menjelmalah

Sukma Dasa Muka raja Rahwana negeri Alengka yang telah dikubur ditimbun gunung Kendalisada.

Begitu sukma Dasamuka hilang, Hanoman kembali ke pertapaan Kendalisada untuk menjaga agar sukma Dasmuka tidak menganggu Pandawa.

Baca SelengkapnyaSri Pepitu

Sri Mulih

Prabu Kresna, R. Samba, R. Setyaki, Patih Udawa dan R.Gatotkaca sedang membicarakan perginya Kanjeng Eyang Sri Babu, tiba-tiba datang utusan dari negeri Atasangin, Prabu Bandaswalapati yang ingin meminjam senjata Kembang Cangkok Wijayakusuma, namun tidak diijinkan oleh Prabu Kresna yang mengakibatkan peperangan dan Prabu Bandaswalapati kalah melawan prajurit Dwarawati, melarikan diri kembali ke negara Atasangin serta melaporkan kegagalannya meminjam Kembang Cangkok Wijayakusuma kepada Raja Prabu Ngataswara. Setelah gagal meminjam senjata Prabu Kresna, Prabu Ngataswara beralih tujuan ingin memperistri Dewi Sri Babu.

Di Pertapaan Pandan Arum, Dewi Ngataswati menghadap ayahnya, Begawan Gembung Tanpa Sirah agar dicarikan suami, satria yang bernama R. Praba Kusuma, mendengar permintaan anaknya Begawan Gembung Tanpa Sirah lalu pergi untuk menuruti kehendak putrinya.

Di tengah hutan R. Prabakusuma yang diiringi para punakawan sedang mencari jalan ke negara Amarta untuk mencari ayahnya, tapi belum sampai tujuan ia didatangi Sang Begawan dan diutarakan maksudnya mencegat perjalannya. Mengetahui Sang Begawan ingin mengambil mantu, R. Prabakusuma menolak keinginan Sang Begawan yang akhirnya menjadi peperangan dan R. Prabakusuma dapat dikalahkan Sang Begawan dan dibawa kepertapaan Pandan Arum. R. Prabakusuma akhirnya bersedia memperistri putri Sang Begawan apabila cita-citanya bertemu dengan ayahandanya telah terkabul. Sementara itu di negeri Amarta para Pandawa sedang berkumpul di Balairung Istana untuk membicarakan penyakit Dewi Sumbadra, tiba-tiba datanglah R,Prabakusuma untuk menanyakan ayahnya yang bernama R. Arjuna.

R.Arjuna bersedia mengakui R. Prabakusuma sebagai anaknya bila dapat menyembuhkan penyakit Dewi Sumbadra karena ditinggal oleh sukmanya Dewi Sri, maka R. Prabakusuma mencari Dewi Sri yang sedang diculik seseorang, atas pertolongan calon mertuanya Sang Begawan Gembung Tanpa Sirah, Dewi Sri dapat diketemukan dan Dewi Sumbadra kembali sehat pulih seperti sediakala. Penculik Dewi Sri, Prabu Ngataswara marah ketika Dewi Sri diboyong kembali ke negeri Amarta, sebagai balasan Prabu Ngataswara mengamuk dan merusak negeri Amarta, tetapi dapat dibinasakan oleh Begawan Gembung Tanpa Sirah dan dikutuk menjadi hewan serangga pemakan padi.

Setelah R. Arjuna mengakui bahwa R. Prabakusuma adalah anaknya dari istrinya yang bernama Dewi Supraba, R. Prabakusuma meminta diri untuk sementara waktu untuk menemui Dewi Ngataswari di pertapaan Pandan Arum guna melaksanakan perkimpoiannya. Maka dengan kembalinya Dewi Sri ke negara Amarta, negeri menjadi aman, makmur dan sejahtera.

Baca SelengkapnyaSri Mulih

Sindusena

Kisah ini menceritakan Dewi Subadra yang ditinggal suaminya yakni Arjuna dalam keadaan sedih, karena telah beberapa tahun suaminya itu tidak ada beritanya.

Dalam situasi itu banyak para pangeran dan ksatria yang mencoba melamarnya, termasuk pangeran Mandraka yakni Burisrawa lewat perantara Baladewa.

Prabu Kresna telah menerima lamaran dari Sindusena yang berada di Kendalisada yang mengabdi Anoman. Sehingga Prabu Kresna mengatakan bahwa lamaran Baladewa itu akan dapat diterima asal saja para Kurawa dapat mengalahkan Sindusena.

Para Kurawa beramai-ramai pergi ke Dwarawati dimana Sindusena dan Kapiwara (Anoman) telah datang di tempat itu. Di alun-alun dibuat garis untuk peraturan dalam perang tanding dan barang siapa melewati garis itu, berarti kalah. Pertama Kertamarma, lalu Dursasana, Jayadrata dan Adipati Karna, mereka jatuh pingsan. Kemudian Prabu Baladewa maju perang ternyata melewati garis itu. Karena ia malu maka mengeluarkan senjata Nenggala, tetapi dapat ditangkap Anoman. Kresna kemudian membawa pergi Prabu Baladewa.

Menurut petunjuk dari dewa, Dewi Subadra harus mencari pertolongan kepada Partakusuma dari Pertapaan Arga Dumilah, maka Rarasati diperintah untuk menemuinya. Ternyata Partakusuma sanggup dan sebelum bertanding ingin bertemu dengan Dewi Subadra, nampaknya Partakusuma mengerti bahwa ia telah dikenal oleh Dewi Subadra maka setelah menerima Pasupati dan Pulanggeni segera ia pergi ke medan perang. Peperangan terjadi, Partakusuma berubah ujud menjadi Arjuna dan Sindusena berubah Bima dan Begawan Darmasuyasa dari Arga Dumilah berubah menjadi Yudistira.



Baca SelengkapnyaSindusena

Sadewa Krida

Di kisahkan di Negeri Dwarawati sedang bersidang membicarakan perginya Janaka, Dewi Sumbadra dan R. Abimanyu yang tak satupun keluarga Pandawa tahu kemana mereka pergi, namun persidangan menjadi terganggu dengan datangnya tamu utusan dari negeri Tawanggantungan yang menyampaikan maksudnya ingin membawa Dewi Sumbadra untuk dijadikan permaisuri di negeri Tawanggantungan. Keinginan raja Tawanggantungan ditentang yang akhirnya terjadilah peperangan dan utusan dari Tawanggantungan kalah menghadapi prajurit Dwarawati, akhirnya melarikan diri kembali ke Tawanggantungan.

Sementara itu Resi Dewakusuma yang bersemayam di pertapaan Glagahwangi sedang menerima 2 tamu yaitu seekor harimau putih dan burung garuda. Pertemuan Resi Dewakusuma tergantung dengan kedatangan R. Abimanyu yang tersesat mencari ibunya. Karena Resi kasihan melihat R. Abimanyu, maka dengan diiringi seekor harimau putih dan garuda kencana pergi mencari ibunda R. Abimanyu.

Dewi Sumbadra dapat dibebaskan Resi Partakusuma, tetapi Dewi Sumbadra direbut lagi oleh Resi Dewakusuma dan dipersatukan dengan R. Abimanyu. Perbuatan Resi Dewakusuma membuat Resi Partakusuma marah, akhirnya keduanya terlibat peperangan dan Resi Partakusuma kalah. Kekalahan Resi Partakusuma menjadi gusar dan pergi untuk mencari jalan kematian namun di hutan ia bertemu dengan punakawan yang mengiringi satria yang sedang mencari Ayahandanya R. Arjuna, maka resi Partakusuma akan mempertemukan satria yang bernama R. Gandakusuma dengan ayahandanya

Bila dapat mengalahkan resi Dewakusuma yang merebut Dewi Sumbadra. R.Gandakusuma pergi menghadang resi Dewakusuma dan dapat Mengalahkan sang resi dan terbukalah tabirnya resi Dewakusuma adalah R. Sadewa. Melihat resi Dewakusuma dikalahkan R.Gandakusuma harimau putih yang mengiringinya membela dan dibunuh oleh R. Gandoakusuma berubah ujud menjadi Resi Anoman. Sang Garuda Kencana ikut membela diri namum R. Gandakusuma tak dapat ditandinginya dan semua putra Pandawa tak dapat mengalahkan. Akhirnya Resi Partakusuma dengan aji pengasihan yang dimilikinya dapat mengalahkan Garuda Kencana yang berganti rupa menjadi Dewi Srikandi begitu juga Resi Partakusuma terbongkar rahasianya menjadi R. Arjuna.

Ketika R. Arjuna, Dewi Wara Sumbadra, Dewi Srikandi, R. Abimanyu, R.Gandakusuma dan punakawan kembali ke Amarta di hadang Raja Pura Gantungan. Melihat rintangan yang dihadapi keluarga Pandawa Resi Hanoman maju memerangi raja Tawanggantungan dapat dikalahkan dan mengembalikan sukmanya Dasamuka ke gunung Sumawana sebab raja Tawanggantungan terjadi dikarenakan sukmanya Dasamuka dapat keluar dari himpitan gunung Sumawana. Maka lengkaplah anggota Pandawa, akhirnya negeri Amarta menjadi tenteram kembali.

Baca SelengkapnyaSadewa Krida

Pregiwa - Pregiwati

 Di negara Dwarawati, Prabu Kresna menerimakedatangan Prabu Baladeawa yang ditutus raja Astina untuk mengawinkan Siti Sundari dengan Lesmana mandrakumara. Tapi Siti Sundari minta syarat patah wanita sakembaran yang cantik. Prabu Baladewa menyanggupinya untuk mencari.

Di lain tempat di Pertapan Andong Sumawi, sang Begawan Sidikwacana, dihadap oleh kedua cucunya yakni Endang Pregiwa dan Pregiwati serta Cantrik Janaloka. Endang Pregiwa menanyakan ayahnya. Dikatakan bahwa Pregiwa dan Pregiwati merupakan anak Arjuna dari kasatriyan Madukara, selah emngetahui ayahnya kedua puteri itu akan mencari Ayahnya ke Madukara diikuti leh Cantrik Janaloka.

Para kurawa yang sedang mencari patah dalam perjalanan bertemu dengan Pregiwa dan Pregiwati serta Cantrik Janaloka. Cantrik dibunuh Kuarwa sedang Pregiwa dan Pregiwati melarikan diri.

Di dalam hutan, Raden Abimanyu dan Gatotkaca bertemu dengan Pregiwa dan Pregiwati yang sedang dikejar-kejar Kurawa. Para Kurawa dapat diusr Gatotkaca. Raden Gatotkaca tertarik kecantikan Pregiwa. Kedua puteri diantar Abimanyu pulang ke Madukara.

Para kurawa yag sedang mencari patah melaporkan pada Suyudana kalau sudah mendapatkan patah namun direbut Gatotkaca dan Abimanyu, Baladewa tidak terima maka Lesmana supaya segera dibawa ke Dwarawati.

Di Madukara Arjuna menerima kedatangan kedua puterinya setelah itu bersama dengan Saudara-saudaranya berangkat ke Dwarawati.

Di Negara Dwarawati kedatangan para tamu baik Pandawa maupun rombongan penganten dari Astina. Sedang di dalam puri Dewi Siti Sundari bertemu dengan Pregiwa dan Pregiwati. Prigiwati diutus untulk menyampaikan pakaian kepada Abimanyu namun dalam perjalanan bertemu dengan Lesmana, dipegang tangannya dan akan diperkos . Pregiwati menjerit , Abimanyu datang, Lesmana ditangkap dan dihadapkan pada janaka. Di lain tempat Pregiwa yang sedang mandi bertemu dengan Gatotkaca keduanya menjalin cinta ketahuan parekan dilaporkan pada Janaka.

Dalam Pendapa Janaka menerima kedatangan Abimanyu yang membawa lesmana, atas perbuatannya itu Lesmana mendapat hukuman , tak lama kemudia datang parekan yang melaporkan kalau ada pencuri setelah dicari ditemukan Gatoykaca yang bersama pergiw asemula akan dimarahi Werkudara namun dijegat Arjuna kalau itu memang sudah jodohnya. Kurawa akan mebuat kerusuhan namun dapat diusir Werkudara.


Baca SelengkapnyaPregiwa - Pregiwati

Popular Posts

Contact

Nama

Email *

Pesan *